Sunday, May 25, 2008

Gajah Vs Gajah, TKI Mati Ditengah

Gajah Vs Gajah, TKI Mati Ditengah
Perselisihan BNP2TKI dan Depnaker
Selasa 29 April 2008

Perselisihan ditubuh Partai politik bukan hal yang asing lagi bagi kita, tarik menarik antar kubu dan kepentingannya sudah jadi hal yang biasa, seperti yang sekarang sedang dialami oleh Partai Kebangkitan Bangsa. Para elitnya bertempur, merasa yang paling sah dan mendapat dukungan. Konstituen di akar rumput jadi bingung mana sebenarnya yang paling benar dan bisa mengakomodasi aspirasi mereka. Dari konflik partai, konstituen masih bisa memilih dan berpindah ke lain partai yang sesuai dengan keinginan mereka.

Tapi bayangkan bila konflik seperti itu terjadi pada Aparatus Negara yang bertugas untuk melayani rakyat. Saling tumpang tindih struktur dan kebijakan, saling menuding dan menyalahkan satu sama lain, saling mengklaim yang sebagai intitusi paling resmi dan sah, dan akhirnya rakyat banyak yang menjadi korban.

Ini terjadi di Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI). Keduanya instansi Pemerintah yang bertanggung jawab melayani, menempatkan dan melindungi Jutaan buruh migrant Indonesia (selanjutnya disingkat BMI) yang bekerja di luar Negeri dan mereka yang masih menggantung mimpi untuk memperbaiki nasib dengan bekerja di luar negeri. Kini kedua instansi tersebut justru ribut sendiri, yang di ributkan bukan soal yang prinsip bagi perlindungan BMI, tapi berebut jatah dari lahan subur pengelolaan penempatan BMI.

Sejak awal berdirinya BNP2TKI pada Maret 2007 silam aroma perseteruan dan persaingan antara BNP2TKI dengan Depnakertrans sudah tercium. Menteri tenaga kerja Erman Suparno bersikukuh bahwa tugas BNP2TKI hanya diwilayah teknis operasional penempatan dan perlindungan, sedang kawasan regulasi tetap dikuasai oleh Mentri. Tapi Kepala BNP2TKI punya pandangan lain, mereka yakin bahwa BNP2TKI punya wewenang untuk merumuskan dan membuat kebijakan sendiri.

Lalu perang aturan terjadi, saling membuat dan mencabut peraturan yang dibuat mereka sendiri. Mentri membuat Permen tentang Perlindungan da Penempatan TKI, lalu BNP2TKI juga mengeluarkan Peraturan kepala Badan nomor 28/KA.BNP2TKI/VII/ 2007. Kepala BNP2TKI membuat aturan tentang penempatan BMI ke Korea, Mentri mencabutnya. Pemberian skorsing kepada konsorsium Asuransi BMI, mentri melarangnya. Sampai urusan pengelolaan pemberangkatan dan kedatangan BMI pun mereka berebut, keduanya sama-sam merasa punya kuasa untuk menanganinya.

Belakangan konflik semakin memanas, dan BMI yang menjadi korban. Terungkapnya rencana pengiriman 18 Calon BMI perempuan dibawah umur yang diduga menjadi korban perdagangan manusia di Bandara Sukarno-Hatta beberapa waktu lalu, adalah akibat dari tumpang-tindih dan saling bertabrakannya kebijakan BNP2TKI dan Depnakertrans. Pihak Jasa Pengirim BMI merasa sah mendapat rekomendari dari Ditjen Binapenta Depnaker, tapi dilain pihak karena BNP2TKI tidak pernah memberikan rekomendasi maka itu dianggap illegal.

Sebelum adanya undang-undang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di luar negeri (PPTKLN), semua urusan yang berkenaan dengan penempatan dan perlindungan BMI di komandani oleh Depnakertrans dengan melibatkan banyak departemen didalamnya, antara lain departemen Luar Negeri, Imigrasi, Kepolisian dan departeman dalam Negeri. Pada tahun 2004 undang-undang 39 Tahun 2004 tentang PPTKLN disahkan. Salah satu poin penting yang diatur dalam undang-undang tersebut adalah pembentukan Badan Nasional yang secara khusus dan independent focus pada perlindungan dan penempatan BMI, badan ini juga melibatkan banyak departemen yang di koordinasikan dan di integrasikan dalam satu payung institusi, harapanya agar dapat menyederhanakan birokrasi yang selama ini sangat panjang dan ruwet dalam pelayanan dan perlindungan BMI. Peraturan Presiden nomor 81 tahun 2006 kemudian mensahkan keberadaan, fungsi, tugas, wewenang dan struktur BNP2TKI. Badan ini bersifat non departemen, dibawah presiden dan bertanggungjawab kepada presiden. Tapi juga di dalam koordinasi Mentri Tenaga kerja dan Transmigrasi. Hubungan strukturalnya yang tidak jelas antara dua insitusi ini, semakin tidak jelas, ketika Ditjen Pembinaan dan Penempatan Tenaga Kerja (Binapenta) dihidupkan kembali, dengan kewenangan dan fungsinya hampir sama dengan BNP2TKI.

