Friday, October 26, 2007

BNP2TKI Bentuk Lembaga Monitoring

Rabu, 10/10/2007 17:21 WIB

Lutfi Dwi P. - Okezone

JAKARTA - Banyaknya kasus yang menimpa para Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Malaysia membuat BNP2TKI harus bersikap tegas. Lembaga pengiriman TKI itupun akan membentuk lembaga monitoring untuk memonitor para majikan dan TKI di Malaysia.

"Saat ini BNP2TKI sedang melakukan negosisasi dengan Malaysia," kata Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan (BNP2) TKI, Jumhur Hidayat usai menemui Wakil Presiden Jusuf Kalla di Istana Wapres, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta, Rabu (10/10/2007).

Menurut Jumhur, nanti lembaga ini bekerja untuk melakukan pemeriksaan dengan cara menelpon sekira 500-600 majikan di Malaysia.

"Apabila melakukan pengecekan terhadap TKI dan majikan ternyata baik, maka akan dilanjutkan. Tapi apabila ada kesenjangan budaya atau komunikasi kami akan melakukan home visit," jelasnya.

Jumhur menegaskan, jika nanti dalam pninjauan diketahui terdapat tindakan kekerasan, maka lembaga monitoring akan menyelamatkan TKI. "polisi setempat akan mengambil TKI dan ditempatkan di shelter untuk diambil tindakan hukum kepada majikan," tandasnya. (ahm

Thursday, October 11, 2007

Penyiksa TKI Harus Dihukum Berat

Jakarta | Senin, 01 Okt 2007

Pemerintah RI melalui Departemen Luar Negeri (Deplu) mendesak aparat penegak hukum Arab Saudi untuk menjalankan sanksi hukum terhadap majikan yang telah melakukan penyiksaan hingga meninggal dunia terhadap dua Tenaga Kerja Indonesia (TKI), Siti Tarwiyah binti Slamet Dimyati (31) dan Susmiyati binti Mad Rabu (28). Untuk mengawal misi tersebut, Deplu telah menyiapkan pengacara dan melakukan koordinasi dengan Konsulat dan KBRI di Riyadh Arab Saudi.
"Kami juga telah menemui Gubernur Riyadh Pangeran Salman dan beliau positif akan menindaklanjuti keinginan Indonesia untuk menindaklanjutinya melalui proses hukum," ujar Direktur Perlindungan WNI, Deplu, Teguh Wardoyo kepada Jurnal Nasional (29/9).

Sejauh ini, pemerintah Arab Saudi menurut Teguh cukup kooperatif bekerjasama dengan Indonesia terutama masalah pemulangan kedua jenazah. Selain itu, Arab juga berkomitmen segera memulangkan kedua TKI lainnya yang masih hidup untuk segera dipulangkan ke tanah air.

Reaksi keras juga datang dari Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Mohammad Jumhur Hidayat. Ia bahkan lebih berani mengatakan untuk keluarga Susmiyati, agar tidak perlu memaafkan majikan Susmiyati. Hal tersebut bertujuan agar majikan Susmiyati di Arab Saudi mendapat hukuman yang setimpal. "Jangan mau bila dikasih uang empat-limaratus juta, minta seratus milyar biar kapok," ujar Jumhur.

Disinggung pernyataan Jumhur, Teguh enggan berkomentar lebih jauh. "Dalam hal ini pemerintah hanya memfasilitasi dan menuntut sesuai hukum yang berlaku tak erkecuali terhadap seluruh WNi di dunia," ujarnya. Teguh hanya meyakini memang untuk tindak pidana yang mengakibatkan kematian seperti itu, Arab Saudi yang menerapkan hukum syariah dapat saja melakukan Qishos untuk pelaku pidana.

Siti Tarwiyah bekerja pada majikan bernama Yahya Madjid Al Syagatsrah di kawasan Al Mamlukah, sekitar 350 km dari Riyad, Arab Saudi, sejak pertengahan Oktober 2006 lalu. Sekitar sembilan bulan bekerja, hubungan komunikasi dengan majikan maupun keluarganya di Indonesia berjalan lancar bahkan pernah mengirim uang sebesar Rp5,7 juta. Walau begitu, sejak tiga bulan belakangan ini, komunikasi dengan korban tidak pernah terjadi hingga tanggal 8 Agustus 2007 lalu, keluarga mendapat kabar meninggal atas siksaan majikan.

Sedangkan Susmiyati bekerja pada majikan bernama Mubarak Hamad Al Syagain dan mulai melakukan aktifitas sebagai pembantu rumah tangga sejak awal Januari 2007.

Majikan kedua TKI yang meninggal juga berupaya melakukan "perayuan" terhadap Daryoto (32) yang merupakan suami dari Susmiyati dan Hamid (35) suami Siti Tarwiyah. Tindakan itu dilakukan agar mereka terhindar dari hukuman mati.

Kedua jenazah TKI Siti Tarwiyah dan Susmiyati tiba di Bandara Soekarno Hatta Cengkareng ke Tanah Air pada Sabtu (29/9) dengan menggunakan pesawat Saudi Arabia Airlines dengan nomor penerbangan SV-822 dari Riyad, Arab Saudi.

Sebelumnya Teguh Wardoyo di ruang tunggu khusus TKI di terminal II Bandara Internasional Soekarno-Hatta, mengatakan Dia mengatakan, pihak Deplu dengan koordinasi Depnakertrans dan pihak lainnya dianggap sudah maksimal dalam melakukan pemulangan jenazah, namun terlambat akibat adanya proses penyidikan polisi di Riyadh.

