Tuesday, November 20, 2007

Tugas Binapenta dan BNP2TKI Jangan Bertabrakan

PENEMPATAN TENAGA KERJA
Tugas Binapenta dan BNP2TKI
Jangan Bertabrakan


Jumat, 16 Nopember 2007
JAKARTA (Suara Karya): Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans) diminta membuat ketentuan teknis tentang tugas serta wewenang Ditjen Pembinaan dan Penempatan Tenaga Kerja (Binapenta). Hal ini dikarenakan, tugas dan wewenang Ditjen Binapenta hampir sama dengan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI). Ketentuan teknis tersebut diterbitkan agar tidak terjadi kerancuan di kedua instansi dalam menjalan tugas.

"Dengan dilantiknya Dirjen Binapenta di jajaran Depnakertrans, kami meminta agar ada kejelasan pembagian tugas dan fungsi. Ini dilakukan agar tidak saling bertabrakan dan membuat bingung PPTKIS (pelaksana penempatan tenaga kerja Indonesia swasta)," kata Ketua Himpunan Pengusaha Jasa TKI (Himsataki) Yunus M Yamani, di Jakarta, Rabu.

Yunus lantas menyebutkan sejumlah contoh, di antaranya, Peraturan Menteri Nomor 19 Tahun 2006 yang kini diperbarui menjadi Nomor 18 Tahun 2007 tentang penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri. Di sisi lain BNP2TKI juga mengeluarkan Peraturan Kepala BNP2TKI tentang penempatan dan perlindungan TKI Nomor Peraturan 28/KA-BNP2TKI/VII/2007.

Contoh lain, BNP2TKI mengeluarkan keputusan tentang penempatan satu pintu TKI ke Singapura, tetapi Mennakertrans mencabut SK tersebut karena terkesan monopoli. Selanjutnya, BNP2TKI mengeluarkan surat keputusan (SK) pembentukan Komite Korea, tetapi dibatalkan oleh Menakertrans. Alasannya karena dinilai salah dan SK itu memasukkan unsur swasta dalam komite yang seharusnya menjadi hak mutlak pemerintah.

Selain itu, BNP2TKI mengambil alih pelayanan dan pemulangan TKI di Terminal III Bandara Soekarno Hatta. Sementara Mennakertrans melalui peraturan Nomor 18 Tahun 2007 mengatakan pemulangan TKI di terminal kedatangan dilayani oleh Pos Pelayanan. "Namun tidak dijelaskan siapa yang wajib menjalankan tugas di Pos Pelayanan itu, apakah Depnakertrans atau BNP2TKI," kata Yunus.

Contoh terakhir yang dicatat Himsataki, BNP2TKI memberi sanksi dengan tidak melayani sebuah konsorsium asuransi TKI, tapi langsung diprotes oleh Depnakertrans dan menyatakan hak menjatuhkan sanksi ada di Depnakertrans, bukan BNP2TKI. (Andrian)

Memakan bangsa sendiri…

Nasib malang buruh migran perempuan di Arab Saudi . Dikutip dari INSTITUT BURUH MIGRAN,

“Mas disini mah biasa…driver punya peliharaan TKW nyampe 20 orang” kata driver asal Indonesia yang bekerja di Arab Saudi. Perilaku ini baru sebagian yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab dengan tega menjerumuskan para buruh migran perempuan padahal sama-sama berasal dari Indonesia.


Para buruh migran Indonesia yang bekerja di Arab Saudi umumnya yang perempuan menjadi pembantu rumah tangga (housekeeper), sedangkan yang pria menjadi sopir (driver). Namun maraknya perlakuan buruk yang menimpa buruh migran Indonesia terutama perempuan ketika harus mencari upaya meminta pertolongan malah berbuntut dengan masuk ke kandang macan !

Para buruh migran perempuan yang mendapat perlakuan buruk majikannya biasanya kabur tanpa sempat membawa dokumen. Tatanan hukum dan budaya di Arab Saudi tidaklah seperti di Indonesia. Bagi masyarakat di sana, seorang perempuan ketika terlihat berjalan sendirian di jalanan umum, walau pun dengan identitas tapi tidak jelas tujuan bisa di tangkap polisi. Apa lagi yang tidak beridentitas. Sehingga mencari perlindungan terdekat dan mudah merupakan solusi praktis bagi buruh migran perempuan yang kabur dari majikan.

Dalam keadaan kalut inilah, para buruh migran perempuan sering kali meminta bantuan perlindungan dari buruh migran Indonesia yang pria. Tapi sayangnya, para buruh migran pria dan umumnya bekerja sebagai driver ini sering kali mengambil kesempatan dalam kesempitan.

Para buruh migran pria ini ketika menampung “pelarian” buruh migran perempuan acapkali memperkosa. Dalih yang di ucapkan para buruh migran pria ini biasanya dilakukan suka sama suka. Ironis sekaligus menyayat hati melihat perilaku para buruh migran pria yang mempunyai tingkah laku seksual biadab ini. Sesama perantauan di negeri asing ternyata tidak menumbuhkan rasa persaudaraan, justru nafsu binatang lah yang menyeruak.

Tidak cukup dengan memperkosa atau memaksa berbuat zinah, setelah puas, para buruh migran perempuan ini kemudian di jual kepada majikan baru oleh para penampungnya ini. Untuk setiap buruh migran perempuan yang di jual, para buruh migran pria ini akan mendapat imbalan 100-200 real (250rb - 500rb) dari majikan baru. Mereka ini tidak peduli apakah majikan baru bersikap baik atau tidak, yang penting dapat uang dari hasil menjual saudara sebangsanya sendiri !

Fenomena ini luput dari pengamatan banyak pihak, terlebih lagi pemerintah. Perilaku sesama anak bangsa yang malah memakan saudaranya sendiri tidak pernah di ekspos secara terbuka. Hal ini menjadi duri di dalam daging, ketika banyak pihak yang sangat peduli untuk membuat nasib buruh migran Indonesia lebih baik, ternyata di hadapkan pada kenyataan bahwa ada sebagian orang-orang Indonesia yang bekerja di Arab Saudi ternyata menjadikan para buruh migran perempuan sebagai budak seks dan budak belian.

Pemerintah harus segera mengakhiri lingkaran setan ini. Upaya yang dapat segera dilakukan adalah menangkap dan mendeportasi orang-orang Indonesia yang menjadikan para buruh migran perempuan sebagai budak seks dan budak belian. Hukum mereka dengan seberat-beratnya. Kejahatan yang dilakukan para oknum ini sangat tidak termaafkan karena telah menodai ibu pertiwi.(btl)

Ditulis dalam Institut Buruh Migran |

BNP2TKI, riwayatmu kini..

November 3, 2007 oleh Jejak-Jejak

BNP2TKI, riwayatmu kini
Kebingungan pemerintah, kebingungan birokrasi, dikutip dari INSTITUT BURUH MIGRAN

Persoalan yang sering mendera para buruh migran Indonesia ketika bekerja di luar negeri, coba di antisipasi pemerintah dengan membuat sebuah lembaga baru. Di awal 2007 pemerintah meresmikan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI).

Eksistensi, fungsi dan tugas dari BNP2TKI sejak awal sudah menuai kontroversi banyak pihak. Mulai dari kalangan legislatif yang merasa kebakaran jenggot karena pemerintah tidak pernah mengkonsultasikan pembentukan lembaga ini kepada tuan-tuan terhormat yang berada di Senayan. Sampai kepada sorotan para aktivis mau pun lembaga yang selama iini bergelut dengan dinamika buruh migran atas penunjukkan Jumhur Hidayat untuk memimpin lembaga ini.

Pembentukan BNP2TKI sebagai lembaga pemerintah non departemen yang berfungsi sebagai pelaksana kebijakan di bidang penempatan dan perlindungan buruh migran, ternyata masih masih sayup-sayup kedengaran kiprahnya. Padahal BNP2TKI merupakan badan yang berada di bawah, dan langsung bertanggungjawab kepada presiden.

Gelontoran dana dari APBN untuk menghidupi BNP2TKI juga tidak bisa dibilang kecil. Melalui Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Depnakertrans), per Februari 2007 telah di salurkan anggaran sebesar Rp 97 miliar kepada lembaga ini untuk biaya operasional pelaksanaan-pelaksanaan kebijakan dan 36 Milyar untuk BNP2TKI di daerah. Dana ini belum termasuk 29 perwakilan di luar negeri. Untuk RAPBN 2008, pemerintah tidak tanggung-tanggung meminta gelontoran anggaran dana APBN 2008 sebesar Rp 273.5 milyar untuk BNP2TKI!

Namun sayangnya, permintaan gelontoran dana tidak identik dengan perkuatan kapasitas kelembagaan ini. Secara perlahan-lahan BNP2TKI hanya sebatas menjadi mesin birokrasi yang sering ngadat ketika mengurusi buruh migran. BNP2TKI kehilangan roh sebagai tangan negara yang harus benar-benar melindungi rakyatnya terutama para buruh migran yang mengadu nasib di luar negeri.