Memang bukan rahasia lagi bahwa pengelolaan penempatan BMI adalah “lahan basah” yang menjajikan dan diperebutkan oleh banyak pihak. Sejak proses awal keberangkatan, banyak celah yang bisa dimanfaatkan untuk mengeruk keuntungan. Dari biaya proses, Asuransi dan proses rekomendasi sebelum berangkat membuka peluang korupsi yang sangat besar. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pernah melakukan kajian terhadap pengelolaan penempatan BMI, dan hasilnya ada 11 kelemahan yang berpotensi dan sudah mengakibatkan terjadinya korupasi. Dari mulai soal, manajemen pelayanan, SDM aparat pemberi pelayanan, infrastrukstur pelayanan, pengawasan dan penindakan. Tak heran dalam proses penempatan BMI, praktek pungutan liar bertebaran dimana-mana. Dari Calon BMI yang harus membayar ke Calo dan PPTKIS dengan sangat tinggi, soal asuransi BMI, sampai PPTKIS yang wajib setor ekstra kepada oknum Aparat (baca: Depnakertrans dan BNP2TKI) untuk melicinkan proses keberangkatan BMI.

Setiap tahunnya, jumlah persoalan yang dihadapi BMI di luar negeri terus bertambah. Tahun 2007 Lalu 203 BMI meninggal dunia di Luar Negeri. Tahun ini, sampai dengan bulan April, Institute for Migrant Workers (IWORK) mencatat sudah 37 orang BMI meninggal dunia. Belum lagi persoalan-persoalan lain yang dihadapi seperti Kekerasan, kelalaian pemenuhan hak upah, hilang kontak dan penipuan yang masih terus dihadapi oleh BMI, meski sebenarnya sudah terjadi berulang selama bertahun-tahun. Kehadiran BNP2TKI selama setahun ini, yang diharapkan dapat memperbaiki kondisi tersebut, nampaknya belum menunjukkan kemajuan yang berarti bagi upaya perlindungan BMI. Tugas-tugas mendesak dalam rangka memberikan pelayanan dan perlindungan bagi BMI nampaknya bukan jadi prioritas lagi, Instruksi Presiden nomor 6 tahun 2006 tentang Kebijakan Reformasi system penempatan dan perlindungan Tenaga Kerja Indonesia dibiarkan tergeletak rapi di laci meja kerja mereka. Depnakertrans, BNP2TKI dan PPTKIS justru sibuk berebut untung dari keringat dan airmata BMI. Daripada pusing membuat MoU untuk melindungi BMI di Negara tempat bekerja, lebih asik berebut jatah dari Asuransi BMI. Daripada memberantas Calo dan Trafficking, lebih baik gontok-gontokan menarik pungli dari BMI. Daripada menyelesaikan kasus-kasus yang dihadapi BMI, lebih baik berebut lahan di terminal tiga Bandara. Fungsi Pemerintah lewat dua instansi terkait yang berkewajiban memberikan pelayanan dan perlindungan kepada BMI sungguh masih jauh panggang dari api.

Jika begini terus, nampaknya nasib 4,6 juta pahlawan devisa kita akan semakin suram di masa depan.(yun)

sumber : http://www.buruhmigran.com/deted.php?kode=2&id=60

Bogem Pegawai BNP2TKI, Anggota DPR Dilaporkan ke Polisi

Rabu, 21 Mei 2008 | 13:27 WIB
JAKARTA,RABU - Anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi Golkar, Serta Ginting, dilaporkan ke polisi oleh Eko Supriyanto Dananjaya, seorang pegawai Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), karena melakukan pemukulan terhadap diri Eko.

Eko dan tim kuasa hukumnya datang ke Mabes Polri, Rabu (21/5), sekitar pukul 11.30 WIB. Namun sesuai Mabes Polri meminta Eko dan kawan-kawan untuk melaporkan kasus pemukulan tersebut pada Polda Metro Jaya. Karenanya, menurut Eko, siang ini dia dan tim kuasa hukumnya akan pergi ke Polda Metro Jaya.

Pada kesempatan itu, Eko mengklarifikasi berita di salah satu surat kabar nasional pada 15 Mei 2008, yang menyebutkan, ada petugas terminal yang memukul muka anggota DPR. "Saya disini mau mengklarifikasi, bahwa apa yang dituduhkan Pak Serta Ginting itu, adalah fitnah dan mengada-ngada," katanya usai melapor di Mabes Polri.

