Wednesday, June 20, 2007

Menanggapi penutupan TKI Informal

Jasa TKI or TKW kita sungguh besar dampaknya bagi Bangsa kita karena mereka menghasilkan Devisa negara terbesar kedua setelah non-migas pertahunnya, oleh karena hal ini mereka dijuluki "Pahlawan Devisa Negara" oleh Pak SBY, lalu di Negeri tercinta ini lapangan kerja kurang, pemerintah tidak mampu menyediakan lapangan kerja, pengusaha-pengusahanya 95% nyeleneh-nyeleneh saja maunya seperti gaji buruhnya murah, pake kontrak kerja menguntungkan pengusaha, cari karyawan tidak berprofesional, yaitu berdasarkan hubungan or kolusi,terus karyawan kantoran yang wanita maunya yang cantik kaya model yang bisanya cuman buka kancing baju sampai belahan dadanya kelihatan tapi otaknya ama dengan dengkulnya, akhirnya mereka yang sudah mengorbankan waktu dan jerih payah mereka untuk lulus kuliah mendapatkan gelar sarjana karena hanya "tidak menarik" atau tidak ada "hubungan khusus/keluarga" tersingkirkan dari dunia kerja di negeri ini. Itulah sebabnya tenaga-tenaga ahli kita yang lulusan sarjana justru banyak dipekerjakan di perusahaan di negeri orang.
Menurut data statistik Pendidikan di Indonesia mempunyai yang sampai S1 dan S2 hanya 6%,Diploma2 3%,lulus SLTP dan SMU 18% dan 73% adalah lulusan SD dan tidak lulus SD! Jadi dari 73% yang khususnya Wanitanya yang suaminya tidak mampu memenuhi kebutuhannya dan si Wanita yang tidak pernah berucap syukur atau suaminya yang brengsek yang bisanya judi dan mabuk2an dan tukang kawin hanya ada tiga pilihan untuk mereka bisa mendapatkan uang agar bisa mencukupi sandang,pangan,papan dan pendidikan keluarganya yaitu :

1. Membuka home Industri or Pedagang bagi yang tidak gengsian dan mampu.
2. Menjadi buruh or TKW baik didalam maupun di luar negeri.
3. Menjadi PSK or simpanan om2 pejabat dan pengusaha lainnya.

Yang sukses diluar itu adalah faktor 99% kerja keras 1% keberuntungan,tetapi yang 99% dibagi lagi setengahnya adalah penipu atau setengah lagi yang jujur.

Surat kabar Media Indonesia hari ini memberitakan bahwa Menakertrans mau tutup sektor Informal TKI or TKW, kalau kita kaji lagi seperti pilihan diatas apakah tepat pendapat Menakertrans? Sama seperti ketika ada seseorang yang apriori berbicara "Stop dulu aja pengiriman TKW soalnya sudah banyak masalah seperti kasus Ceriyati ini"
Entah darimana dasar dia mengeluarkan statement itu,yang jelas orang itu pasti ngga punya otak! Apa dia sanggup gaji pembantu dia minimal UMP saja , wong ada PRT kita yang kerja di rumah mewah seorang pengusaha aja gaji mereka hanya Rp. 300.000/bulan bahkan ada yang Rp, 150.000/bulan, buat nyekolahin anak dikampung aja kurang..., bukan hanya pemerintah saja yang bertanggung jawab atas hal ini,tetapi kita sebagai bangsa Indonesia lah yang bertanggung jawab untuk masa depan yang lebih baik untuk generasi yang berikutnya!

Kalau sektor informal TKW ditutup selain Prostitusi akan meningkat, pihak lain yang diuntungkan cuman satu kelompok yaitu "PENGUSAHA-PENGUSAHA TIKUS RAKUS" yang meminjam uang diluar negeri berupa Dollar,maka jika rupiah menguat sampai Rp, 8.500/US dollar rupiah maka cost operasional didalam negeri akan meninggi karena menggunakan rupiah! bayangkan jika rupiah melemah mis sampai Rp,10.000/US dollar cost mereka didalam negeri akan rendah. Lalu siapa yang dirugikan? yang dirugikan hanyalah rakyat kecil yang hanya ingin hidupnya cukup sandang,pangan,papan dan pendidikan untuk bisa menyekolahkan anak2nya untuk berguna bagi Bangsa dan Negara...,tetapi dibandingkan dengan mereka yang setiap hari kekenyangan yang bisa menyekolahkan anak-anaknya hanya untuk meneruskan usaha keluarganya sendiri dengan menekan rakyat kecil adalah "Rakyat kecil" yang sesungguhnya,dan rakyat kecil yang mempunyai impian dan harapan untuk masa depan bangsanya adalah "Bangsa besar Indonesia" yang sesungguhnya...

By : ANDY SHABET a/n "BANGSA INDONESIA"

Tuesday, June 19, 2007

28 TKI bermasalah sepanjang 2007

Metrotvnews.com, Jakarta: Tindak kekerasan masih terus dialami tenaga kerja Indonesia di luar negeri. Menurut catatan Migran Care, sepanjang 2007 ini saja sudah 28 TKI mengalami tindak kekerasan. Kasus kekerasan paling banyak ditemukan di Arab Saudi dan Malaysia. Karena itu, Migran Care mendesak pemerintah segera memperbarui nota kesepakatan atau perjanjian dengan pemerintah Malaysia atau Arab Saudi untuk menangani kasus kekerasan terhadap TKI.
Direktur Migran Care Anis Hidayah di Jakarta, Selasa (19/6), mengatakan, sepanjang 2007 ini tercatat 61 TKI meninggal dunia. Selain karena sakit, mereka juga disebabkan perlakuan kasar dari majikannya. Rata-rata mereka mengalami luka memar maupun luka sayatan akibat kekerasan yang dilakukan oleh majikannya. Sebagian besar TKI yang menjadi korban kekerasan dan meninggal adalah tenaga kerja perempuan.(DEN)