Saat bertemu dengan suami Susmiyati di Lounge TKI Bandara Sokearno-Hatta, Tangerang, Banten, Jumhur atas nama BNP2TKI juga menyerahkan uang duka. Keluarga Susmiyati mendapat santunan Rp60 juta. Jumlah tersebut meliputi asuransi, santunan dari BNP2TKI dan Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi. PT Alfindo Masbuana, jasa pengiriman TKI yang mengirim Susmiyati juga memberikan santunan

Suami Susmiyati, Daryoto menyerahkan proses hukum penganiayaan istrinya kepada pemerintah. Susmiyati, TKW asal Pati, Jawa Tengah tewas bulan lalu dianiaya anak majikannya. Setelah melalui pemeriksaan, jenazah Susmiyati akhirnya dipulangkan ke Indonesia.

Timur Arif Riyadi

Sumber : Jurnal Nasional

Akar Masalah Para TKI Nahas

Sumber : Suara Merdeka

Oleh : Yunus Moh Yamani
KEJADIAN-kejadian tragis yang menimpa empat TKI di Arab Saudi bukan baru kali pertama. Peristiwa itu hampir setiap tahun terjadi, karena sistem perlindungannya mirip pemadam kebakaran dan menimbulkan reaksi bermacam-macam.

Yang paling sering kita dengar adalah stop penempatan, dan itu selalu di utarakan para pejabat kalau sudah terdesak pertanyaan oleh para wartawan.

Menyimak berita yang dilansir media massa bahwa Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKT (BNP2TKI) akan menyetop penempatan TKI ke Arab Saudi, namun itu sulit terlaksana.

Pertama, hak untuk menyetop penempatan bukan menjadi hak BNP2TKI, tapi hak Depnakertrans RI. BNP2TKI hanya operator, pelaksana dan aturan mainnya di tentukan oleh Depnakertrans.

Kedua, menyetop penempatan tidak menyelesaikan permasalahan. Ketiga, Keputusan, komitmen Depnakertrans dan BNP2TKI sudah kalah. Ini selalu terjadi. Yang paling akhir tentang kenaikan gaji TKI khusus di Arab Saudi, BNP2TKI membuat surat edaran, gaji TKI di Arab Saudi dinaikkan dari 600 riyal menjadi 800 riyal mulai Agustus 2007.

Pada Juli Asosiasi PJTKA datang ke Indonesia bertemu dengan Kepala BNP2TKI dan meminta agar gaji dinaikkan tetapi diberlakukan tahun 2008, setelah berunding di sepakati gaji naik tetapi di mulai September 2007.

Pada akhir Juli 2007 rombongan Kepala BNP2TKI mengadakan kunjungan kerja ke Timur Tengah termasuk Arab Saudi.

Sewaktu di Arab Saudi, rombongan BNP2TKI bertemu lagi dengan Sanarcom (Asosiasi PJTKA) dan menyepakati gaji naik di mulai Oktober 2007.

Menurut kami, kita sudah kalah, seharusnya Kepala BNP2TKI tegas dan konsisten kalau sudah berani membuat surat edaran kenaikan gaji mulai bulan Agustus, harus dipegang dengan teguh. Dengan mengulur-ngulur waktu kesempatan emas telah hilang dan anehnya tidak ada surat edaran tentang penundaan berlakunya kenaikan gaji pada masyarakat PPTKIS.

Soal rencana penyetopan penempatan TKI ke Arab Saudi, itu tidak akan terjadi, di samping itu hak Depnakertrans, dan Kepala BNP2TKI sikapnya tidak tegas, contoh masalah gaji di atas, yang ketiga apakah setiap ada peristiwa, untuk mengatasinya harus menyetop penempatan ?

Akar Masalah

Pertama, TKI di dalam negeri yang akan bekerja di luar negeri harus di tata secara professional, karena 80% permasalahan TKI ada di dalam negeri.

Bagaimana tidak bermasalah kalau di Balai Latihan Kerja (BLK) seharusnya 21 hari bisa meloloskan hanya dalam satu hari. Lembaga sertifikasi profesi (LSP) dan lembaga sertifikasi kompetensi (LSK) bisa meloloskan puluhan TKI buta huruf, poliklinik pemeriksaan TKI izinnya dari luar negeri dan diberi hak istimewa oleh BNP2TKI untuk memonopoli system online ini kan aneh !!

Jangan lupa setiap calon TKI untuk memperloleh sertifikat LSP dan LSK harus merogoh kocek Rp 70.000/orang. Hitung saja berapa besar dana yang dihimpun kalau per tahun ada jutaan TKI yang berangkat ke luar negeri.

Dan banyak lagi yang mesti dibenahi, namun harus melibatkan para praktisi PPTKIS (Perusahaan Pengerah TKI swasta), dulu namanya Perusahaan Jasa TKI/PJTKI) yang membidangi masalah itu, sekarang ini yang di ajak berunding adalah orang-orang atau organisasi yang tidak terlibat langsung dalam penempatan TKI, maka kacau balau.

TKI yang bermasalah itu bukan hanya di Arab Saudi saja, tetapi di seluruh negara penempatan, bedanya ada LSM yang mengangkat permasalahan TKI di Arab Saudi atau Timur Tengah. Tapi kalau di Hong Kong, Singapura, Taiwan, Korea kayaknya adem ayem aja.

Bayangkan saja, di Singapura dalam 4 tahun terakhir 196 TKI mati, semua jatuh dari lantai atas gedung, saya tidak melihat ada LSM mengangkat masalah tersebut. Mereka tidak meminta agar penempatan TKI ke Singapura dihentikan? Ada apa ini semua?

Untuk bisa melindungi TKI di tempat kerjanya harus menggunakan sistem tepat guna sesuai adat budaya dan karakter negaranya, libatkan Asosiasi PPTKIS bukan sekadar konsorsium asuransi yang nota bene tidak punya kemampuan melindungi TKI.