Yang naik nampak kepermukaan adalah ketakutan kehilangan kewenangan dan pundi-pundi uang dari beberapa departemen atas munculnya lembaga baru ini. Jauh-jauh hari, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi sudah mewanti-wanti bahwa untuk urusan buruh migran, Depnakertrans sebagai pembuat kebijakan atau regulator dan BNP2TKI sebagai pelaksananya, jadi tidak akan tumpang tindih.

Sekilas nampak oke-oke saja, tapi kondisi lapangan ternyata tidak semudah yang diomongkan para petinggi birokrat ini. Untuk persoalan keberadaan dan sepak terjang Perusahaan Pengerah jasa Tenaga Kerja Indonesia (PPJTKI) ilegal saja, BNP2TKI tidak punya “gigi” untuk menindak tegas.

Padahal buruh migran berangkat melalui PPJTKI ilegal jelas menjadi ilegal statusnya. Tapi sangat jarang terdengar pengelola dan manajemen PPJTKI ilegal yang dituntut sampai ke pengadilan untuk diganjar hukuman penjara dan pembayaran denda. Yang ada adalah semakin maraknya PPJTKI ilegal dimana-mana, seakan-akan tidak mau kalah dengan maraknya mal dan pusat perbelanjaan.

Kasus lain yang terjadi di lapangan misalnya pemalsuan dokumen. Hampir semua orang tahu dan paham tempat-tempat yang menjadi area pemalsuan dokumen untuk buruh migran. Padahal selain penempatan dan perlindungan, BNP2TKI juga mempunyai tugas penyelesaian masalah TKI termasuk didalamnnya melakukan pengawasan terhadap dokumen.

Namun lagi-lagi, BNP2TKI tidak bisa apa-apa. Paling banter hanya menghimbau dan sekali lagi menghimbau. Pemalsuan dokumen menyangkut buruh migran dengan melibatkan aparat pemerintah dan lintas departemen telah menjadi gurita raksasa yang sewaktu-waktu dapat menelan BNP2TKI.

Fenomena tersebut hanya merupakan setitik air kecil dari lautan persoalan yang terus ada dalam dinamika buruh migran. Ketika untuk persoalan kecil saja tidak mampu di atasi oleh lembaga ini, mungkin lebih baik lembaga ini berada di bawah dan bertanggungjawab langsung kepada Tuhan. Biar orang-orang yang berada di lembaga ini lebih berani untuk berjibaku mengurusi nasib buruh migran, karena kalau tidak becus hukumannya jelas yaitu siksa api neraka ! (btl)

Ditulis dalam Institut Buruh Migran |

Siapa Peduli Nasib TKI?

7 Nopember 2007,Ketenagakerjaan, Suara Pembaruan

Oleh Abdullah Yazid

Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di luar negeri memberikan devisa cukup besar bagi negeri ini. Besarnya kiriman uang selalu naik dari tahun ke tahun. Jumlah yang pergi ke luar negeri dan menjadi TKI baru pun cukup banyak. Berdasarkan pemberitaan surat kabar, dari sekitar 400 perusahaan jasa tenaga kerja Indonesia atau PJTKI dan 300 balai latihan kerja di seluruh Indonesia banyak yang berpredikat tidak layak. Sungguh mengkhawatirkan.

Parahnya, proses dan mekanisme bekerja di luar negeri seringkali berbelit-belit. Bahkan, KPK menemukan 11 titik rawan dalam sistem pelayanan, penempatan, dan perlindungan TKI dengan potensi korupsi yang sangat merugikan. Jika faktanya demikian, jangan heran jika sebagian dari mereka justru menggunakan jalur dan proses ilegal yang jauh lebih mudah dan murah. Jumlah TKI ilegal ini diperkirakan lebih banyak dari yang legal, namun jumlahnya tidak diketahui secara pasti. Umumnya mereka bekerja sebagai pembantu rumah tangga dan buruh di perkebunan.

Fakta ini menyebabkan timbulnya beberapa masalah serius. Pertama, minimnya perlindungan hukum bagi para tenaga kerja tersebut baik dalam maupun luar negeri. Kedua, kurangnya jaminan keamanan dan kesejahteraan para TKI di tempat mereka bekerja. Kasus Ceriyati dan Suparti, dua TKI di Malaysia yang melarikan diri dari tempat mereka bekerja, cukup menunjukkan betapa TKI kita berada pada posisi minus proteksi dan lemah di depan hukum. Ketiga, muncul problem struktural hubungan bilateral antara pemerintah Indonesia dengan negara tempat para TKI bekerja akibat persoalan sosial, ekonomi, politik, dan keamanan. Belum lagi jika pemerintah dihadapkan pada masalah dalam negeri akibat "pengusiran paksa" tenaga kerja, seperti yang sering dilakukan pemerintah asing. Bahkan, baru-baru ini puluhan calon pekerja Indonesia dengan tujuan Korea Selatan sempat tertipu oleh oknum di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur. Penipunya diperkirakan menerima ratusan juta dari aksinya. Lengkap sudah kemalangan TKI kita, bahkan yang masih berstatus calon TKI.

Dilema

Sejauh ini, pemerintah terlihat belum memiliki kebijakan taktis dan strategis mengatasi persoalan TKI. Besarnya devisa negara yang bisa diperoleh dari sektor penempatan TKI di luar negeri bisa jadi membuat pemerintah "mempertahankan" mereka.

Faktanya pun jumlah TKI dari tahun ke tahun makin banyak. Di Jatim saja, sebagai provinsi yang terhitung menyumbang TKI cukup banyak, jumlah TKI yang berangkat selama 2006 mencapai 58.547 orang, meningkat dari 2005 sebanyak 56.033 orang.

Sayangnya, proses dan mekanisme penempatan kerja di luar negeri tidak juga kunjung membaik. Pemerintah dalam konteks ini masih saja kurang memperhatikan prinsip manajemen pelayanan yang berbasis pemenuhan kepuasan konsumen. Yang terjadi, proses yang harus ditempuh selalu melalui tahapan yang membutuhkan waktu lama, berbelit-belit, dan sangat memakan biaya.

Menyelesaikan problem TKI luar negeri dengan aneka kasus di atas memang bukan pekerjaan mudah. Apalagi, kasus-kasus tersebut menyangkut hubungan unilateral antarnegara. Kasus yang terjadi seolah menjadi lingkaran setan. Misalnya, adanya peraturan perundangan pemerintah setempat yang diskriminatif dan sepihak, seperti yang baru saja dilakukan oleh pemerintah Malaysia terhadap para tenaga kerja asing yang bekerja di negara itu. Bahkan, tidak jarang TKI juga mengalami penganiayaan, penipuan, dan pelecehan seksual. Terkadang, TKI sendiri yang justru melanggar, misalnya, mencuri atau lalai dalam pekerjaan.

Penyelesaian kasus per kasus tersebut sudah barang tentu akan membutuhkan kajian sosial politik yang mendalam karena menyangkut kebijakan politik luar negeri pemerintah Indonesia secara keseluruhan.

Di negara-negara maju upaya memberikan perlindungan dan pembinaan tenaga kerja menjadi dimensi penting bagi kemajuan industri. Sebaliknya di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, masalah pelayanan penempatan tenaga kerja dalam rangka pendayagunaannya belum dioptimalkan sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan.

Pelatihan Optimal

Dalam menyikapi masalah TKI, rendahnya kualitas dan etos kerja, serta pengangguran yang membeludak, pemerintah perlu sesegera mungkin memikirkan upaya capacity building dan penyediaan fasilitas yang memadai. Ini bertujuan untuk meningkatkan keterampilan, pengalaman, sekaligus memberikan kesempatan dan perlakuan yang sama. Misalnya, kepada TKI dan usia-usia produktif di masyarakat yang berkecenderungan ingin bekerja ke luar negeri diberikan pelatihan kerja secara optimal agar dapat meningkatkan kemampuan demi terciptanya produktivitas kerja.

Apalagi, kita saat ini dihadapkan pada era keterbukaan global, seperti, AFTA, NAFTA, dan era liberalisasi. Mau tidak mau, kualitas tenaga kerja Indonesia harus meningkat agar dapat bersaing di pasaran tenaga kerja. Sekurang-kurangnya, tenaga kerja kita harus bisa bersaing di negeri sendiri, karena aliran tenaga kerja asing akan menerpa Indonesia di era globalisasi tersebut.

Selain itu, pemerintah mesti mulai menciptakan program padat karya produktif, mengingat kekayaan lokal kita seringkali hanya dijual mentah-mentah tanpa mengetahui proses kreatif. Solusi selanjutnya adalah usaha mandiri. Usaha macam inilah yang bisa bertahan dalam menghadapi krisis ekonomi beberapa waktu lalu. Yang tidak kalah penting, bangsa ini juga harus mulai membangun basis tenaga kerja pemuda mandiri profesional. Saat ini, kurang lebih satu juta sarjana yang tidak memiliki pekerjaan. Akan lebih bermanfaat jika para sarjana ini pulang kampung dan membangun desanya.

