Thursday, August 9, 2007

Menanggapi penyaranan beberapa pihak untuk menutup TKI Informal

Wednesday, August 8, 2007

BNP2TKI Naikkan Upah TKI di 8 Negara

Selasa, 07 Agustus 2007 14:11 WIBJAKARTA--MIOL: Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) berhasil menaikkan upah per bulan TKI di delapan negara.
"Di Singapura, kenaikan upah sudah diputuskan sejak sebulan lalu, dan saat ini sudah dijalankan. Sementara, di Saudi Arabia kenaikan upah diberlakukan 1 Agustus 2007, namun pihak kami memberikan tenggang waktu untuk sosialisasi," ujar Ketua BNP2TKI Moh Jumhur Hidayat di sela-sela acara Paparan Publik Capaian 100 Hari Kerja BNP2TKI, di Jakarta, Selasa (7/8).
Jumhur menjelaskan, upah TKI di Singapura telah dinaikkan dari SIN$280 menjadi SIN$350. Setelah sebulan berjalan, bidang pelayanan menyatakan sudah upah TKI telah dibayarkan SIN$350.
Di Arab Saudi, kenaikan upah dari 600RS per bulan menjadi 800RS per bulan diberlakukan terhitung 1 Agustus 2007.
Pemerintah RI akan mulai menjatuhkan sanksi jika setelah dua bulan pemberlakuan upah 800RS per bulan belum dilakukan. Kenaikan upah juga telah dilaksanakan di Uni Emirat Arab dari sebelumnya 600 dirham per bulan menjadi 800 dirham per bulan.
Selain itu, BNP2TKI juga mendorong kenaikan 30% pengupahan di lima negara Timur Tengah, yaitu Kuwait, Qatar, Oman, Jordania, dan Bahrain dari US$150 per bulan menjadi US$200 per bulan.
Namun, Jumhur mengakui selain menaikkan upah TKI, pihaknya juga mendorong penggunaan sistem perbankan untuk pembayaran upah TKI di luar negeri.
Jumhur menyatakan, pendapatan TKI di luar megeri resminya US$6,5 miliar. Namun, TKI justru lebih banyak mengirimkan uang ke tanah air dengan amplop melalui pos. Jumlahnya hingga mencapai US$9 miliar atau sekitar Rp80 triliun.
"Di kantor pos, banyak ditemukan amplop berisi mata uang dolar dan real dengan jumlah besar. Ataupun melalui jalur resmi misalnya dititipkan," tambah Jumhur.
Oleh karena itu, pembayaran gaji dengan sistem perbankan dinilai tepat untuk pendataan. Tujuan akhirnya adalah pemerintah mengetahui siapa saja yang melakukan pembayaran, sekaligus siapa agen TKI nya.
"Bunga tinggi dan banyaknya syarat yang diajukan perbankan memang menjadi bahan evaluasi. Namun, melalui sistem perbankan memungkinkan kami melakukan pengontrolan," ujarnya.
Tetapi Jumhur yakin sistem perbankan adalah salah satu aspek yang dapat mengurangi kerugian TKI tidak dibayarkan majikannya. Walaupun hingga kini belum banyak bank yang memiliki jaringan di dalam negeri.
Berdasarkan data BNP2TKI, penempatan TKI hingga Juni 2007 adalah 354.548 di 23 negara. Sebanyak 65.954 (18,32%) bekerja di sektor formal, sementara 288.594 atau (81,68%) bekerja di sekor informal. Jumlah penempatan tenaga kerja tersebut meningkat 1,71% jika dibandingkan Juni 2006 yaitu 348.573 orang. (CR-79/Ol-03)