Selama sistem ini tidak diubah jangan harap ada perlindungan TKI di tempat kerjanya(77)

- Penulis adalah Ketua Himpunan Pengusaha Penempatan TKI/HIMSATAKI

Per 1 Oktober, Gaji TKI Wajib Naik

Ahad, 23 September 2007 05:34
JAKARTA–Tampaknya, akan semakin banyak saja arus gelombang WNI untuk menjadi TKI di luar negeri. Itu setelah BNP2TKI (Badan Nasional Penempatan dan Pelindungan TKI) mewajibkan delapan negara penerima untuk menaikkan gaji kepada TKI sektor informal per 1 Oktober mendatang. ”Kenaikannya sekitar 33,3 persen di setiap negara,” ujar Moh Jumhur Hidayat, kepala BNP2TKI, kemarin.Menurut Jumhur, seharusnya kenaikan gaji di delapan negara yakni Singapura, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Kuwait, Qatar, Oman, Jordania, dan Bahrain itu harus berlaku sejak 1 Agustus. Namun, baru Singapura saja yang telah bersedia menaikkan standar gaji kepada para TKI. Dari standar gaji sebesar SGD 280 (Rp 1,7 juta), sejak Juli lalu, negara kota tersebut telah menaikkan gaji para TKI menjadi SGD 350 (Rp 2,31 juta).Di negara penerima TKI lainnya sampai saat ini masih belum memberikan respon terkait kenaikan gaji TKI. Di Arab Saudi misalnya, pemerintah setempat saat ini masih melakukan lobi atas persentase kenaikan gaji, dari 600 riyal (Rp 1,47 juta) menjadi 800 riyal (Rp 1,96 juta). Namun, BNP2TKI, menurut Jumhur, tidak akan menggubris permintaan tersebut.”Kami menolak, karena di Arab (Saudi) standar income penduduknya 3.000 sampai 4.000 riyal (Rp 7,35 juta- Rp 9,8 juta) , masak jumlah sebesar itu masih ditawar,” cetusnya. Lanjut Jumhur, kalaupun sejumlah negara sampai saat ini belum menaikkan, hal itu tidak menutup kemungkinan untuk tetap menaikkan standar gaji TKI. ”Law enforcementnya per 1 Oktober, itu sudah harus dipatuhi negara-negara itu,” tegasnya.Standar gaji TKI saat ini, menurut Jumhur, perlu untuk segera disesuaikan dengan kondisi terkini perkembangan setiap negara. Jika dirunut lebih jauh, gaji para TKI saat ini adalah standar gaji yang dipakai sejak 20 tahun lalu. “Faktor lain, kenaikan transportasi pengiriman, standar hidup, tentu jauh lebih tinggi dari 20 tahun lalu. makanya harus dinaikkan,” ujarnya.Jika dihitung dalam rupiah, rata-rata kenaikan gaji TKI di sektor informal adalah menjadi sekitar Rp 1,9 juta, dari gaji semula sekitar Rp 1,5 juta. Selain Singapura dan Malaysia, Uni Emirat Arab diharuskan menaikkan gaji TKI dari 600 dirham ( Rp 1,49 juta) menjadi 800 dirham (Rp 1,99 juta). Sementara Kuwait, Qatar, Oman, Jordania, dan Bahrain wajib menaikkan standar gaji TKI dari USD 150 (Rp 1,37 juta) menjadi USD 200 (Rp 1,83 juta). (bay)

Masih Banyak Negara yang Membutuhkan TKI

Kamis, 11 Oktober 2007 16:03 WIB


TEMPO Interaktif, Jakarta:

Deputi Perlindungan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Mardjono mengatakan Malaysia berhak mencari pembantu rumah tangga dari negara lain selain Indonesia. "Itu hak mereka, kita tidak pernah memaksa mereka menerima tenaga kerja Indonesia," ujarnya saat dihubungi Tempo hari ini, (11/10). Malaysia, lanjutnya, tanpa alasan apapun berhak membuat perjanjian atau mengambil tenaga kerja dari negara manapun. Indonesia, tambahnya, tidak terpengaruh dengan kebijakan tersebut. "Indonesia mengirim tenaga kerja berdasarkan order, jika tidak ada maka tidak dikirim," ujar Mardjono.. Sampai saat ini, katanya, BNP2TKI belum berencana membahas masalah tersebut. "Saya juga baru tahu. Lagipula bukan hanya Malaysia yang menerima TKI, masih banyak negara lain yang membutuhkan," jelas Mardjono. Karena kebutuhan akan pembantu rumah tangga terus meningkat, Malaysia bermaksud menyewa pembantu dari India, Nepal, Laos, dan Vietnam. Wakil Perdana Menteri Malaysia Datuk Seri Najib Tun Razak kemarin mengatakan bahwa perekrutan dari empat negara itu akan dilakukan setelah nota kesepahaman ditandatangani dengan negara bersangkutan. Saat itu ada 317.537 pembantu asing di negeri jiran itu dan mereka semua berasal dari Indonesia, Filipina, Thailand, Sri Lanka, dan Kamboja. Hingga 30 September lalu, kata Najib, ada 2.021.099 tenaga kerja asing di berbagai sektor, termasuk manufaktur (35,9 persen), perkebunan (17 persen), pembantu rumah tangga (15,8 persen), konstruksi (14,1 persen), industri jasa (9,5 persen), dan pertanian (7,7 persen). Negara-negara asal pekerja itu, antara lain, Indonesia (57,5 persen), Nepal (11 persen), Bangladesh (8,8 persen), danDeputi Perlindungan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Mardjono mengatakan Malaysia berhak mencari pembantu rumah tangga dari negara lain selain Indonesia. India (7 persen)Deputi Perlindungan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Mardjono mengatakan Malaysia berhak mencari pembantu rumah tangga dari negara lain selain Indonesia.