Penulis adalah Peneliti Pusat Studi dan Pengembangan Kebudayaan (PUSPeK) Averroes, Malang

Friday, October 26, 2007

BNP2TKI Bentuk Lembaga Monitoring

Rabu, 10/10/2007 17:21 WIB

Lutfi Dwi P. - Okezone

JAKARTA - Banyaknya kasus yang menimpa para Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Malaysia membuat BNP2TKI harus bersikap tegas. Lembaga pengiriman TKI itupun akan membentuk lembaga monitoring untuk memonitor para majikan dan TKI di Malaysia.

"Saat ini BNP2TKI sedang melakukan negosisasi dengan Malaysia," kata Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan (BNP2) TKI, Jumhur Hidayat usai menemui Wakil Presiden Jusuf Kalla di Istana Wapres, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta, Rabu (10/10/2007).

Menurut Jumhur, nanti lembaga ini bekerja untuk melakukan pemeriksaan dengan cara menelpon sekira 500-600 majikan di Malaysia.

"Apabila melakukan pengecekan terhadap TKI dan majikan ternyata baik, maka akan dilanjutkan. Tapi apabila ada kesenjangan budaya atau komunikasi kami akan melakukan home visit," jelasnya.

Jumhur menegaskan, jika nanti dalam pninjauan diketahui terdapat tindakan kekerasan, maka lembaga monitoring akan menyelamatkan TKI. "polisi setempat akan mengambil TKI dan ditempatkan di shelter untuk diambil tindakan hukum kepada majikan," tandasnya. (ahm

Thursday, October 11, 2007

Penyiksa TKI Harus Dihukum Berat

Jakarta | Senin, 01 Okt 2007

Pemerintah RI melalui Departemen Luar Negeri (Deplu) mendesak aparat penegak hukum Arab Saudi untuk menjalankan sanksi hukum terhadap majikan yang telah melakukan penyiksaan hingga meninggal dunia terhadap dua Tenaga Kerja Indonesia (TKI), Siti Tarwiyah binti Slamet Dimyati (31) dan Susmiyati binti Mad Rabu (28). Untuk mengawal misi tersebut, Deplu telah menyiapkan pengacara dan melakukan koordinasi dengan Konsulat dan KBRI di Riyadh Arab Saudi.
"Kami juga telah menemui Gubernur Riyadh Pangeran Salman dan beliau positif akan menindaklanjuti keinginan Indonesia untuk menindaklanjutinya melalui proses hukum," ujar Direktur Perlindungan WNI, Deplu, Teguh Wardoyo kepada Jurnal Nasional (29/9).

Sejauh ini, pemerintah Arab Saudi menurut Teguh cukup kooperatif bekerjasama dengan Indonesia terutama masalah pemulangan kedua jenazah. Selain itu, Arab juga berkomitmen segera memulangkan kedua TKI lainnya yang masih hidup untuk segera dipulangkan ke tanah air.

Reaksi keras juga datang dari Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Mohammad Jumhur Hidayat. Ia bahkan lebih berani mengatakan untuk keluarga Susmiyati, agar tidak perlu memaafkan majikan Susmiyati. Hal tersebut bertujuan agar majikan Susmiyati di Arab Saudi mendapat hukuman yang setimpal. "Jangan mau bila dikasih uang empat-limaratus juta, minta seratus milyar biar kapok," ujar Jumhur.

Disinggung pernyataan Jumhur, Teguh enggan berkomentar lebih jauh. "Dalam hal ini pemerintah hanya memfasilitasi dan menuntut sesuai hukum yang berlaku tak erkecuali terhadap seluruh WNi di dunia," ujarnya. Teguh hanya meyakini memang untuk tindak pidana yang mengakibatkan kematian seperti itu, Arab Saudi yang menerapkan hukum syariah dapat saja melakukan Qishos untuk pelaku pidana.

Siti Tarwiyah bekerja pada majikan bernama Yahya Madjid Al Syagatsrah di kawasan Al Mamlukah, sekitar 350 km dari Riyad, Arab Saudi, sejak pertengahan Oktober 2006 lalu. Sekitar sembilan bulan bekerja, hubungan komunikasi dengan majikan maupun keluarganya di Indonesia berjalan lancar bahkan pernah mengirim uang sebesar Rp5,7 juta. Walau begitu, sejak tiga bulan belakangan ini, komunikasi dengan korban tidak pernah terjadi hingga tanggal 8 Agustus 2007 lalu, keluarga mendapat kabar meninggal atas siksaan majikan.

Sedangkan Susmiyati bekerja pada majikan bernama Mubarak Hamad Al Syagain dan mulai melakukan aktifitas sebagai pembantu rumah tangga sejak awal Januari 2007.

Majikan kedua TKI yang meninggal juga berupaya melakukan "perayuan" terhadap Daryoto (32) yang merupakan suami dari Susmiyati dan Hamid (35) suami Siti Tarwiyah. Tindakan itu dilakukan agar mereka terhindar dari hukuman mati.

Kedua jenazah TKI Siti Tarwiyah dan Susmiyati tiba di Bandara Soekarno Hatta Cengkareng ke Tanah Air pada Sabtu (29/9) dengan menggunakan pesawat Saudi Arabia Airlines dengan nomor penerbangan SV-822 dari Riyad, Arab Saudi.

Sebelumnya Teguh Wardoyo di ruang tunggu khusus TKI di terminal II Bandara Internasional Soekarno-Hatta, mengatakan Dia mengatakan, pihak Deplu dengan koordinasi Depnakertrans dan pihak lainnya dianggap sudah maksimal dalam melakukan pemulangan jenazah, namun terlambat akibat adanya proses penyidikan polisi di Riyadh.

Saat bertemu dengan suami Susmiyati di Lounge TKI Bandara Sokearno-Hatta, Tangerang, Banten, Jumhur atas nama BNP2TKI juga menyerahkan uang duka. Keluarga Susmiyati mendapat santunan Rp60 juta. Jumlah tersebut meliputi asuransi, santunan dari BNP2TKI dan Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi. PT Alfindo Masbuana, jasa pengiriman TKI yang mengirim Susmiyati juga memberikan santunan

Suami Susmiyati, Daryoto menyerahkan proses hukum penganiayaan istrinya kepada pemerintah. Susmiyati, TKW asal Pati, Jawa Tengah tewas bulan lalu dianiaya anak majikannya. Setelah melalui pemeriksaan, jenazah Susmiyati akhirnya dipulangkan ke Indonesia.

Timur Arif Riyadi

Sumber : Jurnal Nasional

Akar Masalah Para TKI Nahas

Sumber : Suara Merdeka

Oleh : Yunus Moh Yamani
KEJADIAN-kejadian tragis yang menimpa empat TKI di Arab Saudi bukan baru kali pertama. Peristiwa itu hampir setiap tahun terjadi, karena sistem perlindungannya mirip pemadam kebakaran dan menimbulkan reaksi bermacam-macam.

Yang paling sering kita dengar adalah stop penempatan, dan itu selalu di utarakan para pejabat kalau sudah terdesak pertanyaan oleh para wartawan.

Menyimak berita yang dilansir media massa bahwa Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKT (BNP2TKI) akan menyetop penempatan TKI ke Arab Saudi, namun itu sulit terlaksana.

Pertama, hak untuk menyetop penempatan bukan menjadi hak BNP2TKI, tapi hak Depnakertrans RI. BNP2TKI hanya operator, pelaksana dan aturan mainnya di tentukan oleh Depnakertrans.

Kedua, menyetop penempatan tidak menyelesaikan permasalahan. Ketiga, Keputusan, komitmen Depnakertrans dan BNP2TKI sudah kalah. Ini selalu terjadi. Yang paling akhir tentang kenaikan gaji TKI khusus di Arab Saudi, BNP2TKI membuat surat edaran, gaji TKI di Arab Saudi dinaikkan dari 600 riyal menjadi 800 riyal mulai Agustus 2007.

Pada Juli Asosiasi PJTKA datang ke Indonesia bertemu dengan Kepala BNP2TKI dan meminta agar gaji dinaikkan tetapi diberlakukan tahun 2008, setelah berunding di sepakati gaji naik tetapi di mulai September 2007.

Pada akhir Juli 2007 rombongan Kepala BNP2TKI mengadakan kunjungan kerja ke Timur Tengah termasuk Arab Saudi.

Sewaktu di Arab Saudi, rombongan BNP2TKI bertemu lagi dengan Sanarcom (Asosiasi PJTKA) dan menyepakati gaji naik di mulai Oktober 2007.

Menurut kami, kita sudah kalah, seharusnya Kepala BNP2TKI tegas dan konsisten kalau sudah berani membuat surat edaran kenaikan gaji mulai bulan Agustus, harus dipegang dengan teguh. Dengan mengulur-ngulur waktu kesempatan emas telah hilang dan anehnya tidak ada surat edaran tentang penundaan berlakunya kenaikan gaji pada masyarakat PPTKIS.

Soal rencana penyetopan penempatan TKI ke Arab Saudi, itu tidak akan terjadi, di samping itu hak Depnakertrans, dan Kepala BNP2TKI sikapnya tidak tegas, contoh masalah gaji di atas, yang ketiga apakah setiap ada peristiwa, untuk mengatasinya harus menyetop penempatan ?

