Monday, May 28, 2007

Harapan Indonesia pada Arab Saudi, Tunda Deportasi Ribuan TKI

JakartaKamis, 24 Mei 2007PEMERINTAH Indonesia mengharap kepada Pemerintah Kerajaan Arab Saudi agar menunda pelaksanaan deportasi terhadap ribuan tenaga kerja Indonesia (TKI) yang tidak memiliki dokumen resmi (undocumented) sesuai dengan peraturan yang berlaku di Arab Saudi. Permintaan tersebut diajukan Pemerintah Indonesia menyusul rencana pemerintah Arab Saudi yang pada 1 Juni mendatang akan merazia, menangkap, memenjarakan dan mendeportasi semua warga negara asing yang tidak memiliki dokumen. Permohonan tersebut diajukan lewat surat yang dikirim oleh Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI) pada Selasa (22/5) lalu kepada Pemerintah Arab Saudi. Dalam surat tersebut, Indonesia juga mengharap agar deportasi dilakukan secara bertahap, bermartabat, serta tanpa ada kekerasan terhadap TKI. "Kita kemarin (Selasa 22/5) sudah mengirim surat ke Pemerintah Arab Saudi untuk menunda dan membicarakan lebih lanjut prihal pemulangan TKI. Surat dikirim lewat Kedutaan Besar Arab Saudi di Indonesia," kata Kepala BNP2TKI Jumhur Hidayat, Rabu (23/5). BNP2TKI juga sudah menemui langsung Duta Besar Arab Saudi di Indonesia untuk membicarakan keinginan Indonesia tersebut. Menurut Jumhur, Dubes Arab Saudi di Indonesia sangat memahami keinginan tersebut dan akan mempertimbangkan lebih lanjut soal pemulangan TKI. "Tinggal kita tunggu respons dari Arab Saudi, dan kita akan kejar terus. Kita mengharap semua TKI diproses bermartabat. Pemerintah Arab Saudi mengerti. Proses ini harus berjalan baik," ujar Jumhur.Lebih lanjut, Jumhur mengatakan, pemerintah akan segera membentuk tim bersama yang terdiri dari sejumlah departemen terkait untuk mempersiapkan deportasi ribuan TKI. Duta Besar (Dubes) RI untuk Arab Saudi Salim Segaf Al Jufri juga datang ke Indonesia untuk membicarakan masalah tersebut. Pemerintah di dalam negeri juga terus berkoordinasi dengan Dubes dan Perawakilan Indonesia di Riyadh dan Jeddah untuk menyiapkan rencana pemulangan tersebut. "Saat ini, pemerintah terus berkoordinasi dengan sejumlah instansi terkait dan lagi mempersiapkan semacam dibentuk sebuah tim bersama untuk pemulangan TKI," ujarnya. Menurut Jumhur, pemerintah tengah membicarakan soal pembiayaan untuk kebutuhan penyediaan tempat penampungan, biaya travel dari Arab Saudi ke Jakarta hingga mengantarkan para TKI ke daerahnya masing-masing. Direktur Eksekutif Migran Care Anis Hidayah mengkhwatirkan para TKI yang dideportasi akan mengalami tindakan kekerasan dari aparat setempat. Karena itu, Anis mendesak pemerintah segera melakukan diplomasi ke Kerajaan Arab Saudi untuk mengantisipasi tindakan yang tidak diinginkan—dengan memanfaatkan waktu yang hanya sampai 31 Mei karena pada 1 Juni deportasi digelar."Pemerintah harus mengusahakan penundaan sehingga bisa dilakukan upaya lain yang lebih maksimal guna menyelamatkan TKI yang tidak berdokumen," katanya, kemarin. Anis memperkirakan, jumlahnya TKI di Arab Saudi yang akan dideportasi lebih dari 40 ribu jiwa. Pasalnya, modus operandi keberangkatan TKI tidak berdokumen dilakukan lewat pelaksanaan umroh yang jumlahnya sangat besar dan setiap saat bisa diadakan. Selain itu, lanjutnya, tidak sedikit TKI yang sadar jika mereka diberangkatkan ke Arab Saudi tanpa dokumen. Anis juga meminta pemerintah segera menyiapkan tempat yang dapat menampung ribuan TKI baik di Arab Saudi maupun di dalam negeri. KBRI harus menjadi rumah TKI yang tidak berdokumen untuk berlindung. Berdasarkan keterangan dari pihak Imigrasi Arab Saudi yang disampaikan Juru Bicara Imigrasi Arab Saudi, Feras Al Tuwayyan, para pendatang asing yang diketahui tidak tidak memiliki dokumen yang sah akan dikenakan denda 100 Real dan dipenjara paling lama 6 bulan sebelum dideportasi ke negara asalnya. Hukuman juga diberikan kepada warga Arab Saudi yang terbukti menjamin para pendatang overstay tetap berada di Arab Saudi berupa denda 10.000 Real dan dipenjara paling lama 6 bulan.(M. Yamin Panca Setia )