Kasus Ceriyati


Metrotvnews.com, Malaysia: Ketua Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2 TKI), Jumhur Hidayat mengunjungi Ceriyati binti Datin di Kuala Lumpur, Malaysia, Selasa (19/6). Ceriyati adalah tenaga kerja wanita asal Indonesia berusia 34 tahun yang nekat kabur pakai lilitan kain dari jendela lantai 15 apartemen karena tidak tahan disiksa majikannya.
Jumhur datang dengan didampingi kuasa hukum ad interim Kedutaan Besar Kedubes RI untuk Malaysia di Kuala Lumpur. Jumhur memberikan dukungan moral kepada korban. Saat ini, keadaan Ceriyati semakin baik. Ia juga telah berada di penampungan Kedubes RI untuk perlindungan.
Menurut Jumhur, kasus yang menimpa Ceriyati harus menjadi prioritas utama, karena Pemerintah Malaysia tidak serius menangani kasus penyiksaan TKW asal Indonesia. Saat ini BNP2 TKI tengah mendesak agar kasus Ceriyati dan kasus serupa lainnya mendapat perhatian serius dari Pemerintah Malaysia. BNP2 TKI dan Kedubes RI berjanji membantu menyelesaikan kasus ini hingga tuntas.
Jumhur juga menambahkan kasus Ceriyati ini akan dibawa dalam rapat kabinet Malaysia yang rencananya berlangsung Rabu besok. Selanjutnya mengenai masalah pembantu rumah tangga akan dibahas dalam pertemuan bilateral antara kedua negara. Pertemuan ini guna mengkaji perjanjian kesepahaman sektor informal yang telah ditandatangani kedua negara, Mei silam.
Ceriyati hanyalah bagian kecil dari kasus kekerasan terhadap TKI di luar negeri. Migran Care mencatat sebanyak 28 TKI di luar negeri telah mengalami kekerasan pada 2007. Sedangkan 61 TKI dilaporkan telah meninggal dunia. Malaysia dan Arab Saudi yang paling banyak melakukan kekerasan terhadap TKI. Rata-rata para korban kekerasan mengalami luka-luka memar maupun luka sayatan oleh majikannya. Sementara beberapa TKI yang meninggal juga disebabkan karena sakit dan mendapatkan perlakuan yang tidak baik dari majikan. Dan, lebih dari 60 persen TKI yang mendapatkan kekerasan dan meninggal adalah tenaga kerja perempuan.
Direktur Migran Care, Anis Hidayah mendesak pemerintah segera memperbarui perjanjian dengan Malaysia untuk segera menyelesaikan persoalan TKI. Saat ini, sedikitnya 11 TKI terancam hukuman mati di Malaysia, karena tersangkut kasus kriminal. Mereka dituduh terlibat kasus pembunuhan majikan dan peredaran narkotik dan obat-obatan berbahaya. Sementara di Arab Saudi, para TKI terancam deportasi besar-besaran. Mereka masuk secara ilegal dan menggunakan dokumen-dokumen asli tapi palsu. Birokrasi yang berbelit-belit membuat para TKI memilih jalur ilegal.
Masalah TKI tak hanya terjadi di Malaysia dan Arab Saudi. Di Hongkong, sekitar 6.000 TKI menerima gaji di bawah standard dengan alasan mereka tidak memiliki keterampilan yang cukup. Sementara di Korea Selatan, banyak TKI terancam dideportasi karena pakai dokumen ilegal. Pemerintah Indonesia justru menyalahkan para TKI yang dinilai tidak siap mental saat bekerja di luar negeri.(BEY)

Ceriyati Berhak Atas Santunan Rp40 Juta

Selasa, 19 Juni 2007 22:09 WIB
JAKARTA--MIOL: Ivone Siew, majikan perempuan Ceriyati sudah ditahan Kepolisian Sentul, sementara pembantu rumah tangga asal Brebes, Jateng, itu akan mendapat santunan asuransi sebesar Rp40 juta.
Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI) Jumhur Hidayat di Jakarta, Selasa, mengatakan, dirinya sempat bertemu dengan Ceriyati dan mengatakan kedua majikannya, Michael Tsen dan Ivone sudah mengaku khilaf saat menganiaya PRT tersebut.
Terlepas dari itu, Jumhur menyayangkan kelambatan polisi Malaysia dalam menangani kasus itu.
"Kita sudah mendesak pemerintah dan kepolisian Malaysia untuk segera menangani kasus Ceriyati ini, agar jangan sampai berlarut-larut seperti yang dialami Nirmala Bonat (TKI asal NTB yang juga dianiaya majikan)," kata Jumhur.
"Pemerintah Malaysia sudah menyanggupi bahkan besok (Rabu, 20/6-red) akan menggelar Sidang Kabinet," tambahnya.
Ceriyati, hari ini sudah melapor dan diperiksa oleh Kepolisian Sentul, Malaysia. Jika pemeriksaan tahap awal selesai, maka dia akan kami pulangkan ke tanah air untuk berkumpul kembali dengan keluarganya.
"Saya sudah bicara via telepon dengan Ridwan (suami Ceriyati) yang mendesak agar isterinya segera dipulangkan. Tapi Ceriyati sendiri masih ingin di Malaysia sampai kasusnya selesai," kata Jumhur, jika persidangannya dimulai, Ceriyati direncanakan kembali lagi ke Malaysia.
"Lebih baik seperti itu daripada ia menunggu bertahun-tahun seperti Nirmala," kata Jumhur.
Pada kesempatan itu Jumhur juga mengimbau PPTKIS (Perusahaan Penempatan TKI Swasta) PT Sumber Kencana Sejahtera membantu mencairkan klaim asuransi untuk Ceriyati senilai Rp40 juta dari PT Jasindo.
Dia juga mengimbau konsorsium asuransi yang mengasuransikan Ceriyati untuk segera mencairkan klaim asuransi bagi TKI yang bermasalah. "Saya tahu sudah berapa milyar uang yang mereka kumpulkan, tapi terkadang mereka mempersulit mencairkan klaim," kata Jumhur.
Jumhur juga meminta PT Kencana untuk mengurus upah Ceriyati yang belum dibayar selama 4,5 bulan dan perusahaan itu sudah menyanggupi untuk mengurusnya. (Ant/OL-06)----------------------------------------Sumber: Media Indonesia Online