BNP2TKI Naikkan Upah TKI di 8 Negara

Selasa, 07 Agustus 2007 14:11 WIB
JAKARTA--MIOL: Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) berhasil menaikkan upah per bulan TKI di delapan negara.
"Di Singapura, kenaikan upah sudah diputuskan sejak sebulan lalu, dan saat ini sudah dijalankan. Sementara, di Saudi Arabia kenaikan upah diberlakukan 1 Agustus 2007, namun pihak kami memberikan tenggang waktu untuk sosialisasi," ujar Ketua BNP2TKI Moh Jumhur Hidayat di sela-sela acara Paparan Publik Capaian 100 Hari Kerja BNP2TKI, di Jakarta, Selasa (7/8).
Jumhur menjelaskan, upah TKI di Singapura telah dinaikkan dari SIN$280 menjadi SIN$350. Setelah sebulan berjalan, bidang pelayanan menyatakan sudah upah TKI telah dibayarkan SIN$350.
Di Arab Saudi, kenaikan upah dari 600RS per bulan menjadi 800RS per bulan diberlakukan terhitung 1 Agustus 2007.
Pemerintah RI akan mulai menjatuhkan sanksi jika setelah dua bulan pemberlakuan upah 800RS per bulan belum dilakukan. Kenaikan upah juga telah dilaksanakan di Uni Emirat Arab dari sebelumnya 600 dirham per bulan menjadi 800 dirham per bulan.
Selain itu, BNP2TKI juga mendorong kenaikan 30% pengupahan di lima negara Timur Tengah, yaitu Kuwait, Qatar, Oman, Jordania, dan Bahrain dari US$150 per bulan menjadi US$200 per bulan.
Namun, Jumhur mengakui selain menaikkan upah TKI, pihaknya juga mendorong penggunaan sistem perbankan untuk pembayaran upah TKI di luar negeri.
Jumhur menyatakan, pendapatan TKI di luar megeri resminya US$6,5 miliar. Namun, TKI justru lebih banyak mengirimkan uang ke tanah air dengan amplop melalui pos. Jumlahnya hingga mencapai US$9 miliar atau sekitar Rp80 triliun.
"Di kantor pos, banyak ditemukan amplop berisi mata uang dolar dan real dengan jumlah besar. Ataupun melalui jalur resmi misalnya dititipkan," tambah Jumhur.
Oleh karena itu, pembayaran gaji dengan sistem perbankan dinilai tepat untuk pendataan. Tujuan akhirnya adalah pemerintah mengetahui siapa saja yang melakukan pembayaran, sekaligus siapa agen TKI nya.
"Bunga tinggi dan banyaknya syarat yang diajukan perbankan memang menjadi bahan evaluasi. Namun, melalui sistem perbankan memungkinkan kami melakukan pengontrolan," ujarnya.
Tetapi Jumhur yakin sistem perbankan adalah salah satu aspek yang dapat mengurangi kerugian TKI tidak dibayarkan majikannya. Walaupun hingga kini belum banyak bank yang memiliki jaringan di dalam negeri.
Berdasarkan data BNP2TKI, penempatan TKI hingga Juni 2007 adalah 354.548 di 23 negara. Sebanyak 65.954 (18,32%) bekerja di sektor formal, sementara 288.594 atau (81,68%) bekerja di sekor informal. Jumlah penempatan tenaga kerja tersebut meningkat 1,71% jika dibandingkan Juni 2006 yaitu 348.573 orang. (CR-79/Ol-03)

Pemerintah Diminta Setop Kirim TKI ke Arab Saudi

Selasa, 07 Agustus 2007 15:54 WIB
JAKARTA--MIOL: Pihak KJRI Riyadh meminta pemerintah mensetop pengiriman TKI ke Arab Saudi menyusul penganiayaan empat TKI asal Indonesia yang menewaskan dua orang pekan lalu.
"Mengenai masalah tewasnya dua orang TKI di Arab Saudi yang dianiaya majikannya pemerintah sudah memprotes keras. Bahkan, ada permintaan dari KJRI Riyadh untuk mensetop pengiriman TKI ke Arab Saudi," ujar Ketua Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Moh Jumhur Hidayat di sela-sela acara Paparan Publik Capaian 100 Hari Kerja BNP2TKI, di Jakarta, Selasa (7/8).
Jumhur menegaskan, kejadian tersebut adalah tindakan kriminal murni. Jumlah pelakunya sembilan orang dari satu keluarga, yang sudah ditahan karena menyebabkan dua orang tewas. Di Arab Saudi, jika terbukti pembunuhan dan tidak mendapat pengampunan, mereka bisa dihukum pancung.
Jika diampuni oleh pihak keluarga TKW minimal akan mendapatkan US$50 ribu atau sekitar Rp500 juta. Sementara TKI minimal US$100 ribu atau Rp1 miliar.
"Yang bisa dilakukan pemerintah RI adalah memastikan proses berjalan. Hingga saat ini, satu orang sudah korban sudah ada di shelter KBRI, satu orang di rumah sakit dan dua orang yang tewas akan dikirim ke tanah air," tambahnya.
Saat ditanya mengenai tingginya jumlah angka penganiayaan TKI di luar negeri, Jumhur menilai yang diumumkan di publik kasus penganiayaan. Kenyataannya, kasus penganiayaan bisa terjadi di mana saja.
Dalam ini pemerintah tidak memandang bulu untuk melindungi tenaga kerjanya. Tetapi yang bisa kita lakukan adalah mengurangi pengiriman tenaga keja di sana dan menghukum pelakunya saja.
Yang bisa pemerintah lakukan sekarang adalah mengurangi kemungkinan TKI dipancing melakukan kesalahan.
"Saat ini kami sedang memperbaiki mati-matian sistem penempatan tenaga kerja. Caranya adalah membuat pelatihan TKI yang baik, sehingga orang tidak mudah untuk memulai kekerasan," tuturnya. (CR-79/OL-06)

