Sunday, May 25, 2008

Gajah Vs Gajah, TKI Mati Ditengah

Gajah Vs Gajah, TKI Mati Ditengah
Perselisihan BNP2TKI dan Depnaker
Selasa 29 April 2008

Perselisihan ditubuh Partai politik bukan hal yang asing lagi bagi kita, tarik menarik antar kubu dan kepentingannya sudah jadi hal yang biasa, seperti yang sekarang sedang dialami oleh Partai Kebangkitan Bangsa. Para elitnya bertempur, merasa yang paling sah dan mendapat dukungan. Konstituen di akar rumput jadi bingung mana sebenarnya yang paling benar dan bisa mengakomodasi aspirasi mereka. Dari konflik partai, konstituen masih bisa memilih dan berpindah ke lain partai yang sesuai dengan keinginan mereka.

Tapi bayangkan bila konflik seperti itu terjadi pada Aparatus Negara yang bertugas untuk melayani rakyat. Saling tumpang tindih struktur dan kebijakan, saling menuding dan menyalahkan satu sama lain, saling mengklaim yang sebagai intitusi paling resmi dan sah, dan akhirnya rakyat banyak yang menjadi korban.

Ini terjadi di Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI). Keduanya instansi Pemerintah yang bertanggung jawab melayani, menempatkan dan melindungi Jutaan buruh migrant Indonesia (selanjutnya disingkat BMI) yang bekerja di luar Negeri dan mereka yang masih menggantung mimpi untuk memperbaiki nasib dengan bekerja di luar negeri. Kini kedua instansi tersebut justru ribut sendiri, yang di ributkan bukan soal yang prinsip bagi perlindungan BMI, tapi berebut jatah dari lahan subur pengelolaan penempatan BMI.

Sejak awal berdirinya BNP2TKI pada Maret 2007 silam aroma perseteruan dan persaingan antara BNP2TKI dengan Depnakertrans sudah tercium. Menteri tenaga kerja Erman Suparno bersikukuh bahwa tugas BNP2TKI hanya diwilayah teknis operasional penempatan dan perlindungan, sedang kawasan regulasi tetap dikuasai oleh Mentri. Tapi Kepala BNP2TKI punya pandangan lain, mereka yakin bahwa BNP2TKI punya wewenang untuk merumuskan dan membuat kebijakan sendiri.

Lalu perang aturan terjadi, saling membuat dan mencabut peraturan yang dibuat mereka sendiri. Mentri membuat Permen tentang Perlindungan da Penempatan TKI, lalu BNP2TKI juga mengeluarkan Peraturan kepala Badan nomor 28/KA.BNP2TKI/VII/ 2007. Kepala BNP2TKI membuat aturan tentang penempatan BMI ke Korea, Mentri mencabutnya. Pemberian skorsing kepada konsorsium Asuransi BMI, mentri melarangnya. Sampai urusan pengelolaan pemberangkatan dan kedatangan BMI pun mereka berebut, keduanya sama-sam merasa punya kuasa untuk menanganinya.

Belakangan konflik semakin memanas, dan BMI yang menjadi korban. Terungkapnya rencana pengiriman 18 Calon BMI perempuan dibawah umur yang diduga menjadi korban perdagangan manusia di Bandara Sukarno-Hatta beberapa waktu lalu, adalah akibat dari tumpang-tindih dan saling bertabrakannya kebijakan BNP2TKI dan Depnakertrans. Pihak Jasa Pengirim BMI merasa sah mendapat rekomendari dari Ditjen Binapenta Depnaker, tapi dilain pihak karena BNP2TKI tidak pernah memberikan rekomendasi maka itu dianggap illegal.

Sebelum adanya undang-undang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di luar negeri (PPTKLN), semua urusan yang berkenaan dengan penempatan dan perlindungan BMI di komandani oleh Depnakertrans dengan melibatkan banyak departemen didalamnya, antara lain departemen Luar Negeri, Imigrasi, Kepolisian dan departeman dalam Negeri. Pada tahun 2004 undang-undang 39 Tahun 2004 tentang PPTKLN disahkan. Salah satu poin penting yang diatur dalam undang-undang tersebut adalah pembentukan Badan Nasional yang secara khusus dan independent focus pada perlindungan dan penempatan BMI, badan ini juga melibatkan banyak departemen yang di koordinasikan dan di integrasikan dalam satu payung institusi, harapanya agar dapat menyederhanakan birokrasi yang selama ini sangat panjang dan ruwet dalam pelayanan dan perlindungan BMI. Peraturan Presiden nomor 81 tahun 2006 kemudian mensahkan keberadaan, fungsi, tugas, wewenang dan struktur BNP2TKI. Badan ini bersifat non departemen, dibawah presiden dan bertanggungjawab kepada presiden. Tapi juga di dalam koordinasi Mentri Tenaga kerja dan Transmigrasi. Hubungan strukturalnya yang tidak jelas antara dua insitusi ini, semakin tidak jelas, ketika Ditjen Pembinaan dan Penempatan Tenaga Kerja (Binapenta) dihidupkan kembali, dengan kewenangan dan fungsinya hampir sama dengan BNP2TKI.