Majikan Ceriyati Ditahan Polisi Malaysia

Selasa, 19 Juni 2007 10:48 WIB KUALA LUMPUR--MIOL: Ivone Siew, sudah ditahan polisi Malaysia setelah dimintai keterangan oleh polisi Sentul, Kuala Lumpur, Senin (18/6) malam, akibat melakukan penyiksaan dan membuat Ceriyati, PRT asal Brebes nekat kabur dari jendela apartemen Tamarind Lt 15, Sentul, Kuala Lumpur.
"Betul majikan perempuan Ceriyati sudah ditahan kepolisian Sentul, Senin malam. Kami akan melakukan kunjungan ke kantor polisi hari ini," kata Kepala Satgas Perlindungan dan Pelayanan WNI KBRI Kuala Lumpur, Selasa.
"KBRI akan terus memantau kasus ini karena sudah menjadi perhatian nasional dan internasional. Kabar majikan Ceriyati ditahan polisi tidak lama setelah Kepala BNP2TKI Jumhur Hidayat datang langsung ke Kuala Lumpur menengok langsung Ceriyati," kata Tatang.
Menurut dia, walaupun majikan Ceriyati sudah minta maaf dan bersedia membayar segala kerugian Ceriyati ketika ia datang ke KBRI tapi kasus penyiksaan akan diteruskan ke pengadilan. Itu tergantung pada keputusan Ceriyati sendiri.
"Keputusan pemerintah Indonesia yang sudah disampaikan Deplu sudah jelas bahwa langkah hukum akan diambil walaupun majikannya sudah minta maaf," katanya.
Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), Jumhur Hidayat, Senin malam, datang langsung dari Jakarta, menemui Ceriyati di KBRI.
Dalam pertemuan dengan Ceriyati, Jumhur menyatakan keprihatinan pemerintah dan masyarakat Indonesia terhadap kasus yang dihadapinya. Ia juga memberikan semangat agar PRT yang baru bekerja di Malaysia empat setengah bulan itu tabah dan tegar dalam mencari keadilan.
"Kami akan membantu Ceriyati jika sewaktu-waktu akan kembali ke Brebes menemui keluarganya tapi karena Ceriyati belum dibuatkan BAP nya oleh polisi, untuk sementara waktu akan tetap di Kuala Lumpur. Saya sendiri sudah bicara langsung dengan suaminya Ridwan," katanya.
Wakil Dubes RI AM Fachir, Atase Tenaga Kerja Teguh H Cahyono, Atase Imigrasi Bambang Widodo, Kepala Satgas Tatang B Razak dan pejabat KBRI lainnya mendampingi Kepala BNP2TKI itu untuk bertemu langsung dengan Ceriyati. (Ant/OL-03)----------------------------------------Sumber: Media Indonesia Online

Ratifikasi Konvensi PBB untuk Lindungi TKW

Selasa, 19 Juni 2007 06:31 WIB JAKARTA--MIOL: Sulit menuntut keadilan bagi buruh migran yang mengalami tindak kekerasan di luar negeri. Itu yang terjadi selama Indonesia tidak meratifikasi Konvensi PBB tentang perlindungan buruh migran dan keluarganya.
Hal ini disampaikan anggota Komisi III DPR dari Fraksi Kebangkitan Bangsa Nursyahbani Katjasungkana, kepada Media Indonesia, di Jakarta, Senin (18/6).
"Selama belum ratifikasi, kita nggak akan bisa menggunakan mekanisme perlindungan HAM internasional," katanya.
Malaysia juga bukan negara yang meratifikasi konvensi PBB tersebut, sehingga akan menyulitkan Indonesia dalam menuntut perlindungan pada buruh migran yang bekerja di sana.
BNP2TKI menurut Nursyahbani memang sudah berhasil menegosiasikan standar gaji bagi TKW di Arab Saudi. Tetapi, masalah perlindungan tetap tidak boleh dilupakan. Ia menyarankan pemerintah mulai menegosiasikan klausul perlindungan, kondisi kerja, standar gaji dan hak berorganisasi dalam nota kesepahaman tentang buruh migran dengan pemerintah Malaysia.
Ia mencontohkan buruh migran Indonesia di Hongkong cenderung tidak bermasalah karena sudah ada pengakuan dari negara, pembantu rumah tangga statusnya sama dengan pekerja di wilayah publik. Implikasinya ada standar gaji, hak mendapat hari libur, boleh berorganisasi dan punya akses terhadap peradilan buruh (labor court). Pengakuan itulah yang tidak didapatkan buruh migran Indonesia di Malaysia.
Tetapi, Nursyahbani menambahkan, pengakuan atas status PRT itu tidak diberikan di dalam negeri. PRT kata dia, tidak diakui statusnya sama dengan pekerja di pabrik yang berhak punya gaji minimum dan bentuk-bentuk perlindungan lain.
"Kalau di Indonesia saja tidak diakui, bagaimana bisa dilindungi di negara lain?" katanya. (Isy/OL-02).----------------------------------------Sumber: Media Indonesia Online