Dituduh Memiliki Sihir, Dua TKW Tewas Dianiaya Majikan

Jakarta, CyberNews. Empat orang tenaga kerja wanita (TKW) asal Indonesia dianiya oleh majikan mereka di Arab Saudi, dua orang diantaranya tewas. Majikan menuduh mereka melakukan sihir.
Atase Tenaga Kerja Kedutaan Besar RI di Riyadh, Arab Saudi, Sukamto Javaladi, ketika dihubungi, Selasa, menyebutkan keempatnya dianiaya oleh sembilan orang dari tiga keluarga majikan karena dituduh melakukan "sihir".
"Alasan menggunakan sihir itu adalah alasan dari majikan. Kebenarannya, kita tunggu hasil pemeriksaan nanti," kata Sukamto.
Dikatakannya, Siti Tarwiyah Binti Slamet, pemegang paspor Nomor AB 738697 dan Susmiyati binti Abdul Fulan tewas terbunuh akibat dianiaya oleh majikan.
Siti Tarwiyah bekerja pada Yahya Majeed Syagatir dan masuk ke Arab Saudi tanggal 1 November 2006, sedangkan Susmiyati, kelahiran Pati, 15 Mei 1979 dan bekerja di Saudi mulai 3 Januari 2007.
Dua lainnya yang menderita luka berat adalah Ruminih binti Surtim dan Tari binti Tarsim. Ruminih adalah pemegang paspor nomor AB 350558, bekerja pada Hammad Mubarak Syagatir, dan masuk ke Arab Saudi pada 29 Mei 2006.
Tari adalah pemegang paspor nomor AB 145535, bekerja pada Muhammad Abdullah Syagatir dan masuk ke Arab Saudi tanggal 05 April 2006.
Keduanya saat ini dirawat di Rumah Sakit Umum Aflaaj Distrik Layla Provinsi Riyadh.
Sukamto mengatakan informasi tewasnya dua orang penata laksana rumah tangga itu diperolah KBRI hari Minggu (5/8) dari seorang WNI bernama Tamsil Halimi yang berdomisili di Aflaaj, Distrik Layla, Provinsi Riyadh.
Berdasarkan informasi tersebut, KBRI melakukan konfirmasi ke Kantor Kepolisian Aflaaj. Dari polisi, KBRI mendapat informasi bahwa penganiayaan dilakukan oleh tiga keluarga yang mempekerjakan keempat WNI tersebut. Tim investigasi dari Kepolisian Aflaaj saat ini sedang melakukan penyidikan intensif. Sembilan orang tersangka pelaku penganiayaan telah ditangkap.
KBRI Riyadh telah melakukan pembicaraan via telepon dengan Tari binti Tarsim, yang masih dirawat di rumah sakit.
Tari mengatakan dia dan tiga orang temannya dianiaya oleh seluruh anggota majikan karena mereka dituduh melakukan sihir terhadap keluarga majikan.
Menurut Sukamto, Tari dipaksa mengakui perbuatannya namun ia dan tiga temannya menolak. Akibatnya seluruh anggota majikan memukul dan menganiaya keempat perempuan itu hingga Siti Tarwiyah dan Susianti Tewas.
Perusahaan pengerah penempatan TKI swasta (PPTKIS) yang mengirimkan empat TKW tersebut sudah diketahui, yakni PT Arya Duta Bersama (Tari binti Tarsim) dan PT Amri Margatama (Ruminih binti Surtim).
KBRI Riyadh akan mengoptimalkan peran penasihat hukum dan melakukan koordinasi dengan pihak terkait di Arab Saudi.
Kepala Badan Nasional Penempatan Perlindungan TKI M Jumhur Hidayat menyatakan sudah mendapat laporan tentang kasus itu dan ke-9 pelaku penganiayaan yang masih satu keluarga itu sudah ditangkap.( ant/cn09 )

Sidang Komisi Antidiskriminasi Rasial PBBMigrant Care Akan Persoalkan Kematian 2 TKI