Sumber: Jurnal Nasional

Sunday, May 27, 2007

Pemerintah Akan Tempatkan Pejabat Pelayan TKI di Luar Negeri

Cirebon, CyberNews. Pemerintah akan menempatkan seorang pejabat di Kedubes RI di luar negeri untuk memberikan pelayanan kepada para TKI yang memerlukan bantuan, termasuk advokasi hukum, kata Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI) Moh Jumhur Hidayat, Kamis.
"Sekitar bulan Juli akan ada pejabat yang ditempatkan di Perwakilan Indonesia di luar negeri, khusus untuk melayani para TKI, termasuk mencarikan pengacara jika tersangkut masalah hukum," katanya kepada wartawan di Cirebon, Jawa Barat, usai Seminar Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI Yang Adil dan Manusiawi.
Ia menjelaskan, selama ini banyak permasalahan yang menimpa TKI di luar negeri, tetapi mereka bingung untuk mencari advokasi hukum, apalagi banyak TKI yang tidak mengerti benar aturan ketenagakerjaan di negara tujuan.
Untuk meningkatkan perlindungan bagi TKI, Jumhur juga mendesak Pemerintah untuk secara tegas memberikan sanksi kepada agen TKI di luar negeri yang jelas-jelas melanggar aturan seperti merampas paspor para TKI.
"Kelemahan Pemerintah selama ini tidak tegas menghukum para agen yang salah karena takut makin sulit mencari penempatan TKI, padahal justru para agen itu takut di`black list` sebagai agen. Selain itu jika ada agen yang di `black list` maka agen yang lain akan senang dan berusaha menaati aturan main," katanya.
Ia sendiri mengungkapkan, telah mendapatkan agen TKI di Singapura yang menahan paspor TKI sehingga langsung diambil tindakan tegas berupa pemberhentikan sebagai agen. "Agen juga takut kehilangan mata pencaharian mereka," katanya.
Sementara pada kesempatan yang sama, Edi Sutrisno Sidabutar SH, salah satu praktisi hukum meminta agar pemerintah daerah yang selama ini daerahnya menjadi kantong TKI harus berani mengambil alih peran yang selama ini dijalankan para calo dan sponsor di daerah dalam soal rekrutmen TKI, dan pelatihan TKI.
"Pemda harus proaktif membantu pengurusan dan kelengkapan syarat TKI, bahkan kalau perlu melatih dan membiayai TKI secara gratis karena berarti juga mengurangi jumlah pengangguran sekaligus memberikan peluang masuknya aliran dana ke desa-desa kantong TKI," katanya.( ant/Cn07 )