Menurut Eko, pada tanggal 14 Mei, di terminal 4 sedang ada inspeksi mendadak (sidak) oleh beberapa anggota DPR mengenai kedatangan TKI. Melihat ada beberapa TKI yang belum pulang, para anggota DPR itu menghampiri dirinya sebagi petugas BNP2TKI. Mereka mempertanyakan mengapa masih ada TKI yang belum dipulangkan. Eko menjawab, mereka baru datang tadi malam yakni 13 Mei 2008, dan akan dipulangka 14 Mei siang.

Sepertinya, lanjut Eko, anggota Komisi IX menduga para TKI itu sudah 3 hari di berada di Gedung BNP2TKI Selapajang, meski Eko sudah menjelaskan, TKI tersebut baru tiba di gedung BNP2TKI beberapa jam sebelum membeli tiket. "Di saat itu lah Pak Serta Ginting, tiba-tiba mengarahkan pukulannya berkali-kali ke muka saya, tetapi saya menangkisnya sehingga hanya kena tangan saya," sebut Eko.

Rencananya, besok siang, Eko juga akan melaporkan kelakukan anggota DPR itu kepada Dewan Kehormatan DPR RI. (M9-08)

Bogem Pegawai BNP2TKI, Anggota DPR Dilaporkan ke Polisi

sumber : Kompas.Com

Sunday, January 13, 2008

Balai Latihan TKI ke Timteng Mayoritas Berkategori Buruk

Kamis, 10/01/2008

JAKARTA(SINDO) – Balai Latihan Kerja Luar Negeri (BLKLN) yang masuk kategori buruk didominasi untuk penempatan ke negara Timur Tengah (Timteng). Buktinya,dari 17 BLKLN yangburuk, sebanyak 13 untuk penempatan Timteng dan sisanya ke Asia Pacific (Aspac).
”Kami akan memberikan waktu dari awal kepada BLKLN tersebut untuk memperbaiki diri selama enam bulan. Jika setelah enam bulan tidak ditindaklanjuti, BLKLN tersebut tidak lagi boleh melatih para calon TKI,”ujar Ketua Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI) Jumhur Hidayat di Jakarta, kemarin. Ke 14 BLKLN,enam BLKLN terletak di DKI Jakarta.

Mereka adalah, Yayasan Bina Setia, Marba Safar Intisari,Amanah Putra Pratama, Era Sutra Alam,Sabika Arabindo, Dwi Citra Putra Mandiri. BLKLN buruk yang terletak di Jawa Barat, seperti Marcoria Putra,Reksatama Prasada, Graha Indohiwana, Inti Jafarindo,Jauhara Perdana Satu, Barkahayu Safarindo,Timur raya Jaya lestari.
Sementara, empat BLKLN yang dikategorikan buruk dalam mengirimkan TKI ke Aspac,yakni dua BLKLN di DKI Jakarta, yaitu Yayasan Pelita karya Abadi dan Tifar Admanco. Dua BLKLN lainnya yang berada di Jabar,yakni Yayasan Kurnia Bhakti Insani dan Total Data Persada.

Jumhur menekankan,berbagai masalah TKI di luar negeri banyak disebabkan persiapan sebelum berangkat yang tidak sempurna,terutama dalam proses pelatihan.Jadi, jika BLKLN kategori buruk tersebut tidak membenahi diri, dianggap mereka tidak serius melatih para calon TKI untuk bekerja ke luar negeri. ”Kalau kerja di dalam negeri,ya tidak apa-apa,”ujarnya.

Sementara itu, Deputi Bidang Penempatan BNP2TKI Ade Adam Noch menambahkan, bila dalam batas waktu tersebut terhitung 15 Januari 2008–15 Juli 2008,BLKLN tersebut tidak melakukan pembenahan, BNP2TKI akan mengeluarkan BLKLN tersebut dari daftar yang direkomendasikan dapat melaksanakan pelatihan TKI ke luar negeri.
”Pelatihan yang sedang berlangsung dan dimulai sebelum 15 Januari 2008 tetap dapat berlangsung. Namun,perlu uji kompetensi yang lebih ketat,”jelasnya.
Dalam rating BLKLN ada 289 item yang secara garis besar dievaluasi, yaitu sarana dan prasaran, sumber daya manusia (SDM) pengelola, program dan sistem pelatihan, serta sarana pendukung dan akomodasi. Banyaknya BLKLN yang mengirimkan TKI ke Timteng dibandingkan ke Aspac,menurut Deputi Perlindungan BNP2TKI Mardjono, hal itu hanya kebetulan semata.