Jakarta, CyberNews. Kabar menyesakkan kembali datang dari jazirah Timur Tengah. Dua pembantu rumah tangga asal Indonesia tewas dianiaya oleh anak majikan, dua PRT Indonesia lainnya luka parah dan harus dirawat di rumah sakit. Kabar itu datang sehari menjelang Ketua BNP2TKI M Jumhur Hidayat menggelar ekspos publik keberhasilan program 100 hari dari institusi yang dipimpinnya.
Executive Director Migrant Care, Anis Hidayah mengungkapkan peristiwa tragis penganiayaan dan penyiksaan empat PRT migran Indonesia oleh anak majikan Saudi Arabia. Akibatnya dua PRT meninggal dan dua lainnya luka-luka. "Hingga saat ini nama dua PRT yang meninggal belum diketahui identitasnya. Peristiwa ini jelas kontradiktif dengan klaim dari Pemerintah Indonesia bahwa sekarang telah on the track dalam reformasi penempatan dan perlindungan buruh migran Indonesia," ungkap Anis dalam paparan pers kepada Suara Merdeka CyberNews, Selasa (7/8).
Pukulan telak lain yang datang dari Saudi Arabia adalah penolakan sementara pengiriman PRT migran dari Indonesia. National Commitee for Recruitment (asosiasi agen perekrut tenaga kerja Saudi Arabia), menyerukan kepada Pemerintah Saudi Arabia untuk menolak mengeluarkan visa kepada PRT migran Indonesia setelah secara sepihak Pemerintah Indonesia menetapkan upah minimum 800 riyal per bulannya seperti ditulis Arab Bussiness, 26 Juli 2007. Sedang koran Arab News (31 Juli 2007) melaporkan, pemerintah Saudi Arabia menunda pengeluaran visa untuk 50.000 calon PRT migran Indonesia yang akan bekerja ke Saudi Arabia.
"Realitas tersebut merupakan tantangan berat untuk Pemerintah Indonesia yang telah menargetkan memperoleh devisa sebesar-besarnya dari kantong buruh migran Indonesia. Tak ada yang salah dengan kebijakan penentuan upah minimum bagi buruh migran Indonesia, namun demikian kebijakan tersebut hendaklah bukan kebijakan unilateral (sepihak) tetapi merupakan bagian yang tak terpisahkan dari diplomasi perlindungan buruh migran Indonesia," tandas Anis.
"Respons negatif dari Saudi Arabia yang resisten terhadap kebijakan sepihak penetapan upah minimum bagi PRT migran Indonesia di Saudi Arabia hendaklah menjadi pelajaran berharga bagi diplomasi perlindungan buruh migran Indonesia," imbuhnya.
Berkaca dari tingginya angka kekerasan terhadap buruh migran Indonesia di Timur Tengah, khususnya Saudi Arabia, lanjut Anis, Migrant Care mendesak kepada Pemerintah Indonesia untuk mendesakkan adanya persetujuan bilateral untuk perlindungan buruh migran Indonesia.
"Pemerintah Indonesia harus berani menuntut Pemerintah Saudi Arabia sebagai anggota Dewan HAM PBB bertanggung jawab atas pelanggaran hak asasi terhadap buruh migran Indonesia."
Migrant Care diwakili Anis Hidayah mulai tanggal 8-14 Agustus 2007 akan membawa dan mempersoalkan kasus kekerasan terhadap buruh migran Indonesia di Saudi Arabia dalam mekanisme Dewan HAM PBB dan Sidang Sesi Ke-71 Komisi Penghapusan Diskriminasi Rasial (United Nations Committee on the Elimination of Racial Discrimination) di Jenewa.
"Secara khusus, Migrant Care juga akan mendesak kepada UN Special Rapporteur on the Human Rights of Migrants untuk segera melakukan investigasi meluasnya kasus kekerasan buruh migran Indonesia di Saudi Arabia," demikian Anis.( imam m djuki/cn05 )