REH ATEMALEM SUSANTI

BNP2TKI Bentuk Lembaga Monitoring

Rabu, 10/10/2007 17:21 WIB

Lutfi Dwi P. - Okezone


JAKARTA - Banyaknya kasus yang menimpa para Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Malaysia membuat BNP2TKI harus bersikap tegas. Lembaga pengiriman TKI itupun akan membentuk lembaga monitoring untuk memonitor para majikan dan TKI di Malaysia."Saat ini BNP2TKI sedang melakukan negosisasi dengan Malaysia," kata Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan (BNP2) TKI, Jumhur Hidayat usai menemui Wakil Presiden Jusuf Kalla di Istana Wapres, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta, Rabu (10/10/2007).Menurut Jumhur, nanti lembaga ini bekerja untuk melakukan pemeriksaan dengan cara menelpon sekira 500-600 majikan di Malaysia. "Apabila melakukan pengecekan terhadap TKI dan majikan ternyata baik, maka akan dilanjutkan. Tapi apabila ada kesenjangan budaya atau komunikasi kami akan melakukan home visit," jelasnya.Jumhur menegaskan, jika nanti dalam pninjauan diketahui terdapat tindakan kekerasan, maka lembaga monitoring akan menyelamatkan TKI. "polisi setempat akan mengambil TKI dan ditempatkan di shelter untuk diambil tindakan hukum kepada majikan," tandasnya. (ahm)

KPK SAMPAIKAN BANYAK PELANGGARAN SP3TKI KEPADA MENAKERTRANS

(28 Agustus 2007) Jakarta, 28/8/2007 (Kominfo – Newsroom)

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyampaikan hasil kajiannya terhadap Sistem Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (SP3TKI) dan penemuan banyak pelanggaran yang terjadi kepada Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans) Erman Suparno. "Sebagai bagian dari pelaksanaan tugas monitor terhadap penyelenggara negara, KPK telah melakukan kajian terhadap SP3TKI khususnya untuk masa pra dan purna penempatan," kata Ketua KPK Taufiequrrahman Ruki didampingi Menakertrans serta Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI) usai mengadakan rapat diskusi di Gedung KPk Jakarta, Selasa (28/8). Ketua KPK mengatakan, dari hasil kajian terhadap SP3TKI dihasilkan sebanyak 11 temuan pokok diantaranya, banyak praktik suap dalam pengurusan dokumen calon TKI, belum adanya standar pelayanan baku yang mengatur tentang prosedur, persyaratan, biaya, dan waktu penyelesaian pelayanan. Pelayanan pengurusan dokumen calon TKI, kata Ruki, kurang profesional, meliputi tidak digunakannya sistem antrian, BP2TKI dan Disnaker Kabupaten/Kota umumnya tidak memiliki loket pelayanan (front office), terjadi kontak langsung antara pengguna jasa dan petugas/pejabat back office, tidak ada tanda terima berkas, serta informasi dan sarana pelayanan yang kurang memadai dan P3TKI juga belum didukung dengan sistem manajemen informasi yang memadai. Selanjutnya maraknya praktek percaloan dalam proses perekrutan calon TKI, belum adanya standarisasi biaya penempatan TKI dan pelatihan penempatan calon TKI, pengawasan terhadap lembaga penempatan yang juga kurang memadai serta belum adanya pemeriksaan substansi perjanjian penempatan dan perjanjian kerja. Selain itu, di terminal Bandara Soekarno Hatta belum dapat merealisasikan konsep awal tentang diperlukannya Terminal 3 sebagai bagian dari upaya perlindungan terhadap TKI yang tergambar dari kegiatan pemanduan kepada TKI yang pulang melalui terminal 3 belum dilakukan secara efektif, tidak ada petugas yang berjaga di counter pusat informasi, TKI sering dipaksa menukarkan valasnya dengan kurs yang lebih rendah daripada market rate, tarif angkutan darat yang disediakan juga jauh lebih mahal daripada tarif umum, dan tidak ada kejelasan mengenai waktu tunggu dalam proses kepulangan TKI. Kemudian masih kurang memadainya kualitas dan kuantitas Sumber Daya Manusia (SDM) di instansi yang bertanggung jawab dalam proses penempatan dan perlindungan TKI. Menurut ruki apa yang disampaikan tersebut, semata-mata untuk meningkatkan pelayanan publik sebagai gambaran dari penerapan good governance agar SP3TKI akan semakin baik dan merekomendasikan sejumlah perbaikan yang garis besarnya adalah peningkatan komitmen pimpinan kepada lembaga yang mengurusi TKI. Kajian tersebut juga untuk pembenahan sistem (reformasi birokrasi) meliputi manajemen SDM, bussiness process dan infrastrutur, dan anggaran serta peningkatan pengawasan dan penindakan (law inforcement). "Pendekatan-pendekatan kami adalah perbaikan sistem, karena ini kami mengaharpan adanya reformasi birokrasi di Departemen Tenaga Kerja," pinta Ruki. Menanggapi penyampaian kajian tersebut Menaker mengatakan, reformasi SP3TKI sudah dicanangkan melalui Instruksi oleh Presiden Soesilo bambang Yudhonyono (Inpres No 6 Tahun 2006) dalam rangka pelaksanaan pembenahan sistem. "Reformasi sistem sudah dicanangkan melalui Inpres dalam rangka pembenahan. namun demikian kami berterimaksih kepada KPK yang telah memonitoring pelayanan sistem di P3TKI," ujar Erman. Erman mengatakan, memang masih banyak hal-hal yang belum ditindaklanjuti dan di perbaiki seperti pengurusan dokumen, di balai BP2TKI, sistem keadministrasian dan pelaksanaan pengurusan domkumen calon TKI. Menurut Erman Depnaker telah melakukan salah satu upayanya memperbaiki hal itu diantaranya dengan melakukan desentralisasi pengurusan dokumen calon TKI yang melalui Inpres sudah dapat dilakukan didaerah daerah seperti pengurusan paspor, biaya paspor, dan dokumen lain agar dapat mengurus secara mudah dan murah, cepat dan aman. "Saat ini calon TKI dapat mengurus dokumen di daerahnya masing-masing supaya TKI-nya bisa cepat, mudah, murah, dan aman," ujar Erman. Pembenahan SP3TKI berdasarkan UU No 39 tahun 2004 dengan dibentuknya badan sesuai peraturan pemerintah No 81 dilanjutkan dengan Inpres, itu sebenarnya sudah jelas kata Erman. Namun memang didalam pelaksanaannya itulah yang dimonitor oleh KPK dan ditemukan sejumlah pelanggaran, termasuk suap kepada aparat yang melayani. (T.ww/toeb/b)

