Wednesday, April 25, 2007

Dilema Proses Awal CTKI

DILEMA PROSES
PAHLAWAN DEVISA

Tiada henti dan tiada habis-habisnya jika kita selalu mencoba melihat meraba dan membahas permasalahan Pahlawan Devisa Indonesia. Hal ini semua mungkin dikarenakan tiadanya suatu Peraturan / UU yang jelas dan baku yang mengatur hal ini, dapat kita lihat setiap bergantinya pejabat pemerintah yang membidangi hal ini maka akan selalu menerbitkan peraturan baru, yang mana peraturan lama dengan peraturan baru sering kali saling tabrakan/bertentangan dan berbeda-beda.

Dalam pembahasan kali ini kami mencoba mengungkap sedikit kekeliruan diawal karena pandangan kami awal keliru kemungkinan besar kesalahan sampai akhir.
Pemerintah dalam hal ini menitik beratkan dalam hal pelatihan, mungkin hal ini benar karena pendidikan dan pelatihan / keterampilan skil merupakan masalah nasional yang selalu dan sedang dihadapi Bangsa kita. Pandangan umum permasalahan nasional ini terjadi karena hilang semboyan GURU PAHLAWAN TANPA TANDA JASA. Semua objek yang terlibat dalam hal pendidikan dan pelatihan sudah berpandangan kepada orientasi bisnis, jadi setiap objek pelatihan baik dari guru/instruktur, lembaga dan bahkan pemerintah sudah memikirkan bagaimana mengeruk keuntungan yang sebesar-besarnya bukan lagi memikirkan bagaimana melahirkan siswa yang terdidik dan trampil. Terciptalah lembaga Uji atau lembaga sertifikasi yang berkedok sebagai badan penguji, namun lucunya tidak terdapat kesamaan antara apa yang diuji dengan apa yang dilatih/dididik apa lagi kalau kita berharap adanya kesamaan dengan apa yang dibutuhkan pasar kerja, ini sangat-sangatlah jauh dari harapan, sehingga setiap orang yang sudah dilatih/dididik pada saat bekerja mereka kembali buta terhadap pekerjaannya dan tidak bisa meningkatkan kompetensinya, Kalau keadaan sudah terkondisikan seperti ini lalu apa guna Pendidikan dan Pelatihan?????. Lembaga Pendidikan/Pelatihan juga mendidik atau melatih bukan bertujuan kepada kebutuhan pasarkerja akan tetapi mendidik dan melatih agar lulus ujian jadilah tolak ukur pendidikan dan pelatihan LULUS ujian.

Kalau kita amati kasus diatas hal ini juga dialami oleh para CTKI yang akan berangkat bekerja ke luar negeri sebagai Duta Bangsa untuk menjadi PahlawanDevisa Negara, mereka hanya menjadi korban kebijaksanaan, mereka diwajibkan harus mengikuti pelatihan dan memiliki sertifikat kompetensi,namun mereka tidak pernah mendapatkan pelatihan karena yang terjadi Lembaga Uji Sertifikat Kompetensi yang mendapat ijin dan pemerintah dan katanya telah di akreditasi oleh BNSP Badan Nasional Sertifikasi Profesi, namun apa yang dilakukan Lembaga Uji Sertifikat Kompetensi ini, para pendiri pengurus dan lain sebagainya mengabai BLK-LN Balai Latihan Kerja Luar Negeri, Lembaga Uji Sertifikat Kompetensi langsung menemui dan bernegosiasi dengan PPTKIS (Perusahaan Penempatan Tenaga Ker Indonesia Swasta) untuk bertransaksi jual beli sertifikat, penawaran yang dilakukan Rp.50.000,-/sertifikat dengan ini TKI tidak usah datang untuk diuji alias tidak usah masuk BLK-LN, cukup kirim Bio Data TKI ke Lembaga Uji saja dengan nama BLK-LN yang bersedia meminjamkan namanya untuk formalitas sertifikat, sementara jika PPTKIS memasukan TKI ke BLK-LN walau hanya menumpang duduk 10 s/d 15 menit untuk tanda tangan berkas-berkas kelengkapan untuk laporan lembaga uji ke BNSP tentang pelaksanaan Uji yang telah mendapatkan jaminan 100% pasti LULUS dari setiap TKI yang didaftarkan ke Lembaga Uji Sertifikat Kompetensi oleh Lembaga Uji Sertifikat Kompetensi. Untuk PPTKIS harus membayar ke BLK-LN Rp.90.000,- dengan Perincian Rp.75.000,- Untuk pendaftaran Ujian Ke Lembaga Uji Sertifikat Kompetensi Rp.10.000,- Untuk Online siskoTKLN Rp.5.000,- Profit BLK (Bukan Profit Kepala BLK), orang paling bodoh sekalipun kalau ditawarkan hal ini pasti akan memilih langsung jual-beli sertifikat di Lembaga Uji Sertifikat Kompetensi yang telah dilisensi BNSP. Menindak lanjuti hal ini yang dianggap salah dan disalahkan oleh Pemerintah adalah BLK-LN karena inilah objek yang paling enak di aduk-aduk untuk dibikin perkedel lalu dijual untuk dapat keuntungan. Melalui Tangan Besi Asosiasi Pengelola Pelatihan Tenaga Kerja Indonesia (AP2TKI), Lembaga Uji Sertifikat Kompetensi, menudingkan kesalahan ini kepada BLK-LN yang tidak melaksanakan Pelatihan dan untuk itu pemerintah harus membuat sistim dan peraturan yang menekan dan mengunci CTKI yang masuk BLK-LN harus selama 30 hari baru kemudian bisa untuk diajukan untuk di Ujikan oleh Lembaga Uji Sertifikat Kompetensi.

Coba anda yang bijak menela'ah kronologis diatas siapa yang salah ?????
Apakah Tolak Ukur Pedidikan/Pelatihan adalah Jumlah Hari didik/dilatih yang berlaku di Negara kita ini? Apa Fungsi dan Guna dari Lembaga Uji Sertifikat Kompetensi kalau tidak meningkatkan grade dan upah profesi? Apakah tidak Bisa Balai Latihan Kerja menerbitkan Sertifikat sendiri? yang anggaplah harus mendapat kontrol Dari Pemerintah dan Badan-badan terkait, kalaulah itu sudah peraturan.

Kesimpulan yang kami harapkan :
1. Tolak Ukur Pelatihan Bukanlah waktu atau lama di latih namun kemampuan yang dimiliki oleh seseorang kalaulah dia baru satu hari dibalai latihan kerja namun ia sudah siap untuk di ujikan silahkan untuk diajukan karena kemampuan, skill serta daya tangkap setiap orang tidaklah sama ada yang pintar sedang dan kurang dsb
2. Hapuskan Lembaga Uji karena inilah biang kenakalan dari Sertifikat apalagi Lembaga Uji yang dipegang swasta. Cukup melalukan kontrol dan pengawas pelatihan serta sertifikat yang dikeluar oleh Balai Latihan Kerja Dilegalisir Oleh dan Badan-badan terkait dan Pemerintah dengan diberinya nomor legalisir
Maka dengan cara ini Insya Allah kontrol dapat dilakukan.Demikian harap kami semoga tulisan ini dapat perhatian dari mereka-mereka yang mempunyai kepedulian akan kemajuan dan kecerdasan Bangsanya.
Wassalam

1 comment:

Anonymous said...

Kita harus berbuat sesuatu! Jangan Berdebat!