Indonesia Bisa Hentikan Pengiriman TKI ke Malaysia

Selasa, 19 Juni 2007 12:51 WIB
KUALA LUMPUR--MIOL: Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Jumhur Hidayat mengatakan, Indonesia bisa saja menghentikan pengiriman TKI ke Malaysia jika memang kondisi kerja di negara Jiran tidak bisa memberikan perlindungan.
"Dengan adanya kasus Ceriyati dan masih banyak PRT Indonesia yang disiksa dan tidak dibayar gajinya di Malaysia, kemudian pengadilan Nirmala Bonat yang tidak selesai-selesai dan ditunda-tunda terus hingga tiga tahun ini menunjukkan kondisi kerja dan perlindungan terhadap TKI sangat buruk," kata Jumhur di Kuala Lumpur, Selasa.
Hal itu dikemukakan Jumhur usai melihat langsung beberapa PRT Indonesia yang masih bertahan di KBRI, yang mengalami siksaan dan gajinya tidak dibayar. Ini menunjukan bahwa penyiksaan terhadap PRT bukan menjadi penanganan prioritas bagi Malaysia.
"Kalau kajian dan masukan memaksa Indonesia menghentikan pengiriman TKI ke Malaysia maka bukan hanya PRT tapi juga TKI untuk sektor profesional, ahli perminyakan, pilot, dosen, perkebunan, hingga ke pabrik," katanya.
Tapi, lanjut mantan aktivis mahasiswa ini, sebelum sampai pada titik menghentikan pengiriman TKI mungkin perlu juga Indonesia mengharuskan tes psikologi kepada calon majikan Malaysia yang akan menggunakan PRT Indonesia.
"Saya mendengar dari Wakil Dubes RI AM Fachir bahwa Rabu (20/6) minggu ini kabinet Malaysia akan bersidang dan akan membahas kasus penyiksaan terhadap PRT. Mudah-mudahan hasilnya bisa membuat kondisi kerja di Malaysia makin baik bagi kepastian hukum pembantu yang mengalami siksaan fisik. Proses persidangan diharapkan tidak terlalu lama," tambahnya. (Ant/OL-03)----------------------------------------Sumber: Media Indonesia Online

Biaya yang Beratkan TKI akan Dihapus

Jum'at, 15 Juni 2007 21:30 WIB
JAKARTA--MIOL: Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI) setuju menghapus pungutan penggunaan jasa akses sistem komunikasi tenaga kerja luar negeri (Sisko TKLN). Pasalnya pungutan itu memberatkan para TKI.
"Kami setuju biaya akses ke Sisko TKLN dihapus dan dibebankan ke negara. Hanya saja kontrak yang dibuat Depnakertrans dengan sebuah perusahaan swasta empat tahun lalu masih berlaku hingga 2008," katanya Kepala BNP2TKI Jumhur Hidayat di Jakarta, Jumat (15/6).
Dia menjelaskan, sejak awal pihaknya ingin agar semua bentuk pungutan yang berlindung dibalik fasilitas yang seharusnya disediakan negara dan memberatkan TKI harus dihapuskan.
Namun, dalam kasus ini, pihaknya terbentur pada perjanjian antara Depnakertrans dan pihak swasta yang menerapkan sistem build, operating and transfer (BOT) yang baru habis pada 2008.
"Kami pernah berpikir meninjau ulang perjanjian tersebut dan membayar kompensasi dari akibat pembatalan perjanjian. Usulan itu sedang dikaji," jelasnya.
Sebelumnya, delapan organisasi perusahaan jasa TKI meminta BNP2TKI menghapus pungutan penggunaan jasa akses di Sisko TKLN karena memberatkan TKI.
Kedelapan organisasi itu Asosiasi Perusahaan Jasa TKI (Apjati), Himpunan Pengusaha Jasa TKI (Himsataki), Badan Otonomi Ikhlas (himpunan perusahaan yang menempatkan TKI ke Saudi), Indonesia Employment Agency (Idea), Konsorsium Gotong Royong, Asosiasi Jasa Penempatan TKI ke Asia Pasific (Ajaspac), P3TKI dan Inesa.
Menurut Ketua Himsataki, Yunus Yamani, biaya akses itu memberatkan karena pada setiap kali akses dibutuhkan biaya Rp10.000 dan terdapat enam kali akses sehingga dibutuhkan Rp60.000 per-TKI. Biaya akses itu di perlukan sejak TKI mengikuti program pelatihan, uji kompetensi, pemeriksaan kesehatan hingga biaya bebas fiskal.
"Jika kondisi itu dibiarkan tekad Presiden RI ketika membentuk BNP2TKI untuk menjadikan penempatan TKI murah, mudah dan aman tidak tercapai," katanya. (Sdk/OL-02).----------------------------------------Sumber: Media Indonesia Online

Gaji TKI di Arab Saudi Naik 33,3%

Kamis, 14 Juni 2007 14:42 WIBGaji TKI di Arab Saudi Naik 33,3%
JAKARTA--MIOL: Gaji tenaga kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di Arab Saudi naik 33,3% dari 600 real menjadi 800 real atau setara Rp1,920 juta per bulan. Kenaikan ini mulai berlaku 1 Agustus 2007.
Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), Moh Jumhur Hidayat, mengatakan kenaikan upah ini dilakukan karena sudah selama 20 tahun upah TKI di Kawasan Timur Tengah tidak pernah mengalami kenaikan.
Selain itu, kenaikan ini juga dalam rangka meningkatkan perlindungan TKI yang bekerja di Arab Saudi.
"Kenaikan upah ini berlaku, baik bagi TKI yang baru ditempatkan maupun TKI yang memperbarui atau memperpanjang perjanjian kerja setelah perjanjian kerja yang lama berakhir," katanya di Jakarta, Kamis (14/6).
Kepada seluruh Perusahaan Penampatan TKI Swasta (PPTKIS) atau perusahaan jasa TKI (PJTKI) yang menempatkan TKI ke Arab Saudi, Jumhur meminta kenaikan upah tersebut dicantumkan dalam job order, perjanjian penempatan dan perjanjian kerja.
Sedangkan kepada para majikan diminta menyesuaikan dengan upah yang baru tersebut.
Jumhur mengatakan, sebagai konsekuensi dari kenaikan upah tersebut pemerintah dan PPTKIS harus meningkatkan kualitas TKI.(Sdk/Ol-03)----------------------------------------Sumber: Media Indonesia Online

Wednesday, June 13, 2007

Resume Acara AIPKI 12 - 13 mei 2007




LATAR BELAKANG

Peran instruktur yang terpinggirkan dan tereleminasi dalam pentas pemberdayaan calon TKI adalah permasalahan yang membutuhkan perhatian serius dimana sistem pelatihan yang dibangun memberikan peluang berbagai pelanggaran-pelanggaran yang meniadakan peran fungsional instruktur dilembaga pelatihan TKI (BLK). sementara itu BLK sibuk mencetak calon TKI yang instant tanpa mempedulikan kualitas yang semestinya menjadi tugas pokok BLK yang didalamnya instruktur menjadi ujung tombak pembinaan dan pembekalan calon TKI.