Akar Masalah

Pertama, TKI di dalam negeri yang akan bekerja di luar negeri harus di tata secara professional, karena 80% permasalahan TKI ada di dalam negeri.

Bagaimana tidak bermasalah kalau di Balai Latihan Kerja (BLK) seharusnya 21 hari bisa meloloskan hanya dalam satu hari. Lembaga sertifikasi profesi (LSP) dan lembaga sertifikasi kompetensi (LSK) bisa meloloskan puluhan TKI buta huruf, poliklinik pemeriksaan TKI izinnya dari luar negeri dan diberi hak istimewa oleh BNP2TKI untuk memonopoli system online ini kan aneh !!

Jangan lupa setiap calon TKI untuk memperloleh sertifikat LSP dan LSK harus merogoh kocek Rp 70.000/orang. Hitung saja berapa besar dana yang dihimpun kalau per tahun ada jutaan TKI yang berangkat ke luar negeri.

Dan banyak lagi yang mesti dibenahi, namun harus melibatkan para praktisi PPTKIS (Perusahaan Pengerah TKI swasta), dulu namanya Perusahaan Jasa TKI/PJTKI) yang membidangi masalah itu, sekarang ini yang di ajak berunding adalah orang-orang atau organisasi yang tidak terlibat langsung dalam penempatan TKI, maka kacau balau.

TKI yang bermasalah itu bukan hanya di Arab Saudi saja, tetapi di seluruh negara penempatan, bedanya ada LSM yang mengangkat permasalahan TKI di Arab Saudi atau Timur Tengah. Tapi kalau di Hong Kong, Singapura, Taiwan, Korea kayaknya adem ayem aja.

Bayangkan saja, di Singapura dalam 4 tahun terakhir 196 TKI mati, semua jatuh dari lantai atas gedung, saya tidak melihat ada LSM mengangkat masalah tersebut. Mereka tidak meminta agar penempatan TKI ke Singapura dihentikan? Ada apa ini semua?

Untuk bisa melindungi TKI di tempat kerjanya harus menggunakan sistem tepat guna sesuai adat budaya dan karakter negaranya, libatkan Asosiasi PPTKIS bukan sekadar konsorsium asuransi yang nota bene tidak punya kemampuan melindungi TKI.

Selama sistem ini tidak diubah jangan harap ada perlindungan TKI di tempat kerjanya(77)

- Penulis adalah Ketua Himpunan Pengusaha Penempatan TKI/HIMSATAKI

Per 1 Oktober, Gaji TKI Wajib Naik

Ahad, 23 September 2007 05:34
JAKARTA–Tampaknya, akan semakin banyak saja arus gelombang WNI untuk menjadi TKI di luar negeri. Itu setelah BNP2TKI (Badan Nasional Penempatan dan Pelindungan TKI) mewajibkan delapan negara penerima untuk menaikkan gaji kepada TKI sektor informal per 1 Oktober mendatang. ”Kenaikannya sekitar 33,3 persen di setiap negara,” ujar Moh Jumhur Hidayat, kepala BNP2TKI, kemarin.Menurut Jumhur, seharusnya kenaikan gaji di delapan negara yakni Singapura, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Kuwait, Qatar, Oman, Jordania, dan Bahrain itu harus berlaku sejak 1 Agustus. Namun, baru Singapura saja yang telah bersedia menaikkan standar gaji kepada para TKI. Dari standar gaji sebesar SGD 280 (Rp 1,7 juta), sejak Juli lalu, negara kota tersebut telah menaikkan gaji para TKI menjadi SGD 350 (Rp 2,31 juta).Di negara penerima TKI lainnya sampai saat ini masih belum memberikan respon terkait kenaikan gaji TKI. Di Arab Saudi misalnya, pemerintah setempat saat ini masih melakukan lobi atas persentase kenaikan gaji, dari 600 riyal (Rp 1,47 juta) menjadi 800 riyal (Rp 1,96 juta). Namun, BNP2TKI, menurut Jumhur, tidak akan menggubris permintaan tersebut.”Kami menolak, karena di Arab (Saudi) standar income penduduknya 3.000 sampai 4.000 riyal (Rp 7,35 juta- Rp 9,8 juta) , masak jumlah sebesar itu masih ditawar,” cetusnya. Lanjut Jumhur, kalaupun sejumlah negara sampai saat ini belum menaikkan, hal itu tidak menutup kemungkinan untuk tetap menaikkan standar gaji TKI. ”Law enforcementnya per 1 Oktober, itu sudah harus dipatuhi negara-negara itu,” tegasnya.Standar gaji TKI saat ini, menurut Jumhur, perlu untuk segera disesuaikan dengan kondisi terkini perkembangan setiap negara. Jika dirunut lebih jauh, gaji para TKI saat ini adalah standar gaji yang dipakai sejak 20 tahun lalu. “Faktor lain, kenaikan transportasi pengiriman, standar hidup, tentu jauh lebih tinggi dari 20 tahun lalu. makanya harus dinaikkan,” ujarnya.Jika dihitung dalam rupiah, rata-rata kenaikan gaji TKI di sektor informal adalah menjadi sekitar Rp 1,9 juta, dari gaji semula sekitar Rp 1,5 juta. Selain Singapura dan Malaysia, Uni Emirat Arab diharuskan menaikkan gaji TKI dari 600 dirham ( Rp 1,49 juta) menjadi 800 dirham (Rp 1,99 juta). Sementara Kuwait, Qatar, Oman, Jordania, dan Bahrain wajib menaikkan standar gaji TKI dari USD 150 (Rp 1,37 juta) menjadi USD 200 (Rp 1,83 juta). (bay)

Masih Banyak Negara yang Membutuhkan TKI

Kamis, 11 Oktober 2007 16:03 WIB


TEMPO Interaktif, Jakarta:

Deputi Perlindungan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Mardjono mengatakan Malaysia berhak mencari pembantu rumah tangga dari negara lain selain Indonesia. "Itu hak mereka, kita tidak pernah memaksa mereka menerima tenaga kerja Indonesia," ujarnya saat dihubungi Tempo hari ini, (11/10). Malaysia, lanjutnya, tanpa alasan apapun berhak membuat perjanjian atau mengambil tenaga kerja dari negara manapun. Indonesia, tambahnya, tidak terpengaruh dengan kebijakan tersebut. "Indonesia mengirim tenaga kerja berdasarkan order, jika tidak ada maka tidak dikirim," ujar Mardjono.. Sampai saat ini, katanya, BNP2TKI belum berencana membahas masalah tersebut. "Saya juga baru tahu. Lagipula bukan hanya Malaysia yang menerima TKI, masih banyak negara lain yang membutuhkan," jelas Mardjono. Karena kebutuhan akan pembantu rumah tangga terus meningkat, Malaysia bermaksud menyewa pembantu dari India, Nepal, Laos, dan Vietnam. Wakil Perdana Menteri Malaysia Datuk Seri Najib Tun Razak kemarin mengatakan bahwa perekrutan dari empat negara itu akan dilakukan setelah nota kesepahaman ditandatangani dengan negara bersangkutan. Saat itu ada 317.537 pembantu asing di negeri jiran itu dan mereka semua berasal dari Indonesia, Filipina, Thailand, Sri Lanka, dan Kamboja. Hingga 30 September lalu, kata Najib, ada 2.021.099 tenaga kerja asing di berbagai sektor, termasuk manufaktur (35,9 persen), perkebunan (17 persen), pembantu rumah tangga (15,8 persen), konstruksi (14,1 persen), industri jasa (9,5 persen), dan pertanian (7,7 persen). Negara-negara asal pekerja itu, antara lain, Indonesia (57,5 persen), Nepal (11 persen), Bangladesh (8,8 persen), danDeputi Perlindungan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Mardjono mengatakan Malaysia berhak mencari pembantu rumah tangga dari negara lain selain Indonesia. India (7 persen)Deputi Perlindungan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Mardjono mengatakan Malaysia berhak mencari pembantu rumah tangga dari negara lain selain Indonesia.