Namun, faktor lainnya, ditambahkan dia,pengaruh mental pengelola BLKLN itu sendiri, yang prioritas berbisnis ketimbang melatih CTKI. ”Selain itu, adanya seleksi visa gabungan perorangan yang kurang ketat,”ungkapnya.
Anggota Komisi IX (tenaga kerja) DPR Rudianto Tjen menambahkan, faktor budaya dan bahasa juga bisa menjadi penyebabnya. ”Kalau di Malaysia,karena bahasa dan budaya yang hampir sama,jadi memudahkan TKI untuk bertanya jika tidak tahu.Sementara di Arab Saudi,hal itu sulit dilakukan karena bahasanya saja berbeda,”jelasnya.

Sweeping

Terkait banyaknya tempat penampungan TKI yang menyalahi prosedur, misal dengan menampung TKI yang berusia di bawah 17 tahun atau pelayanan yang kurang manusiawi, Mardjono mengaku BNP2TKI selalu memantau dan memeriksa rutin.
”Kami selalu melakukan pemeriksaan.Bahkan,beberapa waktu lalu kami juga melakukan sweeping beberapa tempat penampungan TKI yang menyalahi prosedur.Kalau kami menemukan lagi,akan langsung kami sweeping. Pelakunya langsung kami serahkan ke polisi untuk menjalani proses hukum,”tandasnya.
Sementara itu, Rudianto meminta pihak terkait,seperti Depnakertrans, BNP2TKI, kepolisian untuk lebih optimal lagi melakukan pengawasan tersebut. ”Ini juga menyangkut mental pegawai kita yang memprihatinkan.Karena itu, jika ditemukan pegawai dengan mental seperti itu,segera ditindak. Dalam hal ini, pemerintah harus lebih tegas lagi,”tegasnya.

Sementara, kasus penganiayaan terhadap TKI di Malaysia bertambah lagi. Munjanah, 31, seorang TKI asal Desa Segiri,Kec Pabelan, Kab Semarang, yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga (PRT), dua bulan lalu kabur dari rumah majikannya di Malaka, Malaysia.

Langkah itu terpaksa dia lakukan lantaran sudah tidak kuat lagi menahan siksaan dan perlakuan tidak manusiawi dari sang majikan perempuan.”Saya sudah tak tahan setiap hari selalu disiksa dan diperlakukan seperti binatang,” katanya saat ditemui di rumahnya, kemarin.(j erna/angga rosa)

86 BLK TKI Dilarang Beroperasi

Jumat, 11 Januari 2008, Kompas

Sebanyak 86 balai latihan kerja tenaga kerja Indonesia dilarang beroperasi sedikitnya selama tiga bulan karena tidak memenuhi standar sebagai lembaga pelatihan. Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia atau BNP2TKI mengharuskan pengelola BLK memperbaiki fasilitas dan mutu pendidikan sebelum melatih calon TKI baru.

"Dari 181 BLK TKI yang kami evaluasi, hanya 95 BLK yang layak menjalankan program pelatihan sebagai syarat mendapatkan sertifikat kompetensi bagi calon TKI yang mau ditempatkan di luar negeri. Pemeringkatan ini dilakukan untuk memperbaiki kualitas pendidikan calon TKI sehingga mereka lebih mampu bersaing di lokasi penempatan," kata Kepala BNP2TKI Mohammad Jumhur Hidayat di Jakarta, Rabu (9/1).

Dari 86 BLK itu, sebanyak 69 BLK masuk kategori kurang dan 17 lagi dikategorikan buruk. BLK berkategori kurang diberi tenggat waktu tiga bulan untuk memperbaiki kondisinya, sedangkan yang termasuk kategori buruk diberi waktu enam bulan.

Jika tidak ada perbaikan sama sekali, BNP2TKI tidak akan memproses permohonan izin kerja calon TKI. Indonesia memiliki sedikitnya tujuh juta pekerja migran. Hampir 90 persen bekerja di sektor informal, rentan terhadap perlakuan tidak layak.

Dasar penilaian yang dipakai ialah kualitas fasilitas, sumber daya manusia pengelola, program pelatihan, dan sarana akomodasi bagi peserta pelatihan. Evaluasi dijalankan dengan mengacu pada 289 indikator kelayakan tempat pendidikan calon TKI seperti disyaratkan dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kep 07/MEN/IV/2007 tentang Standar Tempat Penampungan Calon TKI.

Jumhur mengatakan, sebenarnya ada 260 BLK TKI di seluruh Indonesia, tetapi petugas BNP2TKI hanya dapat menemukan 181 BLK aktif. Sebanyak 79 BLK lagi tidak ditemukan karena tidak beroperasi lagi. "Kami melakukan ini karena banyak calon TKI yang buta huruf padahal mereka memiliki sertifikat kompetensi," katanya. (ham)

Sistem Komputerisasi Memberatkan TKI

JAKARTA (Berita Nasional) :

Sistem komputerisasi terpadu Tenaga Kerja ke Luar Negeri (SISKOTKLN) dalam operasionalisasinya ternyata sangat memberatkan TKI. SISKOTKLN juga tidak sesuai dengan UU Nomor 39 Tahun 2004, tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja ke Luar Negeri yang efisien, murah, mudah dan cepat serta Inpres 6/2006 tentang Reformasi Sistem.