Perlindungan TKI Rentan

24 Juni 2007,Ketenagakerjaan, Suara Pembaruan

Oleh Fathullah

Tenaga kerja Indonesia (TKI) di luar negeri selama ini sering dijadikan objek perdagangan manusia. TKI mengalami kerja paksa, jadi korban kekerasan, pemerasan, kesewenang-wenangan, kejahatan atas harkat dan martabat manusia, serta perlakuan lain yang melanggar hak asasi manusia.Simak kasus yang baru saja dialami dua TKI kita di AS, Samirah dan Enung, yang menjadi korban penyiksaan majikan mereka Varsha Mahender (35) dan suaminya Murlidhar Sabhnani (51), sehingga terpaksa dirawat di Nassau University Medical Center di Long Island, New York. Sebelumnya, kasus serupa dialami salah seorang TKI wanita asal Medan, Martini (33). Belum lama ia terpaksa pulang dari tempat bekerjanya di Hong Kong ke kampung halamannya dalam keadaan menderita lumpuh.Peristiwa tragis juga dialami Rustini, TKI yang dikirim bekerja di Yordania. Karena tak kuat menghadapi tekanan stres, ia nekat terjun dari tempat penampungan.Tragedi yang tak kalah memprihatinkan juga dialami kurang lebih 400 TKI/TKW yang diperlakukan tidak manusiawi oleh majikan di Arab Saudi. Kini mereka tertahan di barak penampungan yang mirip penjara di Riyadh. Di antara korban TKI di Arab Saudi itu adalah Shinta Marlina Reza (20), TKI asal Cianjur, yang nasibnya terkatung-katung selama kurang lebih satu setengah tahun terakhir setelah disiksa oleh majikannya di Arab Saudi hingga cacat tangan kanan dan buta kedua matanya. Selain Shinta, ada juga Ratna binti Marzuki (40), TKW asal Sukabumi yang melarikan diri dari tempat penampungan dan mengungkapkan adanya kasus penyekapan TKI tersebut.Demikian pula yang kini dialami oleh 54 orang TKI yang menghadapi ancaman hukuman mati di Malaysia. Belum lagi kasus-kasus TKI yang terjadi pada saat ia pulang ke daerah asal. Dalam perjalanannya sering menghadapi berbagai permasalahan keamanan, di antaranya penipuan, pemerasan, pembiusan, dan bahkan sampai pada pencelakaan dirinya.Tidak BerfungsiDengan sederetan kasus yang terus terjadi itu memperlihatkan betapa lemahnya posisi dan perlindungan TKI di luar negeri. Pemerintah Indonesia yang menurut Pembukaan UUD 1945 berkewajiban melindungi setiap warga negaranya, termasuk TKI di luar negeri, sering tidak berfungsi optimal melindungi TKI, bahkan terkesan mengabaikan kewajiban dan tanggung jawab konstitusional tersebut.Dengan dibentuknya Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) berdasarkan Perpres No 81 Tahun 2006 yang diberi tugas untuk mengkoordinasikan dan mengintegrasikan penempatan dan perlindungan TKI, agaknya sedikit memberi harapan dan kejelasan, terutama dalam perlindungan TKI yang lebih baik dan lebih terjamin hak asasi dan martabatnya.Apakah lembaga BNP2TKI yang baru dibentuk ini dalam kenyataannya sesuai dengan yang diharapkan atau tidak, sepenuhnya bergantung pada lembaga itu sendiri dan dukungan semua pihak yang terkait, serta perangkat kebijakan yang memberi kewenangan lembaga tersebut.Berdasakan definisinya, perlindungan TKI menurut Undang-Undang No 39 Tahun 2004 adalah segala upaya untuk melindungi kepentingan calon TKI/TKI dalam mewujudkan terjaminnya pemenuhan hak-haknya sesuai dengan peraturan perundang-undangan, baik sebelum, selama, maupun sesudah bekerja. Sedangkan berkaitan dengan tugas perlindungan TKI yang khusus ditugaskan kepada BNP2TKI sebagaimana disebutkan dalam Perpres No 81 Tahun 2006 adalah mempunyai tugas merumuskan, mengkoordinasikan, melaksanakan dan mengawasi pelaksanaan kebijakan teknis perlindungan TKI yang meliputi standardisasi, sosialisasi dan pelaksanaan perlindungan mulai dari pra-pemberangkatan, selama penempatan, sampai dengan pemulangan.Beberapa CatatanBerdasarkan pengamatan yang dilakukan berbagai pihak, dalam hal ini penulis sendiri dari Tim CIDES mencatat beberapa permasalahan mendasar terkait dengan perlindungan TKI yang ada selama ini.Pertama, pemerintah melalui aparat terkait di luar negeri selama ini secara diplomatik belum siap untuk melindungi para