REH ATEMALEM SUSANTI

BNP2TKI Bentuk Lembaga Monitoring

Rabu, 10/10/2007 17:21 WIB

Lutfi Dwi P. - Okezone


JAKARTA - Banyaknya kasus yang menimpa para Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Malaysia membuat BNP2TKI harus bersikap tegas. Lembaga pengiriman TKI itupun akan membentuk lembaga monitoring untuk memonitor para majikan dan TKI di Malaysia."Saat ini BNP2TKI sedang melakukan negosisasi dengan Malaysia," kata Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan (BNP2) TKI, Jumhur Hidayat usai menemui Wakil Presiden Jusuf Kalla di Istana Wapres, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta, Rabu (10/10/2007).Menurut Jumhur, nanti lembaga ini bekerja untuk melakukan pemeriksaan dengan cara menelpon sekira 500-600 majikan di Malaysia. "Apabila melakukan pengecekan terhadap TKI dan majikan ternyata baik, maka akan dilanjutkan. Tapi apabila ada kesenjangan budaya atau komunikasi kami akan melakukan home visit," jelasnya.Jumhur menegaskan, jika nanti dalam pninjauan diketahui terdapat tindakan kekerasan, maka lembaga monitoring akan menyelamatkan TKI. "polisi setempat akan mengambil TKI dan ditempatkan di shelter untuk diambil tindakan hukum kepada majikan," tandasnya. (ahm)

KPK SAMPAIKAN BANYAK PELANGGARAN SP3TKI KEPADA MENAKERTRANS

(28 Agustus 2007) Jakarta, 28/8/2007 (Kominfo – Newsroom)

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyampaikan hasil kajiannya terhadap Sistem Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (SP3TKI) dan penemuan banyak pelanggaran yang terjadi kepada Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans) Erman Suparno. "Sebagai bagian dari pelaksanaan tugas monitor terhadap penyelenggara negara, KPK telah melakukan kajian terhadap SP3TKI khususnya untuk masa pra dan purna penempatan," kata Ketua KPK Taufiequrrahman Ruki didampingi Menakertrans serta Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI) usai mengadakan rapat diskusi di Gedung KPk Jakarta, Selasa (28/8). Ketua KPK mengatakan, dari hasil kajian terhadap SP3TKI dihasilkan sebanyak 11 temuan pokok diantaranya, banyak praktik suap dalam pengurusan dokumen calon TKI, belum adanya standar pelayanan baku yang mengatur tentang prosedur, persyaratan, biaya, dan waktu penyelesaian pelayanan. Pelayanan pengurusan dokumen calon TKI, kata Ruki, kurang profesional, meliputi tidak digunakannya sistem antrian, BP2TKI dan Disnaker Kabupaten/Kota umumnya tidak memiliki loket pelayanan (front office), terjadi kontak langsung antara pengguna jasa dan petugas/pejabat back office, tidak ada tanda terima berkas, serta informasi dan sarana pelayanan yang kurang memadai dan P3TKI juga belum didukung dengan sistem manajemen informasi yang memadai. Selanjutnya maraknya praktek percaloan dalam proses perekrutan calon TKI, belum adanya standarisasi biaya penempatan TKI dan pelatihan penempatan calon TKI, pengawasan terhadap lembaga penempatan yang juga kurang memadai serta belum adanya pemeriksaan substansi perjanjian penempatan dan perjanjian kerja. Selain itu, di terminal Bandara Soekarno Hatta belum dapat merealisasikan konsep awal tentang diperlukannya Terminal 3 sebagai bagian dari upaya perlindungan terhadap TKI yang tergambar dari kegiatan pemanduan kepada TKI yang pulang melalui terminal 3 belum dilakukan secara efektif, tidak ada petugas yang berjaga di counter pusat informasi, TKI sering dipaksa menukarkan valasnya dengan kurs yang lebih rendah daripada market rate, tarif angkutan darat yang disediakan juga jauh lebih mahal daripada tarif umum, dan tidak ada kejelasan mengenai waktu tunggu dalam proses kepulangan TKI. Kemudian masih kurang memadainya kualitas dan kuantitas Sumber Daya Manusia (SDM) di instansi yang bertanggung jawab dalam proses penempatan dan perlindungan TKI. Menurut ruki apa yang disampaikan tersebut, semata-mata untuk meningkatkan pelayanan publik sebagai gambaran dari penerapan good governance agar SP3TKI akan semakin baik dan merekomendasikan sejumlah perbaikan yang garis besarnya adalah peningkatan komitmen pimpinan kepada lembaga yang mengurusi TKI. Kajian tersebut juga untuk pembenahan sistem (reformasi birokrasi) meliputi manajemen SDM, bussiness process dan infrastrutur, dan anggaran serta peningkatan pengawasan dan penindakan (law inforcement). "Pendekatan-pendekatan kami adalah perbaikan sistem, karena ini kami mengaharpan adanya reformasi birokrasi di Departemen Tenaga Kerja," pinta Ruki. Menanggapi penyampaian kajian tersebut Menaker mengatakan, reformasi SP3TKI sudah dicanangkan melalui Instruksi oleh Presiden Soesilo bambang Yudhonyono (Inpres No 6 Tahun 2006) dalam rangka pelaksanaan pembenahan sistem. "Reformasi sistem sudah dicanangkan melalui Inpres dalam rangka pembenahan. namun demikian kami berterimaksih kepada KPK yang telah memonitoring pelayanan sistem di P3TKI," ujar Erman. Erman mengatakan, memang masih banyak hal-hal yang belum ditindaklanjuti dan di perbaiki seperti pengurusan dokumen, di balai BP2TKI, sistem keadministrasian dan pelaksanaan pengurusan domkumen calon TKI. Menurut Erman Depnaker telah melakukan salah satu upayanya memperbaiki hal itu diantaranya dengan melakukan desentralisasi pengurusan dokumen calon TKI yang melalui Inpres sudah dapat dilakukan didaerah daerah seperti pengurusan paspor, biaya paspor, dan dokumen lain agar dapat mengurus secara mudah dan murah, cepat dan aman. "Saat ini calon TKI dapat mengurus dokumen di daerahnya masing-masing supaya TKI-nya bisa cepat, mudah, murah, dan aman," ujar Erman. Pembenahan SP3TKI berdasarkan UU No 39 tahun 2004 dengan dibentuknya badan sesuai peraturan pemerintah No 81 dilanjutkan dengan Inpres, itu sebenarnya sudah jelas kata Erman. Namun memang didalam pelaksanaannya itulah yang dimonitor oleh KPK dan ditemukan sejumlah pelanggaran, termasuk suap kepada aparat yang melayani. (T.ww/toeb/b)