Permasalahan yang dihadapi TKI begitu komplek dari hulu sampai hilir instansi dan lembaga yang terlibat didalamnya turut memberikan andil terhadap nasib TKI kita. Penanganan yang parsial dan kurangnya koordinasi menjadikan permasalahan TKI berlarut-larut tanpa kejelasan arah. Untuk itu dibutuhkan kemauan yang kuat dari semua pihak berperan aktif dalam rangka pembenahan managemen TKI secara integral, terukur, terencana, dan holistik serta terkontrol.

Dalam percaturan global, mutu pendidikan adalah kunci menjaga eksistensi daya saing/merebut peluang kerja, sudah seharusnya instruktur diberikan tempat yang nyaman untuk bisa mengaktualisasikan pengetahuan kepada anak didiknya disamping bekal ketrampilan yang dimiliki perlu ditingkatkan dalam rangka perbaikan kualitas calon TKI.

PENDIDIKAN AMT

Mengacu kepada UU 39 tahun 2004 mengenai adanya test psikologi yang selama ini belum diaplikasikan di BLK seyogyanya lebih mendasarkan metode psikologi terapan AMT.

AMT dimaksudkan membawa perubahan ke arah yang lebih baik dimulai dari membangun kesadaran dan perubahan pola pikir. Kesuksesan tak hanya buah dari potensi (bakat dan kecerdasan) dan usaha. Cara kita memandang diri,dunia dan kesuksesan turut menentukannya. Karena itu kunci sukses dalam segala pentas kehidupan sesungguhnya adalah pola pikir sehat. Orang yang berpola pikir sehat tidak akan menyalahkan keadaan dirinya . alih-alih mengandalkan bakat dan kecerdasan, dia lebih menekankan proses belajar dan peran ikhtiar. Baginya kesuksesan atau kegagalan dimasa kini bukanlah cerminan masa mendatang.

APLIKASI AMT DI AIPKI


Sosialisasi Psikologi terapan AMT telah mengawali diaplikasikannya ke Instruktur TKI oleh Asosiasi Instruktur Pelatihan dan Kursus Indonesia “AIPKI” yang bekerja sama dengan Lembaga Psikologi Trijava “LPTJV” yang terselenggara pada tanggal 12 s/d 13 mei 2007 di “Cipayung Asri Hotel ” Jalan Raya Puncak, Cipayung–Bogor. Acara ini telah diikuti oleh 50 Instruktur dari Balai Latihan Kerja Luar Negeri se-Jabodetabek.

REKOMENDASI

1. Pemerintah diharapkan memberikan apresiasi dan mendukung segala kegiatan yang diselenggarakan oleh AIPKI dalam rangka peningkatan kualitas SDM Instruktur TKI. Pemerintah sebagai regulator diharapkan meningkatkan pengawasan dalam pelaksanaan pelatihan.
2. Balai Latihan Kerja Luar Negeri menjaga komitmen dalam menjalankan fungsi pelatihan.
3. Instruktur TKI terus-menerus akan berupaya untuk meningkatkan kualitas dirinya.

Bendera "Merah Putih"