Berharap Hujan Emas di Negeri Orang

22 Mei 2007 - 19:20 WIB
Fathiyah Wardah Alatas
Ingin memperbaiki nasib. Tapi derita yang didapat. Ada yang disiksa, banyak yang tertipu.Kini Ida Maulida hanya bisa meratapi nasib. Wajah dan dua telapak kakinya masih lebam karena pukulan. Luka bekas sundutan besi panas juga menganga di kedua lengannya. Kepalanya pun kini dihiasi sejumlah jahitan. Badannya kurus, tatapannya kosong. Jika mengingat kekejaman yang mendera, Ida tak mampu berbicara. Air matanya menetes mengabarkan segala nestapa. "Saya menyesal ke sana kalau tahu bakal disiksa," katanya saat ditemui Voice of Human Rights di Rumah Sakit Polri Kramat Jati, Jakarta Timur, Selasa pekan lalu. Mimpi buruk itu berawal ketika Ida bekerja sebagai pembantu di Arab Saudi. Tugasnya sehari-hari menyapu dan mengepel lantai. Sayangnya dia bekerja pada majikan yang ringan tangan. "Kalau salah dikit saja, dipukul pakai apa saja yang ia pegang," kata gadis berumur 17 tahun asal Pekalongan ini. Ida mengalamai siksaan itu sejak pekan-pekan pertama bekerja di Negeri Petrodolar itu. Ia tak tahan hidup dalam siksaan, tapi tak kuasa kabur dari "neraka" itu. "Aku cuma bisa menangis," katanya. Setiap kali habis menyiksa, majikan itu selalu mengobati luka Ida. Mereka juga selalu membayar gaji bulanan Ida 600 riyal, setara Rp 1,2 juta. Anak kedua dari lima bersaudara ini tidak betah bekerja di rumah majikannya. Ia terus merengek minta dipulangkan. Setelah hampir enam bulan bekerja, akhirnya Ida diizinkan Ida pulang ke tanah air. Dia dibelikan tiket pesawat pulang-pergi agar mau kembali. "Saya kapok, enggak mau balik lagi. Saya mau kerja di rumah saja," ujar Ida. Kini Ida sudah di tanah air. Tapi kantongnya kosong. Gaji dari majikannya harus diserahkan kepada calo yang mengirimnya ke Arab Saudi, PT Berkayu. Berdasarkan perjanjian dengan perusahaan yang berdomisili di Yogyakarta itu, Ida harus menyerahkan gajinya selama satu setengah tahun. Katanya, uang itu merupakan pengganti ongkos perjalanan dan pendidikan. Padahal enam bulan silam, Ida berangan-angan bekerja ke luar negeri agar bisa membantu ekonomi keluarganya. "Makan sehari-hari nggak cukup," katanya.Bapaknya, Marjuk, hanya bekerja serabutan. Kadang berdagang kecil-kecilan. Kadang menjadi buruh bangunan. Sedangkan ibunya hanya ibu tumah tangga. Ida meminta restu kepada ibunya untuk mengadu nasib. Tapi kini nasi sudah menjadi bubur. Marjuk menyesali nasib putrinya. "Saya nggak kuat nahan air mata, langsung ngocor saja. Mungkin dia dipulangin karena takut mati di sana," kata Marjuk. Beda lagi nasib Wati, 27 tahun, asal Plampang, Sumbawa, Nusa Tenggara Barat. Ia ditipu calo bernama Taslim dari Sumbawa juga. "Kalau di Saudi, kerja dua tahun dapat Rp 30 juta. Kerjanya enak, ringan," Wati menirukan rayuan Taslim. Ia pun dijanjikan berangkat paling lambat satu bulan setelah berada di penampungan di Jakarta. "Kalau sampai tiga bulan, uangmu aku kembalikan," ujar Wati mengutip bujukan sang calo. Awal Januari lalu Wati bersama 19 rekannya menuju Jakarta. Ia mendaftar melalui PT Anugerah Sumber Rejeki yang berkantor juga di daerahnya. Setiap orang harus membayar Rp 2 juta kepada Taslim. Setelah sepekan menunggu keberangkatan, belum juga ada kabar kapan mereka berangkat ke Arab Saudi. Taslim pun memindahkan Wati dan teman-temannya ke rumah kontrakan di kawasan Lubang Buaya, Jakarta Timur. Dua pekan tinggal di rumah kontrakan orang yang dipanggil Ibu Nur, Wati dan teman-temannya tak diizinkan keluar rumah. Bila ada polisi atau orang dari Depnaker datang mereka disembunyikan di kamar mandi. "Kalau mau keluar, kalian harus punya Rp 50 juta untuk ganti rugi," ancam Ibu Nur seperti ditirukan Wati. Selepas dari sana rumah Bu Nur, Wati dipindahkan ke PT Duta. Karena hampir dua minggu tak ada kabar, Wati menanyakan perihal keberangkatannya kepada pegawai perusahaan itu. Kata pegawai situ, nama Wati tak tercantum dalam daftar calon buruh migran. Ia hanya berstatus sebagai penumpang. Wati pun dioper ke PT Sapta Rejeki untuk dididik sambil mengurus dokumen keberangkatan. Prosesnya lebih dari dua bulan. Tempat baru ini tidak lebih baik. Sehari ia mendapat ransum dua kali saja, siang dan malam. Kalau mau minum, harus membeli air sendiri. Uang kiriman ibunya dari kampung tak pernah sampai ke tangannya. Semua dirampas oleh Taslim dan Ibu Nur. "Kalau haus aku minum air liur saja," katanya. Mandi pun hanya sekali dalam sehari. "Kalau nggak bangun jam tiga pagi, nggak bisa mandi. Nggak ada airnya. Aku pakai sabun teman. Kalau sore aku malu meminjamnya."Setelah terkatung-katung selama empat bulan Wati menghubungi suaminya di Sumbawa lewat telepon seluler temannya. Setelah dicek, ternyata PT Anugerah Sumber Rejeki yang memberangkatkannya ke Jakarta merupakan perusahaan bodong. Dia lalu menghubungi Serikat Buruh Migran Indonesia di Jakarta. Wati bisa lolos dari mimpi buruk itu. Pengalaman buruk itu membuat Wati mengubur cita-cita bekerja di luar negeri. "Aku nggak mau lagi. Lebih baik buka toko saja di kampung," katanya. Menurut Miftah, aktivis SBMI, kasus penganiayaan dan penipuan calon tenaga kerja terjadi karena perlindungan pemerintah amat lemah. Ia juga menyalahkan minimnya peran pemerintah dalam merekrut calon tenaga kerja. "Posisi tawar mereka lemah." Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia, Muhammad Jumhur Hidayat, mengakui banyaknya kekerasan yang dialami buruh migran karena proses penempatan kurang sempurna. "Kalau mereka harus dilatih selama 21 hari, ya dilatih selama 21 beneram, jangan hanya tiga hari. Kami sedang menertibkan," kata Jumhur.Siksaan membuat buruh migran tak hanya mengalami penderitaan fisik, tapi juga psikis. Menurut data International Organization for Migration (IOM), Maret 2005 hingga Juli 2006 terdapat 1.291 orang Indonesia yang bekerja di luar negeri. Dari jumlah tersebut 24% mengalami depresi, 22% mengalami gangguan mental, dan 19% sakit jiwa. (Fathiya Wardah Alatas/E2)