Pernyataan itu disampaikan Ketua Umum Perhimpunan Rakyat Nusantara (PRN) Umar Ali MS kepada pers di Jakarta, Sabtu (5/1). Menurut Umar, PRN adalah sebuah lembaga swadaya masyarakat yang konsen memperhatikan permasalahan para TKI.

Umar menjelaskan, SISKOTKLN dibentuk Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi (saat itu dipimpin Jacob Nuwawea) dengan surat keputusan Nomor. KEP.211A MEN/2003. Menakertrans (saat itu) menunjuk secara langsung PT Anugrah Karya Utama Persada (AKUP) untuk membangun, mengelola dan mengoperasionalkan SISKOTKLN.
Anehnya, Surat Edaran Dirjen PPTKLN Denakertrans Nomor B 1837/DP2TKLN/ VI/ 2004 menjelaskan, tidak ada pungutan administrasi untuk penerapan SISKOTKLN. Selanjutnya dalam Surat Perjanjian kerja sama Nomor. 2821/PPTKLN/I/ 2003, mengenai operasionalisasi SISKOTKLN, tidak tercantum satu pasal pun perintah untuk melakukan pungutan kepada seluruh stakeholder terkait pelayanan, penempatan dan
perlindungan TKI.

Umar berpendapat, SISKOTKLN yang kini operasionalisasinya menjadi otoritas Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), sangat membebani TKI.. Sebab sistem ini hanya memanjangkan birokrasi. Padahal kontribusi TKI kepada pemerintah cukup besar melalui dua pos penerimaan yakni devisa dan dana
pembinaan sebesar 15 dólar AS yang sudah berjalan 25 Tahun.

PT AKUP yang efektif mengelola SISKOTKLN sejak 6 September 2004 secara sepihak telah mengutip dana dari Balai Latihan Kerja (BLK) Sarana Kesehatan (Sarkes), Lembaga Uji Kterampilan (LUK), perusahaan asuransi, dan PJTKI yang pada akhirnya bermuara sebagai beban tambahan TKI. Dana itu dipungut sebagai biaya operasional jaringan online komputerisasi data TKI.

PT AKUP secara sepihak memblokir/tidak menyerahkan kepada pemerintah
setiap data TKI yang masuk SISKOTKLN dari stakeholder yang belum/tidak membayar. Hal ini berdampak pada terhentinya proses TKI karena pemerintah tidak bisa mengeluarkan rekomendasi proses lanjutan. Di mata Umar, ini berarti, pemerintah dan PT AKUP menghambat proses penempatan TKI.

Umar menilai, sejak diefektifkan 6 September 2004, PT AKUP telah menerima pungutan sekitar Rp17 miliar. Rinciannya, dari BLK, LUK dan PAP sebesar Rp. 13.500,- per TKI x 25.000 TKI per bulan X 40 bulan operasional mencapai Rp. 13.500.000.000,-. Sementara pungutan yang diterima dari Sarkes sebesar Rp. 7000,- per TKI X 25.000 TKI per bulan X 20 bulan mencapai Rp. 3.500.000.000. Ini belum termasuk pembayaran dari stakeholder yang baru masuk dibawah BNP2TK, seperti asuransi.

Pada akhir keterangannya, Umar meminta Presiden mempelajari dan mengkaji kembali keberadaan SISKOTKLN yang jadi wadah untuk melakukan "pungutan liar" pada para TKI. (rilis)

Diposting oleh Berita Nasional di 09:29

BNP2TKI HENTIKAN PELATIHAN DI 86 BLKLN

Rabu, 09 Januari 2008, 15:43 WIB

Jakarta--RRI-Online,

Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI) melarang 86 balai latihan kerja luar negeri (BLKLN) melatih TKI karena tidak memenuhi syarat.

Ketua BNP2TKI Jumhur Hidayat di Jakarta, Rabu (9/1), mengatakan pihaknya sudah mengevaluasi 260 BLKLN, 258 diantaranya menyelenggarakan pelatihan untuk TKI informal dan dua berkedudukan di Bali yang menyelenggarakan pelatihan bagi TKI formal.

Dari 260 BLKLN itu terdapat 79 yang tidak bisa disurvei karena alamat tidak jelas, pindah alamat dan dialihfungsikan pada kegiatan lain. BLKLN milik perusahaan pengerah TKI swasta (PPTKIS) dan lembaga pelatihan itu dilakukan evaluasi atas sarana dan prasarana, SDM pengelola, sistem pelatihan dan sarana pendukung.