Bersatulah seperti bersatunya Merah dan Putih

Permasalahan Berawal dari Ketidaksiapan TKI

KEPALA BNP2 TKI MOH JUMHUR HIDAYAT:Permasalahan Berawal dari Ketidaksiapan TKI
Sabtu, 9 Juni 2007Cita-cita untuk mengubah nasib dengan bekerja di luar negeri masih menjadi pegangan tenaga kerja Indonesia (TKI). Ini demi mengejar kehidupan yang lebih baik. Bahkan segala cara dilakukan agar bisa bekerja di luar negeri, dengan satu harapan mendapatkan upah yang lebih baik dibanding bekerja di dalam negeri.
Namun, seperti halnya di dalam negeri, permasalahan TKI yang bekerja di luar negeri seakan tak kunjung berkurang. Semakin hari ada saja permasalahan yang timbul, dan TKI pastinya menjadi korban. Memang, permasalahan juga berawal dari ketidaksiapan TKI untuk bekerja di luar negeri.
Oleh karena itu, pemerintah terus berupaya melakukan pembenahan dalam penempatan dan perlindungan TKI yang bekerja di luar negeri. Ini dilakukan sejak perekrutan, pelatihan, proses penempatan, selama bekerja hingga pemulangan kembali ke Tanah Air.
Untuk mengetahui lebih jauh pembenahan-pembebahan yang dilakukan pemerintah, berikut penjelasan Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2 TKI) Moh Jumhur Hidayat kepada wartawan Suara Karya Andrian Novery dan fotografer Andry Bey, di kantornya, Lantai VI Gedung Depnakertrans, Jakarta, Kamis (7/6) malam:
Hingga saat ini permasalahan TKI masih kerap muncul, khususnya di negara-negara tujuan penempatan. Kasus-kasus tersebut melibatkan puluhan, bahkan ratusan TKI. Benarkah demikian?
Kita harus akui bahwa kasus-kasus yang terjadi di luar negeri itu refleksi dari ketidaksempurnaan proses sejak perekrutan, pelatihan, dan proses penempatan ketika masih di dalam negeri. Ini diakui oleh perwakilan-perwakilan kita di luar negeri, sehingga dari kasus-kasus yang ada terindikasi bahwa dari dalam negeri sudah tidak beres.
Misalnya, seharusnya calon TKI dilatih selama 1,5 bulan, tapi ternyata hanya 2-3 hari. Yang lebih ekstrem lagi: tidak dilatih, tapi dikasih sertifikat.
Ini terjadi bertahun-tahun dan menyebabkan timbulnya kasus-kasus TKI di sana. Ini karena mental yang kurang siap. Jadi, sering usianya dimanipulasi, tidak ada pelatihan, dan tingkat pendidikan yang rendah. Ini menjadi faktor penyebab.
Selain itu, sistem perlindungan di luar negeri juga tidak dibenahi. Dulu tidak ada pengacara, dan sistem asuransi tidak berjalan. Para TKI membayar asuransi, tapi percuma. Apalagi di luar negeri, sama sekali tidak ada asuransi yang bergerak.
Saat ini pemerintah melihat masalah-masalah tersebut seperti apa?
Sekarang, dengan adanya Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 6 Tahun 2006 tentang Percepatan Reformasi Penempatan dan Perlindungan TKI, mulai ada perubahan dan pembenahan. Presiden sebagai kepala pemerintahan sangat serius memperhatikan masalah TKI di luar negeri.
Perwakilan-perwakilan Indonesia di luar negeri saat ini hampir semua sudah punya pengacara setempat. Ini perintah Inpres. KBRI/KJRI juga memperkuat staffing (pegawai) di kantornya, khusus untuk menangani masalah-masalah TKI. Bahkan kekurangan staf bisa ditambah dengan citizen services di mana pegawai negeri sipil (PNS) akan dikirim ke sana untuk melayani. Selain itu, perwakilan yang belum punya atase tenaga kerja juga akan dibentuk.
Ini perkembangan dari keluarnya Inpres tadi. Sekarang ada BNP2 TKI, dan ini harus punya daya untuk mengintegrasikan proses ini. Memang saat ini antara tuntutan masyarakat dengan yang diberikan pemerintah masih ada jarak (belum bisa terpenuhi), karena badan ini baru. Tapi ini bukan alasan meski kita baru mulai 9 maret 2007 lalu atau baru 3 bulan. Kita sudah menginventarisi seluruh permasalahan dan merumuskan solusi-solusinya.
Misalnya, klinik uji kesehatan (klinis) bagi calon TKI. Selama ini banyak klinik yang kongkalikong dengan tidak melakukan pemeriksaan secara baik. Ternyata ini karena ada persaingan harga di antara sesama badan penyelenggara. Jadi harga standar, misalnya Rp 250.000 per TKI, tapi oleh lembaga uji klinik diturunkan hanya untuk mendapat konsumen TKI.
Akhirnya TKI menjadi korban. TKI yang kurang sehat dijadikan sehat. Setelah diperiksa beneran, dia sakit. Selanjutnya ini jadi beban: kalau dipulangkan jadi beban pemerintah, jadi masalah. Terkait ini saya terapkan sistem online di mana lembaga tidak bisa banting harga, dan standar harus dipenuhi.
Selain itu, pembenahan apa yang BNP2 TKI lakukan?
Kita juga mengupayakan kenaikan upah TKI. Selama ini upah atau gaji TKI tidak pernah naik. Kemarin saya ke Singapura dalam rangka itu. Gaji pun naik dari 280 dolar Singapura menjadi 350 dolar Singapura.
Hingga saat ini pemerintah belum pernah menetapkan kenaikan upah bagi TKI sehingga dibiarkan mengikuti mekanisme pasar. Itulah yang menjadi masalah. Untuk itu saya sudah bicara dengan agen tenaga kerja setempat, dan ternyata tidak masalah untuk menetapkan upah. Tenaga kerja Filipina saja upahnya 450 dolar AS di Singapura, sedangkan upah TKI cuma setengahnya, selama ini.
Dan untuk Arab Saudi sekarang sedang diproses dari 600 real menjadi 800 real per bulan. Kita sudah sosialisasi dan diinformasikan dengan pihak terkait. Ini juga tidak ada masalah dan saya sudah survei. Intinya, kenaikan upah juga mengurangi pasar gelap tenaga kerja, di mana upah TKI yang bekerja melalui pasar gelap bisa mencapai 1.000-1.100 real per bulan. Jadi banyak TKI secara ilegal pindah majikan.
Di dalam negeri, kita sekarang juga sedang menertibkan balai latihan kerja (BLK), karena saat ini banyak BLK yang asal-asalan, tapi masih diizinkan operasi. Saya akan buat peringkat dan standardisasi serta menerapkan sistem black list. Misalnya ke PJTKI, kalau tidak benar melatih dan menempatkan TKI, maka perusahaan itu kita black list dan tidak boleh kirim TKI ke luar negeri lagi.
Di Hong Kong, misalnya, selama ini banyak majikan yang memberi gaji TKI di bawah standar upah (underpaid) dan ini sudah terjadi bertahun-tahun. Kita sudah masukan perusahaan itu dalam black list.
Pembenahan-pembenahan tersebut apakah sudah berjalan?
Dalam proses pembenahan pasti ada resistensi atau penolakan-penolakan, karena ada orang-orang yang tidak senang. Mungkin karena mengganggu kerjanya. Tapi pembenahan yang dilakukan BNP2 TKI tujuannya benar, dan kita punya waktu. Ini kita lakukan karena semakin banyak berita tentang TKI yang bermasalah, sehingga dikhawatirkan banyak orang Indonesia yang nantinya tidak mau jadi TKI. Orang juga jadi enggan berbisnis di sektor pengerahan TKI.
Orang malas berbisnis di sektor ini karena disangka jual-jual orang. Padahal banyak PJTKI yang baik. Tapi, kalau banyak dihujat oleh masyarakat, media, bahkan pemerintah, maka tidak ada iklim yang baik buat bisnis penempatan TKI ke luar negeri.
Mungkin pembenahan ini akan menimbulkan stagnasi pengiriman TKI untuk sementara. Tapi kalau semua sudah berjalan baik dan benar, sejak proses perekrutan hingga perlindungan, maka pengiriman TKI akan meningkat tajam.
Perlindungan TKI di luar negeri seperti apa?
Kita akan terapkan kewajiban bagi pengguna TKI untuk mengasuransikan TKI-nya di negaranya masing-masing. Ini karena asuransi yang ada di sini tidak efektif. Para TKI sudah bayar 400.000 per orang, tapi tidak berjalan efektif. Uang premi entah ke mana larinya dan tidak untuk membela TKI. Padahal uang yang terkumpul selama setahun lebih ini sudah ratusan miliar.
Jadi, kalau asuransi tidak mengikuti aturan yang disepakati, maka tidak boleh melayani TKI. Selama ini asuransi mengumpulkan uang premi enak aja, kok. Tapi kalau mengurus klaim, kita seperti kayak pengemis.
Jadi, kita dorong pengguna untuk mengasuransikan TKI-nya. Di beberapa negara ini sudah diatur. Seperti Singapura, Taiwan, Malaysia, dan Korea, semua TKI diasuransikan. Jadi sebenarnya tidak perlu lagi asuransi di dalam negeri. Kalau memang perlu, paling yang pra dan purna penempatan. Sekarang dari premi Rp 400.000 itu Rp 50.000 untuk pra dan Rp 50.000 untuk purna. Jadi yang Rp 300.000 mestinya bisa digunakan selama penempatan di luar negeri.
Oleh karena itu, asuransi harus membuat jaringan di luar negeri, misalnya buat kantor cabang. Tapi sampai sekarang tidak ada asuransi yang punya perwakilan, kantor cabang atau kerja sama di luar negeri. Tidak ada asuransi di KBRI-KBRI. Saya sudah tanya di perwakilan-perwakilan Indonesia. Seharusnya uang bisa digunakan di luar negeri, dan buka kantor. Tapi saya tidak tahu uangnya itu dikemanakan.
Sekarang ini klaim asuransi masih di bawah 5 persen. Asuransi saat ini sudah melayani 1 juta TKI. Jika dikalikan 400.000, sudah 400 miliar. Sedangkan klaimnya sementara di bawah 5 persen.
Jadi saya minta asuransi turuti persyaratan yang ada, yakni buka kantor di negara penempatan, misalnya. Kalau tidak, maka saya tegaskan tidak boleh melayani TKI. Semua harus ikuti peraturan.
Masalah lain?
Saya juga membenahi Terminal III TKI di Bandara Soekarno-Hatta, di mana saya akan buat sistem dan manajemen yang baru serta model baru di tempat pemulangan TKI tersebut. Konsep manajemen baru, dan bahkan seragam pegawai juga baru. Pada 17 Juni 2007 nanti saya kumpulkan seluruh stakeholders.
Jadi, dengan konsep manajemen baru ini, kalau ada pelanggaran tidak akan ada toleransi lagi. Kita tetapkan biaya, pengawasan, dan operasional di Terminal III. Maka kalau ada yang melanggar, kami tidak mau tahu harus diberikan sanksi. TKI jangan dibebani lagi biaya-biaya yang tidak jelas ketika dia hendak pulang ke kampungnya.
Jadi, intinya banyak permasalahan pada proses penempatan dan perlindungan TKI. Tapi kami memang perlu waktu untuk membenahi masalah dan saat ini kita sudah melakukan inventarisasi masalah. Masalah TKI kita benahi secara bertahap dan yang penting kita tegakkan aturan yang ada.***