TKI yang menghadapi permasalahan. Kekurangsiapan itu disebabkan terbatasnya keahlian dan keterampilan mereka untuk melakukan pembelaan hukum dan hak asasi manusia (HAM) yang dibutuhkan oleh para TKI tersebut. Pada umumnya para diplomat tidak menguasai sistem hukum dan HAM tentang perlindungan buruh, termasuk tata cara beracaranya yang berlaku di negara setempat.Contoh kasus, misalnya sistem hukum di Arab Saudi yang tidak mengakui HAM yang berlaku universal. Bahkan dalam pandangan dan tradisi mereka, para TKI/TKW kita di sana dianggap budak-budak belian, sehingga rawan terjadi perkosaan, pelecehan seksual, penganiayaan, dan pelanggaran HAM lainnya.Kedua, permasalahan mendasar lainnya dalam perlindungan TKI di luar negeri juga dihadapkan pada masalah kurang atau tidak adanya kedisiplinan dan pertanggungjawaban yang sungguh-sungguh dari aparat pemerintah yang bertugas di KBRI/KJRI untuk melindungi TKI di negara-negara tersebut. Bahkan berdasarkan informasi, keberadaan beberapa oknum aparat di KBRI/KJRI justru menjadi bagian dari permasalahan itu sendiri, sehingga menjadi kendala yang mempersulit upaya perlindungan TKI, karena mereka itu turut mengambil kesempatan dan keuntungan dari permasalahan TKI tersebut.Oknum itu terindikasi, misalnya menjadi calo-calo atau agency dari TKI yang menghadapi masalah habis masa kontrak kerja atau habis masa tinggalnya di negara tersebut, atau TKI yang terkena PHK, atau juga TKI yang karena terpaksa melarikan diri dari majikannya. Kemudian TKI yang berada di dalam kekuasaannya itu diperdagangkan kembali kepada pihak-pihak tertentu. Sebagai contoh dari beberapa informasi yang terungkap, khusus di negara-negara timur tengah seperti Arab Saudi, disinyalir oleh berbagai pihak sering terjadi kasus percaloan dan perdagangan gelap TKI/TKW. Oknum itu sama sekali tidak memedulikan tanggung jawabnya melindungi TKI/TKW, tapi malah bertindak seperti preman atau bagian dari mafia perdagangan gelap TKI/TKW.Ketiga, dilihat dari sisi pengguna TKI di luar negeri, selama ini mereka tidak merasa punya kewajiban melindungi TKI sesuai dengan aturan hukum dan HAM Indonesia. Mereka cenderung tidak peduli dengan apa pun kata peraturan hukum dan HAM yang berlaku di Indonesia. Satu-satunya cara untuk mengikat kepedulian mereka dan bisa dituntut secara hukum apabila dilanggar adalah dengan melakukan perjanjian tertulis (MoU), baik perjanjian antara Pemerintah negara Indonesia dan negara pengguna TKI (G to G), atau pemerintah Indonesia dengan pihak-pihak yang berkepentingan menggunakan jasa TKI.Di dalam Perpres No 81 Tahun 2006 berkaitan dengan tugas BNP2TKI hanya disebutkan dua jenis perjanjian tertulis, yaitu perjanjian antara Pemerintah Indonesia dan negara tujuan penempatan TKI atau pemerintah negara Indonesia dengan pengguna yang berbadan hukum di negara tujuan penempatan TKI. Sedangkan Inpres No 6 Tahun 2006, menyebutkan hanya satu jenis perjanjian yaitu perjanjian antara pemerintah negara Indonesia dengan negara penerima TKI.Dari kedua peraturan itu sama sekali tidak mempersyaratkan dibuatnya perjanjian yang lebih khusus dengan pihak pengguna langsung, seperti unit-unit rumah tangga untuk sektor TKI pembantu rumah tangga. Sebab, permasalahannya selama ini justru pada tingkat pengguna langsung TKI di tingkat rumah tangga inilah yang sering bermasalah. Ketiadaan persyaratan perjanjian secara langsung ini menyebabkan lemahnya posisi tawar dan perlindungan hak asasi TKI pembantu rumah tangga berhadapan dengan pihak majikannya.Sulit DilakukanKontrol pemerintah kedua negara yang membuat perjanjian, sulit dilakukan pada level rumah tangga ini. Apalagi di negara Arab Saudi yang menerapkan sistem kehidupan rumah tangganya sangat tertutup dari pantauan pihak luar, termasuk pemerintahnya, berpotensi besar terjadinya pelanggaran HAM TKI.Keempat, bermasalahnya perlindungan TKI di luar negeri juga disebabkan oleh karena faktor ketidaksiapan TKI itu sendiri yang pada umumnya terlalu dipaksakan untuk bekerja di luar negeri, terutama