Setelah melakukan evaluasi maka ditemukan 16 BLKLN yang berpredikat sangat baik, 42 berpredikat baik, 37 berpredikat cukup. Sementara 69 BLKLN berpredikat kurang dan 17 berpredikat buruk.

"Pada 86 BLKLN itu mulai hari ini tidak boleh melatih TKI hingga jangka waktu tertentu," kata Jumhur.

Pada 69 BLKLN berpredikat kurang diberi waktu tiga bulan untuk berbenah, sedangkan pada 17 BLKLN berpredikat buruk diberi waktu enam bulan untuk berbenah. Sementara pada sejumlah TKI yang sudah terlanjur dilatih dan terdaftar sebelum 15 Januari 2008 maka akan diuji dengan syarat yang lebih ketat.

Jumhur mengatakan, BNP2TKI saat ini masih menemukan cukup banyak TKI yang buta huruf dalam jumlah yang cukup banyak. Temuan itu didapat setelah dilakukan pemeriksaan secara acak. "Kondisi ini sangat memprihatinkan," kata Jumhur.

Dia mengakui sulit menemui TKI buta huruf karena rata-rata 2000-3000 orang yang diuji. Jumhur juga mengingatkan agar BNSP (Badan Nasional Sertifikasi Profesi) lebih teliti dalam mengawasi lembaga yang dibinanya.

"Ini masalah kemanusiaan karena itu lebih baik kita menempatkan TKI berkualitas dalam jumlah terbatas," kata Jumhur.

Dia juga mengingatkan jika tidak berbenah maka BLKLN yang tidak memenuhi syarat tidak akan didaftar di sistem komunikasi tenaga kerja luar negeri (Sisko TKLN).

(HF)

'Izin TKI mandiri agar ditinjau'

Selasa, 08 Januari 2008

JAKARTA: Pemerintah diminta merevisi kebijakan pemberian izin bagi TKI perorangan karena sering disalahgunakan oleh para calo yang mengaku sebagai TKI perorangan atau TKI mandiri. Himsataki (Himpunan Pengusaha Swasta Penempatan TKI) juga meminta pemerintah segera melakukan revisi UU No. 39/2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI guna mengurai keruwetan penanganan TKI.

"Pemberian izin TKI perorangan atau mandiri harus ditinjau kembali atau dibenahi aturannya. Ini tidak adil karena perusahaan liar atau calo tidak berbadan hukum, tidak punya pegawai dan tidak wajib memiliki jaminan deposito Rp500 juta beroperasi seperti layaknya PPTKIS resmi," ungkap Yunus M. Yamani, Ketua Himsataki, kemarin.
Aturan itu mendesak direvisi karena tercatat lebih dari 50 perusahaan liar yang beroperasi sebagai TKI perorangan. Pemerintah, imbuhnya, harus tegas menetapkan aturan main soal batasan dan ketentuan TKI perorangan.

Yunus juga menyarankan agar Ditjen Binapenta (Pembinaan dan Penempatan Tenaga Kerja) Depnakertrans mengambil alih pengelolaan Sisko TKLN (Sistem Komunikasi Tenaga Kerja Luar Negeri) dari perusahaan swasta karena memang menjadi kewajiban pemerintah. Dia menilai penggunaan Sisko TKLN dan Kartu TKLN tumpang tindih serta mengakibatkan kecurigaan PPTKIS dengan pemerintah.

Menurut dia, tindakan tegas dan upaya terobosan harus ditempuh pemerintah pada 2008 ini agar kondisi penempatan dan perlindungan lebih baik dibandingkan 2007. Dia menilai? penempatan dan perlindungan TKI? pada 2007 lebih jelek dibandingkan dengan 2006.
"Pemerintah harus berani segera merevisi UU No.39/2004 tentang penempatan dan perlindungan TKI agar tidak bertentangan dengan UU lainnya. Depnakertrans harus mengambil inisiatif revisi dengan melibatkan asosiasi PPTKIS sehingga tidak menimbulkan kontroversi."

Dia menilai BNP2TKI yang semula diharapkan membenahi benang kusut persoalan TKI justru menimbulkan dualisme dan tarik menarik kepentingan dengan Depnakertrans.
Berkaitan dengan itu, dia meminta pemerintah merevisi Inpres No. 81/2006 tentang kewajiban dan hak BNP2TKI sehingga tidak terjadi tarik menarik kepentingan dengan Depnakertrans yang berpegang pada Undang-Undang No. 39/2004.

Selanjutnya Depnakertrans menindaklanjuti dengan surat keputusan tentang hak, wewenang para pembantunya, seperti Dirjen Binapenta maupun Direktur atau Eselon II lainnya.