BNP2TKI Diminta Ganti Aturan Hukum Produk Depnakertrans[Ekonomi dan Keuangan]

BNP2TKI Diminta Ganti Aturan Hukum Produk DepnakertransJakarta, PelitaKalangan Perusahaan Pengerah TKI Swasta (PPTKIS) mendesak Kepala Badan Nasional Penempatan TKI (BNP2TKI) Jumhur Hidayat untuk mengganti aturan hukum yang dibuat Ditjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja Luar Negeri (PPTKLN) Depnakertrans dan Menakertrans yang selama ini menjadi acuan penempatan TKI.Fahmi Bachmid SH, pengacara Yunus M Yamanid, Koordinator Asosiasi PPTKIS, dalam suratnya kepada Jumhur dan ditebuskan ke Presiden RI, di Jakarta, Minggu (29/7), mengatakan dengan dibentuknya BNP2TKI, maka produk hukum Dirjen PPTKLN dan Depnakertrans tidak berlaku lagi.Dia mengacu pada UU No.39/2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Luar Negeri yang mengamanatkan dibentuknya BNP2TKI.Dengan dibentuknya badan baru itu, maka SK Menakertrans maupun SK Dirjen PPTKLN yang mengatur Pelayanan dan Penempatan TKI ke Luar Negeri seharusnya tidak boleh diberlakukan lagi. Sebagai gantinya BNP2TKI yang harus mengeluarkan petunjuk tertulis atau petunjuk pelaksanaan dalam Penempatan dan Perlindungan TKI.Dengan kata lain, seluruh aturan yang masih menggunakan atau mengacu pada surat keputusan (SK) Menakertrans RI atau SK Dirjen PPTKLN tentang Penempatan TKI setelah berlakunya UU No.39 tahun 2004 tidak diberlakukan lagi atau wajib diganti, katanya.Fahmi, atas nama kliennya, meminta Jumhur menjelaskan dasar hukum kewajiban menggunakan Sistem Komunikasi Tenaga Kerja Luar Negeri (Sisko TKLN) yang dikelola swasta (PT Anugrah) yang memungut biaya pada setiap penginputan data.Kebijakan itu tidak mempunyai dasar hukum, dan setiap pungutan yang tidak punya dasar hukum adalah pungutan liar, kata Fahmi.Ia juga meminta agar Jumhur membubarkan Lembaga Uji Kompetensi yang dibentuk berdasarkan surat keputusan (SK) Menakertrans/SK Dirjen PPTKLN yang sudah dibubarkan. Jika, tidak, akan ada penafsiran Bapak melindungi Pungutan Liar, ujar Fahmi.Dia menuntut agar Jumhur membubarkan Balai Latihan Kerja (BLK) atau dibuat Surat Keputusan BNP2TKI tentang tata cara BLK sesuai yang telah diatur oleh UU No.39 Tahun 2004.Fahmi menyebutkan saat ini terjadi praktik, seorang calon TKI bisa latihan dan lulus dari BLK dan uji kompetensi dalam waktu satu hari saja.Pengacara itu juga mendesak agar Jumhur membubarkan lembaga sertifikasi profesi (LSP) dan lembaga sertifikasi kompetensi (LSK) yang tidak mempunyai manfaat terhadap penempatan dan perlindungan TKI. Bagaimana mungkin orang buta huruf bisa lulus uji kompetensi, tandas Fahmi.Ia juga mendesak Jumhur membubarkan program pembekalan akhir pemberangkatan (PAP) atau kembalikan PAP pada balai latihan kerja masing-masing PPTKIS atau menyerahkan PAP pada Asosiasi PPTKIS sesuai SK BNP2TKI.