Perlindungan TKI Rentan

24 Juni 2007,Ketenagakerjaan, Suara Pembaruan

Oleh Fathullah

Tenaga kerja Indonesia (TKI) di luar negeri selama ini sering dijadikan objek perdagangan manusia. TKI mengalami kerja paksa, jadi korban kekerasan, pemerasan, kesewenang-wenangan, kejahatan atas harkat dan martabat manusia, serta perlakuan lain yang melanggar hak asasi manusia.Simak kasus yang baru saja dialami dua TKI kita di AS, Samirah dan Enung, yang menjadi korban penyiksaan majikan mereka Varsha Mahender (35) dan suaminya Murlidhar Sabhnani (51), sehingga terpaksa dirawat di Nassau University Medical Center di Long Island, New York. Sebelumnya, kasus serupa dialami salah seorang TKI wanita asal Medan, Martini (33). Belum lama ia terpaksa pulang dari tempat bekerjanya di Hong Kong ke kampung halamannya dalam keadaan menderita lumpuh.Peristiwa tragis juga dialami Rustini, TKI yang dikirim bekerja di Yordania. Karena tak kuat menghadapi tekanan stres, ia nekat terjun dari tempat penampungan.Tragedi yang tak kalah memprihatinkan juga dialami kurang lebih 400 TKI/TKW yang diperlakukan tidak manusiawi oleh majikan di Arab Saudi. Kini mereka tertahan di barak penampungan yang mirip penjara di Riyadh. Di antara korban TKI di Arab Saudi itu adalah Shinta Marlina Reza (20), TKI asal Cianjur, yang nasibnya terkatung-katung selama kurang lebih satu setengah tahun terakhir setelah disiksa oleh majikannya di Arab Saudi hingga cacat tangan kanan dan buta kedua matanya. Selain Shinta, ada juga Ratna binti Marzuki (40), TKW asal Sukabumi yang melarikan diri dari tempat penampungan dan mengungkapkan adanya kasus penyekapan TKI tersebut.Demikian pula yang kini dialami oleh 54 orang TKI yang menghadapi ancaman hukuman mati di Malaysia. Belum lagi kasus-kasus TKI yang terjadi pada saat ia pulang ke daerah asal. Dalam perjalanannya sering menghadapi berbagai permasalahan keamanan, di antaranya penipuan, pemerasan, pembiusan, dan bahkan sampai pada pencelakaan dirinya.Tidak BerfungsiDengan sederetan kasus yang terus terjadi itu memperlihatkan betapa lemahnya posisi dan perlindungan TKI di luar negeri. Pemerintah Indonesia yang menurut Pembukaan UUD 1945 berkewajiban melindungi setiap warga negaranya, termasuk TKI di luar negeri, sering tidak berfungsi optimal melindungi TKI, bahkan terkesan mengabaikan kewajiban dan tanggung jawab konstitusional tersebut.Dengan dibentuknya Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) berdasarkan Perpres No 81 Tahun 2006 yang diberi tugas untuk mengkoordinasikan dan mengintegrasikan penempatan dan perlindungan TKI, agaknya sedikit memberi harapan dan kejelasan, terutama dalam perlindungan TKI yang lebih baik dan lebih terjamin hak asasi dan martabatnya.Apakah lembaga BNP2TKI yang baru dibentuk ini dalam kenyataannya sesuai dengan yang diharapkan atau tidak, sepenuhnya bergantung pada lembaga itu sendiri dan dukungan semua pihak yang terkait, serta perangkat kebijakan yang memberi kewenangan lembaga tersebut.Berdasakan definisinya, perlindungan TKI menurut Undang-Undang No 39 Tahun 2004 adalah segala upaya untuk melindungi kepentingan calon TKI/TKI dalam mewujudkan terjaminnya pemenuhan hak-haknya sesuai dengan peraturan perundang-undangan, baik sebelum, selama, maupun sesudah bekerja. Sedangkan berkaitan dengan tugas perlindungan TKI yang khusus ditugaskan kepada BNP2TKI sebagaimana disebutkan dalam Perpres No 81 Tahun 2006 adalah mempunyai tugas merumuskan, mengkoordinasikan, melaksanakan dan mengawasi pelaksanaan kebijakan teknis perlindungan TKI yang meliputi standardisasi, sosialisasi dan pelaksanaan perlindungan mulai dari pra-pemberangkatan, selama penempatan, sampai dengan pemulangan.Beberapa CatatanBerdasarkan pengamatan yang dilakukan berbagai pihak, dalam hal ini penulis sendiri dari Tim CIDES mencatat beberapa permasalahan mendasar terkait dengan perlindungan TKI yang ada selama ini.Pertama, pemerintah melalui aparat terkait di luar negeri selama ini secara diplomatik belum siap untuk melindungi para TKI yang menghadapi permasalahan. Kekurangsiapan itu disebabkan terbatasnya keahlian dan keterampilan mereka untuk melakukan pembelaan hukum dan hak asasi manusia (HAM) yang dibutuhkan oleh para TKI tersebut. Pada umumnya para diplomat tidak menguasai sistem hukum dan HAM tentang perlindungan buruh, termasuk tata cara beracaranya yang berlaku di negara setempat.Contoh kasus, misalnya sistem hukum di Arab Saudi yang tidak mengakui HAM yang berlaku universal. Bahkan dalam pandangan dan tradisi mereka, para TKI/TKW kita di sana dianggap budak-budak belian, sehingga rawan terjadi perkosaan, pelecehan seksual, penganiayaan, dan pelanggaran HAM lainnya.Kedua, permasalahan mendasar lainnya dalam perlindungan TKI di luar negeri juga dihadapkan pada masalah kurang atau tidak adanya kedisiplinan dan pertanggungjawaban yang sungguh-sungguh dari aparat pemerintah yang bertugas di KBRI/KJRI untuk melindungi TKI di negara-negara tersebut. Bahkan berdasarkan informasi, keberadaan beberapa oknum aparat di KBRI/KJRI justru menjadi bagian dari permasalahan itu sendiri, sehingga menjadi kendala yang mempersulit upaya perlindungan TKI, karena mereka itu turut mengambil kesempatan dan keuntungan dari permasalahan TKI tersebut.Oknum itu terindikasi, misalnya menjadi calo-calo atau agency dari TKI yang menghadapi masalah habis masa kontrak kerja atau habis masa tinggalnya di negara tersebut, atau TKI yang terkena PHK, atau juga TKI yang karena terpaksa melarikan diri dari majikannya. Kemudian TKI yang berada di dalam kekuasaannya itu diperdagangkan kembali kepada pihak-pihak tertentu. Sebagai contoh dari beberapa informasi yang terungkap, khusus di negara-negara timur tengah seperti Arab Saudi, disinyalir oleh berbagai pihak sering terjadi kasus percaloan dan perdagangan gelap TKI/TKW. Oknum itu sama sekali tidak memedulikan tanggung jawabnya melindungi TKI/TKW, tapi malah bertindak seperti preman atau bagian dari mafia perdagangan gelap TKI/TKW.Ketiga, dilihat dari sisi pengguna TKI di luar negeri, selama ini mereka tidak merasa punya kewajiban melindungi TKI sesuai dengan aturan hukum dan HAM Indonesia. Mereka cenderung tidak peduli dengan apa pun kata peraturan hukum dan HAM yang berlaku di Indonesia. Satu-satunya cara untuk mengikat kepedulian mereka dan bisa dituntut secara hukum apabila dilanggar adalah dengan melakukan perjanjian tertulis (MoU), baik perjanjian antara Pemerintah negara Indonesia dan negara pengguna TKI (G to G), atau pemerintah Indonesia dengan pihak-pihak yang berkepentingan menggunakan jasa TKI.Di dalam Perpres No 81 Tahun 2006 berkaitan dengan tugas BNP2TKI hanya disebutkan dua jenis perjanjian tertulis, yaitu perjanjian antara Pemerintah Indonesia dan negara tujuan penempatan TKI atau pemerintah negara Indonesia dengan pengguna yang berbadan hukum di negara tujuan penempatan TKI. Sedangkan Inpres No 6 Tahun 2006, menyebutkan hanya satu jenis perjanjian yaitu perjanjian antara pemerintah negara Indonesia dengan negara penerima TKI.Dari kedua peraturan itu sama sekali tidak mempersyaratkan dibuatnya perjanjian yang lebih khusus dengan pihak pengguna langsung, seperti unit-unit rumah tangga untuk sektor TKI pembantu rumah tangga. Sebab, permasalahannya selama ini justru pada tingkat pengguna langsung TKI di tingkat rumah tangga inilah yang sering bermasalah. Ketiadaan persyaratan perjanjian secara langsung ini menyebabkan lemahnya posisi tawar dan perlindungan hak asasi TKI pembantu rumah tangga berhadapan dengan pihak majikannya.Sulit DilakukanKontrol pemerintah kedua negara yang membuat perjanjian, sulit dilakukan pada level rumah tangga ini. Apalagi di negara Arab Saudi yang menerapkan sistem kehidupan rumah tangganya sangat tertutup dari pantauan pihak luar, termasuk pemerintahnya, berpotensi besar terjadinya pelanggaran HAM TKI.Keempat, bermasalahnya perlindungan TKI di luar negeri juga disebabkan oleh karena faktor ketidaksiapan TKI itu sendiri yang pada umumnya terlalu dipaksakan untuk bekerja di luar negeri, terutama sebagai pembantu rumah tangga. Ketidaksiapan itu berkaitan dengan banyak hal, terutama terkait dengan ketidakmampuannya untuk memahami bahasa dan cara berkomunikasi di tempat kerja, juga ketidakmampuannya untuk memenuhi tuntutan kerja dan memahami cara bekerja yang sesuai dengan suasana di tempat kerja.Selain itu juga, ketidaksiapannya untuk memahami perlindungan hukum dan HAM yang berlaku di negara setempat, dan tidak memiliki akses informasi dan jaringan yang memadai untuk dapat melindungi dan membela hak asasinya di luar negeri.Kelima, selanjutnya masalah perlindungan asuransi bagi TKI yang bekerja di luar negeri, banyak mendapat masalah karena sistem perasuransian TKI yang ada di Indonesia selama ini sering tidak diakui di negara tempat TKI bekerja tersebut. Di samping, sering juga para TKI ditipu oleh para calo yang mengatasnamakan perantara ke perusahaan asuransi. Mereka ini sangat pandai sekali memanfaatkan keadaan dan mengambil kesempatan di tengah sempitnya waktu persiapan berangkat ke luar negeri. Biasanya modus operandinya dengan cara bekerja sama dengan orang dalam perusahaan PJTKI atau mengatasnamakan utusan dari perusahaan asuransi tertentu, dan sebagainya.Optimalkan Peran BNP2TKIDari beberapa catatan permasalahan yang dikemukakan di atas, berkaitan dengan keberadaan, peran dan tugas BNP2TKI yang sangat diharapkan mampu secara optimal untuk merespons dengan cepat dan tepat sasaran, sesuai dengan permasalahan yang dihadapi, maka dengan ini perlu ada rekomendasi.Pertama, perlu meningkatkan kemampuan dan keahlian berdiplomasi bagi para diplomat di Kedubes RI dan Konjen RI di luar negeri, khususnya di negara-negara penempatan atau yang selama ini menjadi tujuan TKI yang tergolong besar dan sering bermasalah. Para diplomat itu harus diisi atau dilengkapi oleh para aktivis dan profesional hukum dan HAM yang piawai, berpengalaman, mempunyai jaringan yang kuat dan dapat diterima, serta diakui di negara setempat, sehingga dapat optimal melakukan pembelaan TKI. Pada posisi inilah peran BNP2TKI yang memiliki kewenangan menempatkan personelnya di Kedutaan Besar RI (KBRI) atau di Konsulat Jenderal RI (KJRI) di negara-negara tersebut, perlu menempatkan personel yang mempunyai berkualitas dan terpercaya tersebut.Kedua, perlu peningkatan fungsi pengawasan kepada aparat yang bertugas melindungi TKI di luar negeri. Dalam upaya mengefektifkan upaya pengawasan tersebut harus segera dilakukan evaluasi menyeluruh dan menyeleksi ulang seluruh kinerja aparat pemerintah yang diberi tugas untuk melakukan perlindungan TKI di luar negeri. Peran BNP2TKI dalam masalah ini melakukan kajian dan evaluasi menyeluruh yang hasilnya direkomendasikan kepada presiden dan lembaga yang berwenang.Ketiga, BNP2TKI dalam upaya mengefektifkan perlindungan TKI, perlu segera mengusulkan untuk perluasan atau penambahan kewenangannya melakukan perjanjian tertulis yang lebih khusus, tidak saja hanya antara pemerintah negara dan pengguna TKI yang berbadan hukum, tapi juga secara langsung dengan para pengguna TKI pada level rumah tangga-rumah tangga, dan diberi kewenangan untuk melakukan pengawasan dan kontrol langsung terhadap pelaksanaan perjanjian tersebut.Keempat, BNP2TKI perlu mengoptimalkan program pemberdayaan calon TKI dan program pengurangan pengiriman TKI pada level pembantu rumah tangga secara signifikan dengan menaikkan jumlah pengiriman TKI yang terdidik dan profesional. Dalam mewujudkan program ini BNP2TKI perlu melakukan kerja sama dengan lembaga-lembaga yang berpengalaman dan mempunyai keahlian dalam program tersebut.Kelima, BNP2TKI perlu segera mengkaji, menata dan menyeleksi ulang sistem perasuransian TKI dan perusahaan-perusahaan yang selama ini menyelenggarakan asuransi TKI. Dalam menjalankan tugas ini, BNP2TKI perlu berkoordiansi dengan Depnakertran dan PJTKI/APJATI, serta lebih jauh perlu bekerja sama dan melibatkan perusahaan asuransi, para auditor asuransi, ahli hukum, dan ahli manajemen.Penulis adalah peneliti CIDES Indonesia