Himsataki menilai pengawasan kinerja BNP2TKI oleh Ditjen Binapenta perlu dilakukan agar badan itu tidak kehilangan arah dan punya kepentingan tertentu menjalankan program penempatan TKI.

Perdagangan manusia

Kepala BNP2TKI M. Jumhur Hidayat sependapat dengan keluhan PPTKIS soal penyalahgunaan pemberian izin TKI perorangan itu. Pola direct recruitment pekerja informal? warga Indonesia oleh perusahaan asing yang bekerja sama dengan pihak tertentu dengan dalih TKI perorangan itu menyalahi UU dan menjalankan praktik perdagangan manusia.

Dia menjelaskan rekrutmen langsung tersebut seolah kesadaran sendiri tetapi sebenarnya diorganisir oleh oknum calo TKI bekerjasama dengan perusahaan asing. Bahkan, sambungnya, mereka menjalankan modus trafficking kemudian memberikan visa kerja di luar negeri.

"BNP2TKI bekerjasama sama dengan aparat keamanan telah ratusan kali menangkap pelaku di daerah. Jika memang terbukti langsung ditangkap. Tetapi kalau sekadar indikasi tanpa bukti sudah dilakukan tindakan tegas."
Jumhur tidak sependapat selama ini terjadi tarik menarik kepentingan antara BNP2TKI dan Depnakertrans seperti kesan umum selama ini. "Kami tidak sependapat dengan itu. Selama ini BNP2TKI bekerja sesuai UU dan tugas pokok fungsinya."

Sumber:
http://web.bisnis.com/edisi-cetak/edisi-harian/jasa-transportasi/1id37989.html

206 TKI Meninggal di LN Selama 2007

Jakarta, CyberNews.

Tahun 2007 menjadi tahun memilukan bagi tenaga kerja Indonesia di luar negeri. Pasalnya selama 2007, sebanyak 206 orang TKI meninggal di luar negeri, 114 orang perempuan (55%) dan 90 orang laki-laki (44%) serta 2 orang tidak diketahui (1%). Atas kenyataan ini, Pemerintah diminta mengevaluasi kinerja Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri (BNP2TKI).

Direktur Eksekutif Migrant Care Anis Hidayah mengungkapkan kematian tertinggi dialami TKI yang bekerja di Malaysia, yaitu 71 orang (35%), Taiwan 36 orang (19%), Saudi Arabia 31 orang (15%), Korea Selatan 18 orang (9%), Singapura 15 orang (7%), Yordania 12 orang ( 6%), serta beberapa negara lainnya seperti Hongkong, Kuwait, Jepang, Brunei Darussalam, dan Mesir.

"Sedangkan penyebab kematiannya ada yang karena kecelakaan kerja sebanyak 25%, sakit 24%, kematian misterius 24%, jatuh dari ketinggian 13%, kekerasan 11%, dan bunuh diri 4%," ungkap Anis Hidayah dalam pernyataan pers tertulis kepada Suara Merdeka CyberNews, Kamis (27/12) sore.

Anis menilai sebenarnya tahun 2007 bisa dipandang sebagai titik tolak baru perkembangan pemenuhan HAM buruh migran Indonesia dengan dibentuknya BNP2TKI. Melalui Perpres No 8 Tahun 2006, Moh Jumhur Hidayat ditetapkan sebagai Kepala BNP2TKI sejak 12 Januari 2007 dan BNP2TKI mulai bekerja efektif sejak Maret 2007.
Tidak berselang lama, tepatnya 13 Januari 2007, Negara-negara anggota ASEAN menyatakan sikap politiknya untuk perlindungan buruh migran di kawasan regional Asia Tenggara dengan menandatangani Cebu Declaration on The Protection and Promotion of the Rights of Migrant Workers.

"Tapi ironisnya, keberadaan BNP2TKI dan ditandatanganinya Cebu Declaration on the Protection and Promotion of the Rights of Migrant Workers tidak mampu mengantarkan buruh migran Indonesia untuk meraih keadilan. Keadilan dan pemenuhan hak asasi manusia bagi buruh migran Indonesia masih sangat jauh untuk di capai. Kekerasan senantiasa menjadi bagian kehidupan dan keseharian buruh migran Indonesia selama bekerja di luar negeri, bahkan tidak jarang yang berujung pada kematian," papar aktivis LSM yang selama ini aktif mengadvokasi TKI itu.

Karena itulah, tandas dia, pihaknya menuntut Pemerintah RI harus segera melakukan evaluasi terhadap kinerja BNP2TKI dan segera melakukan amandemen terhadap berbagai peraturan yang terbukti tidak efektif untuk menjamin pemenuhan HAM buruh migran Indonesia, antara lain UU No 39 tahun 2004 tentang PPTKILN, MoU Indonesia-Malaysia tentang penempatan PRT migran. "Pemerintah juga harus segera meratifikasi konvensi internasional tentang perlindungan terhadap buruh migran dan anggota keluarganya," ujarnya.