Sumber : Suara Karya Online 09-06-07

Deportasi TKI Ditunda

JAKARTA, (PR).-Pemerintah Arab Saudi memperlunak sikapnya terhadap para tenaga kerja Indonesia (TKI) ilegal, termasuk eks jemaah umrah. Rencana mendeportasi 40.000 TKI pun, ditunda sampai batas waktu yang belum ditentukan. Hal itu dikemukakan Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) M. Jumhur Hidayat, saat dihubungi "PR" melalui telefon seluler, Minggu (3/6) di Jakarta.
Jumhur mengatakan, sikap bijak pemerintah Arab Saudi ini perlu disikapi pihak pemerintah Indonesia, dengan menertibkan WNI yang secara ilegal mencari nafkah di Arab Saudi.
Menurut dia, Departemen Agama (Depag) perlu ikut proaktif bertindak dengan menertibkan para eks jemaah umrah maupun biro perjalanan yang jemaahnya menyalahgunakan visa umrah untuk bekerja.
"Orang-orang yang melakukan umrah harus ditekankan bahwa kepergiannya ke Mekah hanya bermodal visa ibadah, bukan untuk bekerja. Kemudian, setiap jemaah umrah disyaratkan mengantongi tiket pergi-pulang," tuturnya.
Menurut Jumhur, bagi biro perjalanan umrah yang membiarkan jemaah mereka bekerja di Arab Saudi selepas umrah, Depag sebaiknya menindak biro perjalanan tersebut.
Dia mengatakan, jemaah umrah yang menyalahgunakan kesempatan ibadah untuk bekerja jumlahnya sangat banyak.
"Saya belum memiliki data secara lengkap. Tetapi, dari informasi yang saya peroleh, eks jemaah umrah yang bekerja sangat banyak," tuturnya.
Sebagaimana disampaikan Deputi Perlindungan BNP2TKI Mardjono, kira-kira 40.000 TKI terancam deportasi oleh pemerintah Arab Saudi. Sebab, keberadaan mereka dianggap ilegal. Bahkan, diperkirakan separuh dari pekerja ilegal di sana adalah mantan jemaah umrah (“PR” 3/6).
Jumhur mengatakan, hasil pembicaraan antara Kedubes Indonesia di Arab Saudi dengan pemerintah setempat, sangat menggembirakan bagi TKI. "Pemerintah Saudi dengan sukarela, bersedia menunda pemulangan para pekerja ilegal maupun pekerja yang kedaluwarsa izin tinggalnya," tuturnya.
Selain didasari alasan kemanusiaan, kata dia, pemerintah Arab Saudi juga memperhitungkan dampak pengusiran TKI dalam jumlah besar. "Bagaimanapun, mereka dianggap berjasa dalam membantu meringankan beban kerja penduduk Arab Saudi," ujarnya.
Selain itu, bila pemulangan tenaga kerja dalam jumlah sangat besar, bagi pemerintah Arab Saudi akan membebani anggaran negara mereka. "Sesuai ketentuan internasional, pemulangan tenaga kerja ilegal biayanya ditanggung oleh pemerintah yang bersangkutan. Oleh karena itu, pemulangan TKI dalam jumlah besar harus direncanakan secara matang dengan mempertimbangkan berbagai aspek," ujar Jumhur.
Dengan dibatalkannya deportasi, kata Jumhur, pemerintah Indonesia bukan berarti lepas dari masalah. "Kita telah sepakat untuk membahas secara lebih lanjut kasus ini."
Adapun masalah yang dibahas menyangkut nasib pekerja legal yang masa tinggalnya kedaluwarsa, kemudian pekerja ilegal yang masuk lewat jalur visa umrah. Bagi pekerja legal yang kedaluwarsa, akan diusulkan pendataan dan proses melengkapi persyaratan perpanjangan visa kerja.
Sedangkan pekerja ilegal dari eks umrah maupun cara lain, dibahas peluangnya tetap bekerja di sana dengan cara pemutihan data. "Apabila pemutihan data tidak disetujui, para pekerja ilegal ini akan diupayakan deportasi secara bermartabat," tuturnya. (A-84)***