TKW MudikApa Pun yang Terjadi, Mudik Yok...

Perempuan itu duduk termenung di Lounge TKI Bandara Soekarno-Hatta. Sesekali ia menengok ke arah Bus Angkutan Khusus TKI. Wajahnya tampak resah. Rupanya, ia menantikan datangnya sopir bus yang akan mengangkut ke Terminal TKI.
Jumat kemarin, hingga pukul 14.00 WIB, tercatat 300 TKW tiba di Tanah Air. Sehari sebelumnya, TKW yang tiba di Bandara Soekarno-Hatta mencapai 1.362 orang.
Begitu tiba, TKW yang mendapat julukan pahlawan devisa ini harus menghadapi kenyataan membosankan dan menyedihkan.
Sari (34), salah seorang TKW yang baru tiba itu, harus menunggu Bus Angkutan Khusus TKI selama hampir tiga jam, sebelum bus itu berjalan ke Terminal TKI. Dari Terminal TKI inilah, mereka baru bisa berangkat menuju kampung halaman untuk bertemu anak dan keluarga dekat lainnya.
Namun, keluhan Sari belum usai. Pasalnya, para TKI tidak bisa keluar dari Terminal TKI itu bila tidak menggunakan bus agen perjalanan yang disediakan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI) untuk pulang sampai ke daerah asal masing-masing.
Seraya menggerutu, ia terpaksa merogoh dompet dan uang sebesar Rp 390.000 dikeluarkan untuk membayar angkutan yang akan mengantarkannya ke Cilacap. "Bayar lagi, bayar lagi, mahal lagi. Kalau jalan sendiri, kan, bisa jauh lebih murah," ujarnya.
Di papan pengumuman—di depan loket tiket perjalanan yang terletak di belakang loket pendataan TKI—terdapat daftar harga tiket. Di antaranya, untuk tujuan Jakarta Rp 125.000, Tangerang Rp 120.000, Yogyakarta Rp 430.000, Tegal Rp 370.000, Cilacap Rp 390.000, Surabaya Rp 465.000, Cianjur Rp 370.000, Depok-Bogor Rp 140.000, dan Palembang Rp 435.000.
Made, Koordinator Grup A BNP2TKI, mengatakan, harga itu tidak memberatkan TKI. "Daripada mereka ditarik-tarik calo," ujarnya.
Anggota Komisi IX dari Fraksi Partai Amanat Nasional, Rustam Effendi, mengatakan, tugas BNP2TKI adalah melakukan penempatan dan perlindungan TKI. Seharusnya tidak ada lagi biaya untuk mengantar TKI ke tempat tujuannya.
"TKI itu, waktu berangkat sudah dipungut Rp 400.000,-. Jadi, mereka tidak boleh dipungut lagi ketika pulang," ujarnya.
Rustam merasa gusar dengan adanya pungutan yang masih terus berlangsung terhadap TKI.
"Besok, (hari ini-Red) saya bersama dua atau tiga orang lainnya akan sidak," ujarnya.
Lebaran di Kampung
Setelah dua kali minta izin untuk mudik, akhirnya Sari diberikan waktu berlebaran di kampung. Majikannya memberikan bonus tiga kali gaji bulanan untuk dibawa pulang. Tiket pulang-pergi Jakarta-Singapura pun sudah dibelikan majikannya.
Bahkan, sejak tiga hari lalu, Sari sudah mengirim uang sebesar 2.000 dollar Singapura atau sekitar Rp 11.900.000,- untuk keluarganya. Rencananya, uang itu akan digunakannya untuk memperbaiki rumah di Cilacap.
Berbeda dengan Sari yang terbilang sukses mengadu nasib di negeri orang, nasib yang dialami Rani (24) buruk. Setelah bekerja selama dua tahun di Jeddah, Arab Saudi, ia terpaksa pulang dengan tangan hampa dan tidak diperpanjang kontrak kerjanya.
"Majikan saya mengada-ada, bilangnya kecewa dengan hasil kerja saya. Padahal saya sudah mengabdi selama dua tahun," ujarnya sambil berkaca-kaca.
Perempuan asal Kebumen ini mengeluhkan sistem penggajian yang diterapkan di tempatnya bekerja.
"Selama ini uangnya selalu ditahan mereka. Katanya, kalau mau pulang baru diberikan. Tetapi bila mereka tidak puas dengan kerja kita, ya uangnya diambil, katanya untuk bayar jaminan ke agennya," ujar Rani yang mengaku hanya dibekali 100 dollar Amerika untuk mudik ke Indonesia.
Meski mendapat perlakuan yang tidak menguntungkan Rani mengaku tidak akan berhenti mengadu nasib di negeri orang. "Mungkin yang sekarang enggak beruntung, tapi mungkin di tempat lain bisa lebih baik nasibnya," ujarnya penuh harap.
Mudik Selagi Sempat
Atun (34), Wati (29), Diah (21), Lisna (21), Ruli (21), dan Valent (26) adalah calon TKW yang akan diberangkatkan ke Taiwan. Mereka ditemui sedang menunggu kereta api di Stasiun Jatinegara.
Selama dua bulan terakhir, mereka tinggal di tempat penampungan dan pelatihan milik sebuah PJTKI di Serpong, Tangerang.
Mereka berkesempatan mudik karena belum ada jadwal keberangkatan mereka ke Taiwan.
"Senang bisa keluar dan pulang, biasanya sehari-hari di kamar," ujar Atun, calon TKW asal Purworejo yang sudah punya dua anak.
Mereka merasa beruntung daripada rekan-rekan mereka yang tak bisa mudik. "Berat ninggal teman-teman, ada yang nangis karena nggak punya uang buat mudik," ungkap Lisna.
Keenam calon TKW itu pun mengaku uang yang mereka gunakan untuk mudik berasal dari sisa kiriman orang tua. "Habis dari mana, di penampungan kan kita nggak digaji," tutur Atun.
Perempuan bertubuh subur itu menuturkan, kehidupan di penampungan tidak selalu buruk seperti yang selama ini diberitakan.
"Senang bisa kenal banyak orang dan sifatnya," terang Atun.
Namun, diakuinya aturan dan kedisiplinan di penampungan harus ditaati. Jika tidak, mereka akan dikeluarkan.
Di tempat penampungan, mereka tidak diperbolehkan berteriak dan tertawa keras-keras. "Kalau kedengaran suster bisa disiram air, ya tsunami deh," ujar Valent.
Sejak pukul 08.00 - 15.00, mereka harus belajar bahasa Mandarin. Selanjutnya, belajar keperawatan dan pekerjaan rumah tangga hingga pukul 17.00.
Mereka yang sudah mahir berbicara Mandarin akan ditawarkan kepada agen di Taiwan. Terkadang, agen Taiwan datang langsung ke PJTKI untuk memilih TKW yang sesuai dengan kualifikasi yang dibutuhkannya.
Atun, misalnya, sudah dua kali ditawari pekerjaan. Tawaran yang pertama didapatnya tanggal 25 September, untuk merawat perempuan lumpuh. Tetapi tawaran itu dibatalkan. Tanggal satu Oktober lalu, ditawari lagi untuk merawat seorang kakek.
Namun, hingga sekarang belum ada kepastian dari agen Taiwan mengenai tawaran kerja tersebut. "Ya sabar dulu, mungkin ada tawaran lagi yang cocok buat saya," tutur Atun.
Sekarang yang penting mudik dulu. Meski, kisah sedih TKW ketika pulang ke tanah air sering didengar, namun hal itu tak menyurutkan niat kerja di negeri orang.
(A15/A14)

Sumber : Kompas Cyber Media 06 Oktober 2007

Tuesday, September 18, 2007

Menakertrans: Penghentian Pengiriman TKI Langgar HAM

Menakertrans: Penghentian Pengiriman TKI Langgar HAM - 10/09/07
Written by Mira Alfirdaus
Wednesday, 12 September 2007
www.okezone.com