Asosiasi menentang biaya tambahan medical check up

JAKARTA: Enam asosiasi PPTKIS dan dua badan otonomi TKI menolak pungutan tambahan pemeriksaan kesehatan oleh asosiasi pemeriksa kesehatan (Gamka) yang dikaitkan dengan penerapan Sisko TKLN (Sistem Komputerisasi Terpadu Tenaga Kerja Luar Negeri).�Keenam PPTKIS (Perusahaan Penempatan TKI Swasta) itu adalah DPP Apjati (Asosiasi Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia), Himsataki (Himpunan Pengusaha Jasa Penempatan TKI), Idea (Indonesian Employment Agencies Association), Inesa (Indonesia Employment Association), Ajaspac (Asosiasi Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Asia Pasifik) P3TKI (Perhimpunan Pelaksana Penempatan TKI).� Dua Badan Otonomi yaitu Konsorsium Gotong Royong dan Badan Otonom Ikhlas (BO Ikhlas).Menurut Ketua Umum Himsataki Yunus M. Yamani, selama ini PPTKIS langsung membayar biaya pemeriksaan kesehatan calon TKI langsung kepada Sisko TKLN. Tetapi, katanya, sejak sepekan ini perusahaan jasa tenaga kerja diharuskan melakukan pemeriksaan kesehatan via Gamka berdasarkan keputusan BNP2TKI."Jika tidak membayar melalui Gamka, akses online PPTKIS ke Sisko TKLN langsung dikunci. Ini kan sangat merugikan perusahaan jasa penempatan tenaga kerja. Kami keberatan dan menolak itu karena harus membayar biaya sampai Rp250.000 per orang," katanya dalam pernyataan bersama terkait penolakan itu, kemarin.Dia menambahkan jika praktik pungutan tambahan itu dibiarkan, nantinya mereka akan menaikkan tarif biaya pemeriksaan seenaknya, bisa Rp500.000 per orang atau bahkan Rp1 juta per orang.Padahal, katanya, sebenarnya Gamka hanya penumpang yang tidak dibutuhkan sekali kehadirannya oleh PPTKIS.Dia menuding keputusan BNP2TKI itu hanya akan menyuburkan praktik monopoli dan memberikan kesempatan kelompok tertentu mendapat keuntungan dari proses pemeriksaan kesehatan calon TKI itu.Padahal, ujar Yunus, pelayanan Sisko TKLN seharusnya gratis sesuai dengan instruksi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono agar fasilitas pemerintah digunakan secara murah, aman, dan mudah.Oleh karena itu, dia meminta agar BNP2TKI menghentikan operasional Sisko TKLN karena hanya menguntungkan pihak lain dan menghambat proses penempatan TKI ke luar negeri.Sebaliknya, kata Ketua DPP Apjati Rusdi Basalama, BNP2TKI agar tetap melakukan pelayanan dalam format manual, sehingga proses penempatan tetap berjalan jika masalah Sisko TKLN tidak dapat dibenahi."Selama ini perusahaan jasa TKI dikenai biaya Rp10.000 per simpul di Sisko TKLN, misalnya, pada Balai Latihan Kerja, asuransi, Layak Uji Kerja, dan Proses Administrasi Pekerja, dan cek kesehatan. Tetapi, dengan ketentuan baru ini biaya mencapai Rp250.000 per orang," ungkapnya.Segera tuntaskanSementara itu, Kepala BNP2TKI Moh. Jumhur Hidayat berjanji segera mencarikan solusi dan menuntaskan masalah itu secepatnya agar tidak mengganggu proses dan kelancaran penempatan dan pengiriman TKI ke luar negeri."Kami dapat memahami keberatan PPTKIS itu. Kami sedang berpikir atasi masalah pungutan itu karena memang pada dasarnya ada aturan resmi dari Dirjen TPKLN Depnakertrans dan perusahaan yang mengembangkan akses Sisko TKLN itu," ungkapnya.Dia menjelaskan penghapusan pungutan itu akan dilakukan dengan cara negosiasi ulang dengan PT Anugerah selaku perusahaan pengelola Sisko TKLN atau menunggu sampai kontrak selesai akhir 2008.Halomoan Hutapea, Ketua Bidang Hukum DPP Ajaspac, menegaskan pungutan tambahan biaya periksa kesehatan itu merupakan bentuk pemerasan kepada TKI sehingga sangat merugikan TKI.Selain itu, katanya, pungutan tersebut merupakan praktik mafia yang terorganisasi. Padahal, katanya, sistem komputerisasi itu diamanatkan dalam UU No. 39/ 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di luar negeri untuk melakukan proteksi.Menurut dia, jika pemerintah (BNP 2TKI) tidak segera menuntaskan masalah itu berarti melanggar konvensi No. 88 ILO (Organisasi Buruh Dunia) yang telah diratifikasi Pemerintah Indonesia.Konvensi itu menetapkan bahwa pemerintah dilarang melakukan pungutan untuk kepentingan pekerja. (bambang. supriyanto@bisnis.co.id)