( imam m djuki/cn05 )

BNP2TKI Minta AP II Tidak Pungut Pengusaha

Jumat, 4 Januari 2008

TANGERANG (Suara Karya): Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) mempertanyakan dasar aturan pungutan konsesi yang akan dilakukan PT Angkasa Pura II terhadap para pengusaha di gedung pendataan TKI Selapajang, Tangerang. Hal tersebut dikatakan Direktur Pemberdayaan BNP2TKI Lisna kepada Suara Karya usai melakukan rapat dengan para pengusaha yang beraktivitas di terminal III TKI Bandara Soekarno-Hatta dan PT Angkasa Pura (AP) II di gedung 601 Bandara Soekarno-Hatta Tangerang, Kamis (2/1).

Dikatakan Lisna, permintaan pihak AP II kepada BNP2TKI untuk tetap memungut uang konsesi dari pengusaha sangat tidak beralasan dan keluar dari prosedur. Sebab, para pengusaha itu pada akhir Januari 2008 ini tidak lagi melakukan aktivitas di Terminal III Bandara Soekarno-Hatta. Melainkan di Gedung Pendataan TKI, Selapajang Tangerang. Jadi kalau pihak AP II masih meminta konsesi dari pengusaha, sangat mengada-ada. "Di gedung pendataan TKI nanti, BNP2TKI menyewa tanah dari pihak AP II untuk lokasi pemulangan TKI. Jadi kalau ada pengusaha yang ingin melakukan aktivitasnya di tempat itu, segala sesuatunya harus BNP2TKI yang menanganinya. Baik itu sewa ruangan atau konsesi. Karena itu sudah di luar areal BSH dan kami juga membayar uang sewa ke AP II," kata Lisna.

Dia juga mengatakan, dalam hal pemungutan konsesi ini, timbul kesan AP II seakan tidak mau kehilangan penghasilannya dari para pengusaha di terminal TKI itu. (Bayu)

Wednesday, January 2, 2008

Kiriman Uang TKI pada 2007 MencapaiRp44 Triliun

KESRA==2 JANUARI: Hingga minggu pertama Desember 2007, jumlah remitansi atau uang yang dikirim Tenaga Kerja Indonesia (TKI) melalui perbankan mencapai US$4,85 miliar. Angka itu setara dengan Rp44 triliun yang berasal dari 644.190 TKI yang tersebar di sedikitnya 20 negara.

Data yang dirilis Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) menunjukkan, remitansi tahun ini naik tajam sebesar 42% jika dibandingkan tahun lalu sebesar US$3,42 miliar.

"Selama periode 2005-2007, remitansi terbesar diperoleh tahun ini dengan jumlah penempatan TKI mencapai 644.190 orang dari target Renstra 750 ribu," terang Kepala BNP2TKI Jumhur Hidayat, disela konferensi pers kinerja Depnakertrans, di Jakarta, Rabu (2/1).

Jumhur mengatakan, para TKI tersebut ditempatkan di sejumlah negara tujuan di Asia dan Timur Tengah seperti Malaysia, Brunei Darussalam, Singapura, Hongkong, Taiwan, Korea Selatan, Saudi Arabia, Uni Emirat Arab, Kuwait,Jordania, Oman, dan Syria Di luar itu, para TKI juga tersebar di negara penempatan Australia, Amerika Serikat, Spanyol, Italia, Inggris, Belanda, Yunani, dan Syprus. "Mereka sebagian besar bekerja di kapal pesiar," ucap Jumhur.

Jika dipisahkan menurut letak geografisnya, kata Jumhur, para TKI yang ditempatkan di Asia Pasifik dan Amerika mencapai 321.939 orang, Timur Tengah dan Afrika (321.116 orang), dan Eropa (1.235 orang).

Jumhur menjelaskan, BNP2TKI bersama Depnakertrans juga sudah menandatangani sejumlah nota kesepahaman (MoU) dengan negara penempatan, guna melindungi para TKI. Ada enam negara yang sudah terikat MoU dengan pemerintah Indonesia, diantaranya Malaysia, Jordania, Kuwait, Taiwan. Sementara, yang masih dalam proses finalisasi draf MoU adalah Syria, Qatar, dan Jepang.

Dalam kesempatan itu, BNP2TKI juga mengidentifikasi sebanyak 29 kasus TKI yang mendapat ancaman hukuman berat. Mereka adalah TKI yang bekerja di Saudi Arabia karena kasus pembunuhan (6 orang), TKI di Singapura dalam kasus pembunuhan (7 orang), dan TKI di Malaysia untuk kasus pembunuhan dan narkoba (16 orang). (mo/pd)