LAPANGAN KERJA FORMAL DAN INFORMAL PERSOALAN KRUSIAL

Sumber : Berita Depkominfo 22 Mei 2007
Jakarta, 22/5/2007 (Kominfo – Newsroom) – Selain pengangguran, persoalan kesempatan kerja di Indonesia yang masih sangat krusial ialah adanya perbedaan antara lapangan kerja formal dan informal akibat implikasi dari rendahnya kualitas dan kompetensi tenaga kerja Indonesia (TKI).
Hal tersebut dikatakan Ketua Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), Jumhur Hidayat dalam dialog publik pendidikan berperspektif HAM dan keadilan gender untuk perlindungan buruh migran, di Jakarta, Selasa (22/5). “Saat ini BNP2TKI juga sedang memikirkan beberapa tantangan lain dalam upaya pengembangan kerja seperti upaya menciptakan lapangan kerja formal seluas-luasnya, mendorong perpindahan pekerja dari pekerjaan yang produktifitasnya rendah ke pekerjaan yang produktifitasnya tinggi,” kata Jumhur. Promosi TKI untuk bekerja di luar negeri telah menjadi salah satu alternatif penciptaan lapangan kerja dalam kerangka mengurangi pengangguran dan kemiskinan akibat keterbatasan lapangan kerja di dalam negeri. “Namun hal yang mendesak yang harus segera dilakukan saat ini adalah perlunya penyempurnaan sistem penempatan dan perlindungan TKI, ini agar TKI dapat bekerja dengan baik, terlindungi hak-haknya, baik didalam negeri maupun di luar negeri sehingga ia dapat menikmati hasil jerih payahnya,” ujarnya. Berbagai masalah pelik lainnya juga dihadapi dalam sistem penempatan dan perlindungan TKI, diantaranya mencakup masalah rendahnya kompetensi TKI dan akses masyarakat terhadap informasi peluang kerja di luar negeri, terbatasnya tenaga perwakilan ketenagakerjaan di luar negeri yang menjalankan fungsi perlindungan terhadap TKI. “Bahkan hingga kini, beberapa permasalahan seperti pemutusan hubungan kerja secara sepihak, gaji yang tidak dibayarkan, pekerjaan yang di luar perjanjian kerja, penganiayaan, kurang lancarnya komunikasi, pelecehan seksual dan dokumen yang tidak lengkap, juga masih sering menimpa TKI,” jelasnya. Oleh karena itu, perlu diadakan pelatihan kerja bagi calon TKI yang akan bekerja di luar negeri yang meliputi keterampilan sesuai dengan bidang pekerjaan dan berbahasa yang akan disesuaikan dengan negara penempatan TKI. Selain itu, para TKI juga diberikan pengetahuan tentang budaya dan adat istiadat masyarakat di negara tujuan penempatan serta pemberian pembekalan akhir pemberangkatan (PAP) yang dilaksanakan oleh BNP2TKI bekerjasama dengan instansi terkait. Menurut Jumhur, juga akan ada penentuan kenaikan harga upah TKI yang mekanismenya akan diurus BNP2TKI yang selama ini tidak pernah ditetapkan pemerintah. “Di Arab Saudi misalnya meski sudah 20 tahun, tetapi belum pernah ada kenaikan harga upah, karenanya saya berinisiatif mencantumkan kenaikan harga upah,” ujarnya. Ada sekian belas dokumen yang akan diproses dan salah satunya adalah mengenai perjanjian kerja yang menyangkut upah. namun upah yang diproses sifatnya bukan penetapan tetapi hanya sebatas surat edaran yang mencantumkan jumlah besaran upah yang harus diterima TKI, tambahnya. Ia juga mengumumkan bahwa mulai juni 2007, tidak akan ada lagi pungutan liar bagi TKI. (T. De/id/b)

Wednesday, May 23, 2007

KETENAGAKERJAANReformasi Sistem Penempatan dan Perlindungan TKI Harus Direalisasikan


Selasa, 24 April 2007JAKARTA (Suara Karya): Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Depnakertrans) bersama Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) diharapkan segera merealisasikan reformasi dalam penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri. Diharapkan dari reformasi tersebut dapat tercipta sistem dan prosedur penempatan serta perlindungan TKI yang lebih efisien.
Harapan itu mengemuka dalam seminar nasional tentang tenaga kerja wanita yang ditempatkan di sektor rumah tangga di luar negeri dan upaya menangkal kegiatan perdagangan manusia, di Kantor Depnakertrans Jakarta, Senin (23/4).
Seminar yang diselenggarakan oleh Perhimpunan Pelaksana Penempatan TKI (P3TKI) ini dibuka oleh Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Meutia Hatta serta dihadiri oleh Kepala BNP2TKI Moh Jumhur Hidayat, Sekjen Depnakertrans Harry Heriawan Saleh, dan sejumlah pengurus perusahaan jasa TKI (PJTKI.
Ketua Umum P3TKI Munir Ahmad mengatakan, reformasi harus dimulai dengan menyiapkan lembaga atau badan dengan struktur pejabat dan anggota tim yang mempunyai integritas dan sepenuhnya memahami masalah ketenagakerjaan, khususnya untuk penempatan ke luar negeri.
"Oleh karena itu, sasaran reformasi penempatan dan perlindungan TKI adalah paket peraturan atau dasar hukum yang jelas dan efisien. Selanjutnya, aparat pemerintah bersama pelaku penempatan TKI swasta (PPTKIS) harus menjalankan seluruh aturan tersebut dengan konsekuen," kata Munir.
Menurut Munir, juga harus ada pembaruan dalam pelayanan sehingga bisa menutup celah-celah yang biasanya dimanfaatkan untuk legalisasi pungutan liar (pungli). Untuk itu, pengawasan dalam proses penempatan dan perlindungan TKI juga harus ditingkatkan.
Sementara itu, Sekjen P3TKI Marlinda Poernomo mengatakan, pemerintah bersama PPTKIS harus membenahi sistem pelatihan dan uji bagi TKI yang hendak bekerja di luar negeri. Kepastian kemampuan dan keahlian TKI merupakan prasyarat mutlak sebelum ditempatkan ke luar negeri.
"Aspek pendidikan dan pelatihan ketrampilan TKI harus menjadi prioritas. Jadi persiapan untuk TKI sudah harus dilakukan secara terpadu sejak perekrutan hingga bekerja di luar negeri. Untuk itu konsep pelatihan, sertifikasi, dan penempatan harus juga diterapkan untuk calon TKI," kata Marlinda.
Di lain pihak, Marlinda juga menyoroti masalah perlindungan atau asuransi TKI yang sudah harus direformasi. Dalam hal ini, reformasi dilakukan menyangkut pemberdayaan secara optimal fungsi asuransi sebagai salah satu instrumen perlindungan TKI yang bekerja di luar negeri.
"Asuransi yang ditunjuk untuk melindungi TKI di luar negeri jangan hanya melihat aspek bisnis, tapi juga mengedepankan fungsi sosialnya. Selain itu, lembaga perlindungan atau asuransi juga harus bisa menjangkau dan mengayomi TKI saat mendapat masalah di luar negeri," ujar Linda.
Seperti diketahui, pada acara ini, baik Menneg Pemberdayaan Perempuan Meutia Hatta dan Kepala BNP2TKI M Jumhur Hidayat sebagai wakil pemerintah mengatakan, negara wajib melindungi hak asasi warga negara, baik yang bekerja di luar negeri maupun di dalam negeri. Selain itu, pemerintah juga terus meningkatkan pengawasan dalam penyelenggaraan penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri. (Andrian)