Memang bukan rahasia lagi bahwa pengelolaan penempatan BMI adalah “lahan basah” yang menjajikan dan diperebutkan oleh banyak pihak. Sejak proses awal keberangkatan, banyak celah yang bisa dimanfaatkan untuk mengeruk keuntungan. Dari biaya proses, Asuransi dan proses rekomendasi sebelum berangkat membuka peluang korupsi yang sangat besar. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pernah melakukan kajian terhadap pengelolaan penempatan BMI, dan hasilnya ada 11 kelemahan yang berpotensi dan sudah mengakibatkan terjadinya korupasi. Dari mulai soal, manajemen pelayanan, SDM aparat pemberi pelayanan, infrastrukstur pelayanan, pengawasan dan penindakan. Tak heran dalam proses penempatan BMI, praktek pungutan liar bertebaran dimana-mana. Dari Calon BMI yang harus membayar ke Calo dan PPTKIS dengan sangat tinggi, soal asuransi BMI, sampai PPTKIS yang wajib setor ekstra kepada oknum Aparat (baca: Depnakertrans dan BNP2TKI) untuk melicinkan proses keberangkatan BMI.

Setiap tahunnya, jumlah persoalan yang dihadapi BMI di luar negeri terus bertambah. Tahun 2007 Lalu 203 BMI meninggal dunia di Luar Negeri. Tahun ini, sampai dengan bulan April, Institute for Migrant Workers (IWORK) mencatat sudah 37 orang BMI meninggal dunia. Belum lagi persoalan-persoalan lain yang dihadapi seperti Kekerasan, kelalaian pemenuhan hak upah, hilang kontak dan penipuan yang masih terus dihadapi oleh BMI, meski sebenarnya sudah terjadi berulang selama bertahun-tahun. Kehadiran BNP2TKI selama setahun ini, yang diharapkan dapat memperbaiki kondisi tersebut, nampaknya belum menunjukkan kemajuan yang berarti bagi upaya perlindungan BMI. Tugas-tugas mendesak dalam rangka memberikan pelayanan dan perlindungan bagi BMI nampaknya bukan jadi prioritas lagi, Instruksi Presiden nomor 6 tahun 2006 tentang Kebijakan Reformasi system penempatan dan perlindungan Tenaga Kerja Indonesia dibiarkan tergeletak rapi di laci meja kerja mereka. Depnakertrans, BNP2TKI dan PPTKIS justru sibuk berebut untung dari keringat dan airmata BMI. Daripada pusing membuat MoU untuk melindungi BMI di Negara tempat bekerja, lebih asik berebut jatah dari Asuransi BMI. Daripada memberantas Calo dan Trafficking, lebih baik gontok-gontokan menarik pungli dari BMI. Daripada menyelesaikan kasus-kasus yang dihadapi BMI, lebih baik berebut lahan di terminal tiga Bandara. Fungsi Pemerintah lewat dua instansi terkait yang berkewajiban memberikan pelayanan dan perlindungan kepada BMI sungguh masih jauh panggang dari api.

Jika begini terus, nampaknya nasib 4,6 juta pahlawan devisa kita akan semakin suram di masa depan.(yun)

sumber : http://www.buruhmigran.com/deted.php?kode=2&id=60

Bogem Pegawai BNP2TKI, Anggota DPR Dilaporkan ke Polisi

Rabu, 21 Mei 2008 | 13:27 WIB
JAKARTA,RABU - Anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi Golkar, Serta Ginting, dilaporkan ke polisi oleh Eko Supriyanto Dananjaya, seorang pegawai Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), karena melakukan pemukulan terhadap diri Eko.

Eko dan tim kuasa hukumnya datang ke Mabes Polri, Rabu (21/5), sekitar pukul 11.30 WIB. Namun sesuai Mabes Polri meminta Eko dan kawan-kawan untuk melaporkan kasus pemukulan tersebut pada Polda Metro Jaya. Karenanya, menurut Eko, siang ini dia dan tim kuasa hukumnya akan pergi ke Polda Metro Jaya.

Pada kesempatan itu, Eko mengklarifikasi berita di salah satu surat kabar nasional pada 15 Mei 2008, yang menyebutkan, ada petugas terminal yang memukul muka anggota DPR. "Saya disini mau mengklarifikasi, bahwa apa yang dituduhkan Pak Serta Ginting itu, adalah fitnah dan mengada-ngada," katanya usai melapor di Mabes Polri.

Menurut Eko, pada tanggal 14 Mei, di terminal 4 sedang ada inspeksi mendadak (sidak) oleh beberapa anggota DPR mengenai kedatangan TKI. Melihat ada beberapa TKI yang belum pulang, para anggota DPR itu menghampiri dirinya sebagi petugas BNP2TKI. Mereka mempertanyakan mengapa masih ada TKI yang belum dipulangkan. Eko menjawab, mereka baru datang tadi malam yakni 13 Mei 2008, dan akan dipulangka 14 Mei siang.

Sepertinya, lanjut Eko, anggota Komisi IX menduga para TKI itu sudah 3 hari di berada di Gedung BNP2TKI Selapajang, meski Eko sudah menjelaskan, TKI tersebut baru tiba di gedung BNP2TKI beberapa jam sebelum membeli tiket. "Di saat itu lah Pak Serta Ginting, tiba-tiba mengarahkan pukulannya berkali-kali ke muka saya, tetapi saya menangkisnya sehingga hanya kena tangan saya," sebut Eko.

Rencananya, besok siang, Eko juga akan melaporkan kelakukan anggota DPR itu kepada Dewan Kehormatan DPR RI. (M9-08)

Bogem Pegawai BNP2TKI, Anggota DPR Dilaporkan ke Polisi

sumber : Kompas.Com