Sumber : Pikiran rakyat edisi 04-06-07

Mayoritas Persoalan TKI karena Salah Rekrutmen

SEMARANG - 80 Persen permasalahan yang dialami tenaga kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di luar negeri ditimbulkan dari kesalahan proses perekrutan, baik dari segi teknis maupun adminsitratif.Pemerintah dinilai perlu melakukan pengawasan yang lebih baik terhadap Penyalur Jasa TKI (PJTKI), serta memperhatikan perlindungan TKI di luar negeri.Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BN2PTKI), Moh Jumhur Hidayat menuturkan, jumlah TKI ilegal jumlahnya cukup besar, mencapai angka ribuan. TKI ilegal tersebut tidak dilengkapi dokumen-dokumen resmi karena disalurkan oleh PJTKI ilegal."Dengan menjadi TKI legal akan jauh lebih terlindungi dibandingkan TKI Ilegal. Penyalur jasa tenaga kerja ilegal termasuk tindakan human trafficking, itu sudah masuk wilayah hukum," ujarnya disela-sela acara Temu Wicara Dalam Rangka Menyukseskan Kebijakan Reformasi TKI di Gedung Bank Indonesia Semarang, Jalan Imam Bardjo, Semarang, Jawa Tengah, Rabu (6/6/2007).Jumhur mengakui pemerintah sudah mengeluarkan kebijakan yang memberikan sedikit angin segar kepada TKI dengan munculnya Instruksi Presiden RI Nomor 6 Tahun 2006 tentang Kebijakan Reformasi Sistem Penempatan dan Perlindungan TKI. Dengan adanya Inpres itu, jelasnya, proteksi terhadap TKI menjadi lebih baik. "Sekarang masing-masing penyalur kini sudah memiliki lawyer (pengacara) yang dapat memberikan pendampingan hukum kepada TKI yang terlibat masalah. Pemerintah juga telah menempatkan beberapa perwakilannya di luar negeri," tukasnya.Ia menambahkan, saat ini ada sekitar 370-an PJTKI di seluruh Indonesia. Namun yang sudah memiliki balai latihan kerja tidak mencapai setengahnya. Dari data yang disampaikan, untuk wilayah Jawa Tengah sebanyak 4561 TKI telah diberangkatkan selama periode Januari-April 2007, atau sekitar 32 persen dari jumlah TKI yang diberangkatkan pada tahun 2006 sebanyak 14.457 TKI.Sedangkan remitansi yang dihasilkan selama Januari-April 2007 mencapai Rp 118 miliar atau 13 persen dari remitansi selama 2006 sebesar Rp 930 miliar. Acara Temu Wicara tersebut dihadiri jajaran Muspida Provinsi Jateng, Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian RI, Dr Komara Djaja, Deputi Ekonomi Makro dan Keuangan Kementerian Koordinator Perekonomian, Dr Sahala Lumban Gaol serta Pemimpin Kantor Bank Indonesia Semarang, Amril Arief.Dalam acara itu disosialisasikan pula hasil kerja Pokja Pembiayaan TKI berupa Buku Panduan TKI dan standar polis pembiayaan TKI. (avie prasetya/trijaya/jri)

Sumber : Oke Zone Rabu, 06/06/2007 17:00 WIB

Kasus 25.000 TKI Ilegal di Timteng Sedang Diselesaikan

Kasus 25.000 TKI Ilegal di Timteng Sedang Diselesaikan

Semarang, Kompas - Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia atau BNP2TKI Moh Jumhur Hidayat menyatakan, saat ini terdapat sekitar 25.000 tenaga kerja Indonesia di kawasan Timur Tengah yang menghadapi masalah terkait status legalitas bekerja di negeri orang. Secara bertahap, proses penyelesaian status TKI itu masih dilakukan agar keberadaan mereka menjadi legal.
"Selama proses penyelesaian di negara yang bersangkutan bisa dilakukan, mereka tidak mesti dipulangkan lebih dulu. Mereka yang bermasalah itu biasanya akibat proses rekrutmen dan pengiriman dari awal yang salah dan ilegal," kata Jumhur Hidayat pada temu wicara reformasi TKI di Semarang, Rabu (6/6).
Jumhur Hidayat mengemukakan, problem yang dihadapi oleh TKI seluruhnya merupakan refleksi dari persoalan proses awal yang tidak benar, mulai dari pencarian calon TKI, pengiriman yang ilegal, hingga tidak adanya perlindungan di negara tujuan.
Di dalam negeri pembenahan dilakukan secara bertahap, sementara pembenahan di luar negeri lebih diutamakan memberikan layanan perlindungan, misalnya, di setiap perwakilan dan kedutaan Indonesia di negara-negara tujuan TKI telah disiapkan pengacara yang andal.
Di dalam negeri, lanjut Jumhur, pembenahan dilakukan terhadap lembaga pelatihan yang diselenggarakan oleh instansi tenaga kerja maupun perusahaan pengerah tenaga kerja. Ketentuannya, tiap TKI yang siap diberangkatkan harusnya telah menjalani pelatihan dan memperoleh sertifikat.
Jumhur menyebutkan, pada periode Januari-April 2007 sebanyak 186.730 TKI diberangkatkan ke luar negeri, atau 27 persen dari total pengiriman tahun 2006 sebanyak 680.000 TKI. (WHO)

Sumber KOMPAS CYBER MEDIA 07-06-07