sebagai pembantu rumah tangga. Ketidaksiapan itu berkaitan dengan banyak hal, terutama terkait dengan ketidakmampuannya untuk memahami bahasa dan cara berkomunikasi di tempat kerja, juga ketidakmampuannya untuk memenuhi tuntutan kerja dan memahami cara bekerja yang sesuai dengan suasana di tempat kerja.Selain itu juga, ketidaksiapannya untuk memahami perlindungan hukum dan HAM yang berlaku di negara setempat, dan tidak memiliki akses informasi dan jaringan yang memadai untuk dapat melindungi dan membela hak asasinya di luar negeri.Kelima, selanjutnya masalah perlindungan asuransi bagi TKI yang bekerja di luar negeri, banyak mendapat masalah karena sistem perasuransian TKI yang ada di Indonesia selama ini sering tidak diakui di negara tempat TKI bekerja tersebut. Di samping, sering juga para TKI ditipu oleh para calo yang mengatasnamakan perantara ke perusahaan asuransi. Mereka ini sangat pandai sekali memanfaatkan keadaan dan mengambil kesempatan di tengah sempitnya waktu persiapan berangkat ke luar negeri. Biasanya modus operandinya dengan cara bekerja sama dengan orang dalam perusahaan PJTKI atau mengatasnamakan utusan dari perusahaan asuransi tertentu, dan sebagainya.Optimalkan Peran BNP2TKIDari beberapa catatan permasalahan yang dikemukakan di atas, berkaitan dengan keberadaan, peran dan tugas BNP2TKI yang sangat diharapkan mampu secara optimal untuk merespons dengan cepat dan tepat sasaran, sesuai dengan permasalahan yang dihadapi, maka dengan ini perlu ada rekomendasi.Pertama, perlu meningkatkan kemampuan dan keahlian berdiplomasi bagi para diplomat di Kedubes RI dan Konjen RI di luar negeri, khususnya di negara-negara penempatan atau yang selama ini menjadi tujuan TKI yang tergolong besar dan sering bermasalah. Para diplomat itu harus diisi atau dilengkapi oleh para aktivis dan profesional hukum dan HAM yang piawai, berpengalaman, mempunyai jaringan yang kuat dan dapat diterima, serta diakui di negara setempat, sehingga dapat optimal melakukan pembelaan TKI. Pada posisi inilah peran BNP2TKI yang memiliki kewenangan menempatkan personelnya di Kedutaan Besar RI (KBRI) atau di Konsulat Jenderal RI (KJRI) di negara-negara tersebut, perlu menempatkan personel yang mempunyai berkualitas dan terpercaya tersebut.Kedua, perlu peningkatan fungsi pengawasan kepada aparat yang bertugas melindungi TKI di luar negeri. Dalam upaya mengefektifkan upaya pengawasan tersebut harus segera dilakukan evaluasi menyeluruh dan menyeleksi ulang seluruh kinerja aparat pemerintah yang diberi tugas untuk melakukan perlindungan TKI di luar negeri. Peran BNP2TKI dalam masalah ini melakukan kajian dan evaluasi menyeluruh yang hasilnya direkomendasikan kepada presiden dan lembaga yang berwenang.Ketiga, BNP2TKI dalam upaya mengefektifkan perlindungan TKI, perlu segera mengusulkan untuk perluasan atau penambahan kewenangannya melakukan perjanjian tertulis yang lebih khusus, tidak saja hanya antara pemerintah negara dan pengguna TKI yang berbadan hukum, tapi juga secara langsung dengan para pengguna TKI pada level rumah tangga-rumah tangga, dan diberi kewenangan untuk melakukan pengawasan dan kontrol langsung terhadap pelaksanaan perjanjian tersebut.Keempat, BNP2TKI perlu mengoptimalkan program pemberdayaan calon TKI dan program pengurangan pengiriman TKI pada level pembantu rumah tangga secara signifikan dengan menaikkan jumlah pengiriman TKI yang terdidik dan profesional. Dalam mewujudkan program ini BNP2TKI perlu melakukan kerja sama dengan lembaga-lembaga yang berpengalaman dan mempunyai keahlian dalam program tersebut.Kelima, BNP2TKI perlu segera mengkaji, menata dan menyeleksi ulang sistem perasuransian TKI dan perusahaan-perusahaan yang selama ini menyelenggarakan asuransi TKI. Dalam menjalankan tugas ini, BNP2TKI perlu berkoordiansi dengan Depnakertran dan PJTKI/APJATI, serta lebih jauh perlu bekerja sama dan melibatkan perusahaan asuransi, para auditor asuransi, ahli hukum, dan ahli manajemen.Penulis adalah peneliti CIDES Indonesia