Lagi-lagi SISKO TKLN

Jum’at, 15 Juni 2007 NasionalSistem Online Pendaftaran TKI DitentangSetiap proses input data dikenai biaya Rp 60 ribu.Jakarta -- Sejumlah perusahaan jasa pengiriman tenaga kerja Indonesia (TKI) menentang pemberlakuan sistem komunikasi tenaga kerja luar negeri (Sisko TKLN) karena setiap proses input data dikenai biaya Rp 60 ribu."Padahal data yang dimasukkan setiap simpul proses tidak berbeda. Ini sangat merugikan TKI," kata Ketua Himpunan Pengusaha Jasa TKI (Himsataki) Yunus M. Yamani dalam jumpa pers di Jakarta kemarin.Sejumlah perusahaan jasa penempatan tenaga kerja Indonesia, yaitu Apjati, Himsataki, IDEA, INESA, P3TKI, Konsorsium Gotong Royong, Badan Otonom Ikhlas, dan Ajaspac, turut hadir menyatakan penolakan mereka.Menurut Yunus, sejak sistem komputerisasi itu diberlakukan pada 2002, pemerintah sudah menganggarkan Rp 6 miliar untuk mendukung operasionalisasi. "Tapi kenapa TKI masih dipungut juga? Dananya lenyap ke mana?" ujarnya. Ia menilai kebijakan pemerintah bekerja sama dengan pihak swasta (PT Anugerah) menjalankan BOT (build, operate, transfer) tidak tepat.Rusjdi Basalamah, Ketua Asosiasi Perusahaan Jasa TKI, mengatakan melalui sistem itu tiap pekerja harus memasukkan datanya ke Sisko TKLN. Dalam sistem itu, ada enam proses input data yang harus dilalui sejak di perusahaan pelaksana penempatan tenaga kerja Indonesia swasta, balai latihan kerja, pemeriksaan kesehatan, sertifikat layak uji kompetensi, sampai pembekalan akhir pemberangkatan dan asuransi.Dalam setiap proses dipungut Rp 10 ribu hanya untuk memasukkan data tenaga kerja, sehingga totalnya menjadi Rp 60 ribu, belum termasuk pajak 10 persen. "Bila setiap bulan 40 ribu TKI dikirim ke luar negeri, berapa dana yang dikumpulkan?" kaya Rusjdi.Jika pekerja tak membayar, pemerintah akan mengunci proses rekomendasi paspor dan tidak akan melayani pengajuan rekomendasi pembuatan paspor. Untuk itu, Asosiasi meminta Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI) menghapus berbagai pungutan atas nama sistem yang dibangun sebagai fasilitas milik pemerintah.Asosiasi menuntut operasionalisasi Sisko TKLN dihentikan karena lebih menguntungkan pihak swasta tapi menghambat proses penempatan tenaga kerja. Selanjutnya, pelayanan kembali dilakukan dalam format manual.Asosiasi juga menentang kebijakan yang baru diberlakukan BNP2TKI mulai pekan lalu bahwa input data pemeriksaan kesehatan tenaga kerja harus melalui Gabungan Asosiasi Medikal.Ditemui terpisah, Ketua BNP2TKI Jumhur Hidayat mengakui keluhan asosiasi itu masuk akal. Namun, kata dia, kontrak dengan perusahaan swasta yang melakukan BOT, yaitu PT Anugerah, baru akan berakhir pada 2008."Itu sangat bisa dipahami. Sebaiknya sistem online tersebut menjadi fasilitas publik yang gratis. Kami sedang berpikir agar pungutan ini bisa dihilangkan," ujarnya.Menurut Jumhur, sejak sistem online diberlakukan empat tahun lalu, uang tersebut dikelola oleh PT Anugerah untuk menjalankan BOT. "Setelah itu, baru disetor ke pemerintah," katanya. NININ DAMAYANTI