Pemerintah Targetkan Tempatkan Satu Juta TKI pada 2007Jakarta, 22 Mei 2007 16:48

Pemerintah menargetkan untuk menempatkan antara 750.000 hingga satu juta Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ke berbagai negara pada tahun 2007. Demikian diungkapkan Ketua Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Jumhur Hidayat."Dalam upaya merealisasikan rencana tersebut, maka BNP2TKI mempunyai misi antara lain menciptakan kesempatan kerja di luar negeri seluas-luasnya," katanya, dalam makalah yang disampaikan pada Dialog Publik tentang "Pendidikan Berperspektif HAM dan Keadilan Jender untuk Perlindungan Buruh Migran" di Jakarta, Selasa (22/5).Selain itu, lanjutnya, BNP2TKI juga bertekad untuk terus meningkatkan keterampilan TKI, memperbesar perlindungan dan pemberdayaan TKI, serta meningkatkan kapasitas lembaga penempatan dan perlindungan TKI.Jumhur memaparkan, berdasarkan data Laporan Kepulangan TKI, pada tahun 2006 terdapat 16,6 persen atau 53.843 orang yang bermasalah dari sebanyak 323.585 TKI yang kembali ke tanah air melalui Bandara Soekarno-Hatta.Ia menuturkan, permasalahan yang dialami TKI adalah beragam, tetapi yang terbanyak adalah pemutusan hubungan kerja sepihak yang dialami oleh 20.699 orang. Sedangkan permasalahan lain yang banyak muncul adalah sakit biasa (10.284 orang).Permasalahan lainnya yang dialami TKI antara lain gaji tidak dibayar (4.010 orang), pekerjaan tidak sesuai perjanjian kerja (3.589 orang), sakit akibat kerja (3.375 orang), penganiayaan (2.834 orang), komunikasi kurang lancar (2.666 orang), dan pelecehan seksual (2.511 orang)."Dari data permasalahan tersebut, terlihat perlunya pelatihan kerja bagi calon TKI yang meliputi pelatihan keterampilan sesuai dengan bidang pekerjaan, pelatihan keterampilan berbahasa sesuai negara penempatan, dan juga pemberian pengetahuan tentang budaya dan adat istiadat masyarakat di negara penempatan," ujar Jumhur.Setelah dilatih, calon TKI harus mengikuti ujian untuk memperoleh sertifikat kompetensi yang dilaksanakan oleh Lembaga Uji Kompetensi (LUK), Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP), Lembaga Sertifikasi Kompetensi (LSK), dan Asosiasi Pengerahan Penempatan TKI (AP2TKI) dengan diawasi oleh Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP).Selain pelatihan, setiap calon TKI juga harus mengikuti Pembekalan Akhir Pemberangkatan (PAP) yang dilaksanakan oleh BP2TKI bekerja sama dengan instansi terkait.Materi dalam PAP meliputi materi wajib yaitu peraturan perundang-undangan di negara tujuan penempatan, materi perjanjian kerja, dan materi penunjang contohnya pembinaan baik kerohanian, fisik, maupun kepribadian."Penyampaian materi PAP dilakukan dengan menggunakan metode ceramah, tanya jawab, diskusi, dan simulasi," kata Jumhur. [TMA, Ant]

Sumber : Gatra.com

Monday, May 7, 2007