TKW MudikApa Pun yang Terjadi, Mudik Yok...

Perempuan itu duduk termenung di Lounge TKI Bandara Soekarno-Hatta. Sesekali ia menengok ke arah Bus Angkutan Khusus TKI. Wajahnya tampak resah. Rupanya, ia menantikan datangnya sopir bus yang akan mengangkut ke Terminal TKI.
Jumat kemarin, hingga pukul 14.00 WIB, tercatat 300 TKW tiba di Tanah Air. Sehari sebelumnya, TKW yang tiba di Bandara Soekarno-Hatta mencapai 1.362 orang.
Begitu tiba, TKW yang mendapat julukan pahlawan devisa ini harus menghadapi kenyataan membosankan dan menyedihkan.
Sari (34), salah seorang TKW yang baru tiba itu, harus menunggu Bus Angkutan Khusus TKI selama hampir tiga jam, sebelum bus itu berjalan ke Terminal TKI. Dari Terminal TKI inilah, mereka baru bisa berangkat menuju kampung halaman untuk bertemu anak dan keluarga dekat lainnya.
Namun, keluhan Sari belum usai. Pasalnya, para TKI tidak bisa keluar dari Terminal TKI itu bila tidak menggunakan bus agen perjalanan yang disediakan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI) untuk pulang sampai ke daerah asal masing-masing.
Seraya menggerutu, ia terpaksa merogoh dompet dan uang sebesar Rp 390.000 dikeluarkan untuk membayar angkutan yang akan mengantarkannya ke Cilacap. "Bayar lagi, bayar lagi, mahal lagi. Kalau jalan sendiri, kan, bisa jauh lebih murah," ujarnya.
Di papan pengumuman—di depan loket tiket perjalanan yang terletak di belakang loket pendataan TKI—terdapat daftar harga tiket. Di antaranya, untuk tujuan Jakarta Rp 125.000, Tangerang Rp 120.000, Yogyakarta Rp 430.000, Tegal Rp 370.000, Cilacap Rp 390.000, Surabaya Rp 465.000, Cianjur Rp 370.000, Depok-Bogor Rp 140.000, dan Palembang Rp 435.000.
Made, Koordinator Grup A BNP2TKI, mengatakan, harga itu tidak memberatkan TKI. "Daripada mereka ditarik-tarik calo," ujarnya.
Anggota Komisi IX dari Fraksi Partai Amanat Nasional, Rustam Effendi, mengatakan, tugas BNP2TKI adalah melakukan penempatan dan perlindungan TKI. Seharusnya tidak ada lagi biaya untuk mengantar TKI ke tempat tujuannya.
"TKI itu, waktu berangkat sudah dipungut Rp 400.000,-. Jadi, mereka tidak boleh dipungut lagi ketika pulang," ujarnya.
Rustam merasa gusar dengan adanya pungutan yang masih terus berlangsung terhadap TKI.
"Besok, (hari ini-Red) saya bersama dua atau tiga orang lainnya akan sidak," ujarnya.
Lebaran di Kampung
Setelah dua kali minta izin untuk mudik, akhirnya Sari diberikan waktu berlebaran di kampung. Majikannya memberikan bonus tiga kali gaji bulanan untuk dibawa pulang. Tiket pulang-pergi Jakarta-Singapura pun sudah dibelikan majikannya.
Bahkan, sejak tiga hari lalu, Sari sudah mengirim uang sebesar 2.000 dollar Singapura atau sekitar Rp 11.900.000,- untuk keluarganya. Rencananya, uang itu akan digunakannya untuk memperbaiki rumah di Cilacap.
Berbeda dengan Sari yang terbilang sukses mengadu nasib di negeri orang, nasib yang dialami Rani (24) buruk. Setelah bekerja selama dua tahun di Jeddah, Arab Saudi, ia terpaksa pulang dengan tangan hampa dan tidak diperpanjang kontrak kerjanya.
"Majikan saya mengada-ada, bilangnya kecewa dengan hasil kerja saya. Padahal saya sudah mengabdi selama dua tahun," ujarnya sambil berkaca-kaca.
Perempuan asal Kebumen ini mengeluhkan sistem penggajian yang diterapkan di tempatnya bekerja.
"Selama ini uangnya selalu ditahan mereka. Katanya, kalau mau pulang baru diberikan. Tetapi bila mereka tidak puas dengan kerja kita, ya uangnya diambil, katanya untuk bayar jaminan ke agennya," ujar Rani yang mengaku hanya dibekali 100 dollar Amerika untuk mudik ke Indonesia.
Meski mendapat perlakuan yang tidak menguntungkan Rani mengaku tidak akan berhenti mengadu nasib di negeri orang. "Mungkin yang sekarang enggak beruntung, tapi mungkin di tempat lain bisa lebih baik nasibnya," ujarnya penuh harap.
Mudik Selagi Sempat
Atun (34), Wati (29), Diah (21), Lisna (21), Ruli (21), dan Valent (26) adalah calon TKW yang akan diberangkatkan ke Taiwan. Mereka ditemui sedang menunggu kereta api di Stasiun Jatinegara.
Selama dua bulan terakhir, mereka tinggal di tempat penampungan dan pelatihan milik sebuah PJTKI di Serpong, Tangerang.
Mereka berkesempatan mudik karena belum ada jadwal keberangkatan mereka ke Taiwan.
"Senang bisa keluar dan pulang, biasanya sehari-hari di kamar," ujar Atun, calon TKW asal Purworejo yang sudah punya dua anak.
Mereka merasa beruntung daripada rekan-rekan mereka yang tak bisa mudik. "Berat ninggal teman-teman, ada yang nangis karena nggak punya uang buat mudik," ungkap Lisna.
Keenam calon TKW itu pun mengaku uang yang mereka gunakan untuk mudik berasal dari sisa kiriman orang tua. "Habis dari mana, di penampungan kan kita nggak digaji," tutur Atun.
Perempuan bertubuh subur itu menuturkan, kehidupan di penampungan tidak selalu buruk seperti yang selama ini diberitakan.
"Senang bisa kenal banyak orang dan sifatnya," terang Atun.
Namun, diakuinya aturan dan kedisiplinan di penampungan harus ditaati. Jika tidak, mereka akan dikeluarkan.
Di tempat penampungan, mereka tidak diperbolehkan berteriak dan tertawa keras-keras. "Kalau kedengaran suster bisa disiram air, ya tsunami deh," ujar Valent.
Sejak pukul 08.00 - 15.00, mereka harus belajar bahasa Mandarin. Selanjutnya, belajar keperawatan dan pekerjaan rumah tangga hingga pukul 17.00.
Mereka yang sudah mahir berbicara Mandarin akan ditawarkan kepada agen di Taiwan. Terkadang, agen Taiwan datang langsung ke PJTKI untuk memilih TKW yang sesuai dengan kualifikasi yang dibutuhkannya.
Atun, misalnya, sudah dua kali ditawari pekerjaan. Tawaran yang pertama didapatnya tanggal 25 September, untuk merawat perempuan lumpuh. Tetapi tawaran itu dibatalkan. Tanggal satu Oktober lalu, ditawari lagi untuk merawat seorang kakek.
Namun, hingga sekarang belum ada kepastian dari agen Taiwan mengenai tawaran kerja tersebut. "Ya sabar dulu, mungkin ada tawaran lagi yang cocok buat saya," tutur Atun.
Sekarang yang penting mudik dulu. Meski, kisah sedih TKW ketika pulang ke tanah air sering didengar, namun hal itu tak menyurutkan niat kerja di negeri orang.
(A15/A14)

Sumber : Kompas Cyber Media 06 Oktober 2007