JAKARTA – Desakan dari berbagai elemen masyarakat baik kalangan pengusaha maupun LSM agar pemerintah untuk sementara waktu menghentikan pengiriman TKI ke luar negeri, guna pembenahan implementasi sistem dalam negeri, ternyata ditanggapi dingin.Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans) Erman Suparno secara tegas menyatakan penghentian pengiriman tenaga kerja Indonesia (TKI) tidak berdasar hukum bahkan melanggar UUD 45 dan hak asasi manusia untuk mencari pekerjaan dan mendapatkan penghidupan yang lebih layak."Untuk teman-teman asosiasi perusahaan pelaksana penempatan tenaga kerja Indonesia swasta (PPTKIS) yang menyampaikan aspirasinya sangat kita hargai. Namun juga perlu dipahami bahwa regulasi mulai UUD 45, hingga UU No 39 tahun 2004 Penempatan dan Perlindungan TKI, dan UU lainnya tidak ada satu pun aturan yang menyatakan tentang penghentian pengiriman TKI ke luar negeri," kata Erman Suparno, Senin, (10/9/2007).
Menurut Erman, karena orang bekerja merupakan bagian dari hak asasi, maka di manapun tidak ada satu pun pihak yang bisa melarang. Justru, kata dia, negara seharusnya memfasilitasi dan melindungi TKI, bukan malah melarang bekerja ke luar negeri. Selain itu, menurut Erman PPTKIS (dulu perusahaan jasa TKI/PJTKI-red) melakukan penempatan TKI ke luar negeri bukan atas dasar pendekatan bisnis, melainkan harus dengan pendekatan jasa pelayanan."Oleh karena itu bagi mereka yang tidak berkenan mengirim TKI untuk penempatan ya tidak apa-apa," ujarnya.Dengan akan diberlakukannya, UU Nomor 21 tahun 2007 tentang perdagangan manusia, Erman mengingatkan agar kalangan PPTKIS berhati-hati dan tidak terjerat hukum. Pemberlakuan UU ini, akan melindungi TKI agar terhindar dari praktek perdagangan manusia. Dia menilai ada nuansa kekhawatiran dari kalangan pengusaha akan jeratan hukum dari UU ini."Maka konteksnya sudah benar adalah jasa pelayanan penempatan dan perlindungan. Jadi jangan pendekatan yang bersifat bisnis. Kepentingan negara adalah bagaimana perlindungan terhadap WNI yang akan bekerja ke luar negeri. Pemahamannya ini yang harus diluruskan. Namun terhadap aspirasi ya kita terima," paparnya.Seperti diketahui, sepekan lalu, kalangan pengusaha jasa tenaga kerja yang tergabung dalam beberapa asosiasi, yaitu Apjati, Himsataki, Asosiasi Perusahaan Jasa TKI Asia Pasific (Ajaspac), dan IDEA, mendesak kepada pemerintah untuk sementara menghentikan pengiriman TKI ke semua negara penempatan.Desakan ini disampaikan melalui surat kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono per 3 September 2007 agar sistem penempatan dan perlindungan TKI dibenahi sejak di dalam negeri, karena kalangan pengusaha sudah terlalu merasa gerah akibat sering dituding sebagai kambing hitam karut marut sistem buruh migran di dalam negeri. Padahal, menurut kalangan pengusaha, banyaknya masalah yang menimpa TKI akibat implementasi sistem penempatan dan perlindungan TKI oleh aparat pemerintah sering kali tidak dilaksanakan semestinya. (Abdul malik/sindo/sjn)

Revitalisasi BLK

Selasa, 04 September 2007
Revitalisasi BLK Didukung Seluruh Pemerintah Daerah
Jakarta, Kompas - Revitalisasi balai latihan kerja yang dicanangkan pemerintah membutuhkan dana hingga Rp 5 triliun yang akan dibiayai dengan anggaran negara hingga tahun 2009. Tujuan akhir dari revitalisasi adalah mengurangi pengangguran dan kemiskinan.
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Erman Suparno, Senin (3/9), dalam acara pembukaan Asatra Industrial Relations Conference yang berlangsung di Jakarta mengungkapkan, tahun 2007 ini anggaran revitalisasi BLK yang telah dikucurkan dari APBN 2007 mencapai Rp 600 miliar. "Tahun 2008 diharapkan bisa meningkat hingga 75 persen dan selesai tahun 2009," kata Erman.
Dana tersebut, lanjut Erman, selain digunakan untuk membangun sarana fisik BLK yang ambruk, juga digunakan untuk membangun BLK baru bagi kabupaten/kota yang hingga kini belum memiliki BLK. Menurut Erman, hal ini sudah diketahui sekaligus didukung oleh seluruh pemerintah daerah di Indonesia.
Revitalisasi BLK yang sudah berjalan meliputi perbaikan sarana prasarana fisik, peremajaan kios atau bursa, perekrutan tenaga kerja baru, pembangunan infrastruktur BLK, dan penyusunan standar manajemen BLK yang akan berlaku sama di seluruh Indonesia.
Sesuai data Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, terdapat 162 BLK di seluruh Indonesia. Jumlah BLK yang akan direvitalisasi setidaknya mencapai 70 persen, dengan dana revitalisasi bervariasi, Rp 500 juta hingga Rp 1 miliar. Sementara BLK yang akan dibangun mencapai 20 buah, dengan dana pembangunan berkisar Rp 20 miliar untuk masing-masing BLK.
Menurut Erman, jika revitalisasi BLK sudah selesai dan sudah berjalan, maka BLK dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kompetensi angkatan kerja sehingga mereka bisa masuk ke lapangan kerja yang tersedia di dalam maupun di luar negeri. Tidak hanya itu, para angkatan kerja juga diharapkan bisa berwiraswasta. (DOE)

BP2TKI Korupsi Rp2,5M Per Bulan

Selasa, 11 September 2007 10:32 WIB

Jakarta, WASPADA Online,

Estimasi korupsi di Badan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BP2TKI) lebih dari Rp 2 milyar per bulan. Korupsi berupa pungutan liar (pungli) atau suap marak itu dilaporkan dalam Hasil Kajian Sistem Penempatan TKI yang dilakukan oleh Direktorat Monitor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 28 Agustus 2007. KPK melakukan kajian terhadap sistem pelayanan, penempatan dan perlindungan tenaga kerja Indonesia (P3TKI) tersebut, khususnya untuk masa pra dan purna penempatan, sebagai bagian dari pelaksanaan tugas monitor terhadap penyelenggaraan pemerintah negara sebagaimana tercantum dalam UU nomor 30 tahun 2002.Laporan lengkap yang berhasil diperoleh Waspada itu menyebutkan adanya estimasi korupsi terjadi di kantor BP2TKI Ciracas, Jakarta senilai Rp 2.549.240.000 per bulan yang terdiri dari Rp 1.489.240.00 untuk penyuapan pelayanan pengurusan dokumen dan Rp 1.060.000.000 untuk penyuapan periodik selama masa pengkajian November 2006 hingga April 2007. Disebutkan, praktik suap dilakukan oleh calon TKI (CTKI) dengan petugas BP2TKI untuk melancarkan proses penempatan dan keberangkatan para CTKI ke luar negeri.Juru Bicara KPK Johan Budi membenarkan data laporan tersebut kepada Waspada di Jakarta, dan mengatakan bahwa kajian itu dilakukan oleh KPK sebagai salah satu sistem untuk mendorong proses reformasi birokrasi di pemerintahan yang sangat perlu dibenahi. "Praktik suap dan korupsi yang terjadi merupakan hambatan utama dalam membentuk kalangan pejabat yang bersih, dan tentu menghambat proses upaya untuk mengatasi permasalahan TKI yang sudah membuat pemerintah kewalahan," kata dia.Atas petunjuk pimpinan KPK, Johan mengatakan, kajian itu dilakukan secara intensif dan komprehensif yang selanjutnya diserahkan kepada Departemen Tenaga Kerja & Transmigrasi (Depnakertrans) dan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI) untuk ditindaklanjuti. Menurut dia, baru-baru ini hasil laporan itu sudah dipresentasikan oleh Ketua KPK Taufiequrrahman Ruki kepada Menakertrans Erman Suparno dan Kepala BNP2TKI Jumhur Hidayat serta beberapa pejabat instansi terkait dalam suatu rapat terbatas di Jakarta. Temuan-temuan dalam laporan itu sudah dilengkapi dengan bukti-bukti dan fakta-fakta yang jelas serta memberikan rekomendasi yang perlu dipertimbangkan untuk mengatasi keadaan yang sudah tidak terkontrol. "KPK sudah memberikan paparan kepada pihak-pihak yang bertanggungjawab. KPK akan terus monitor dan evaluasi apakah sudah ada pelaksanaan dan perkembangan."Menurut dia, praktek korupsi yang terjadi dilapangan dilakukan oleh ‘petugas bawah' yang langsung berurusan dengan para CTKI. Nilai suapnya relatif kecil nominalnya, tambahnya, namun jika dilakukan setiap hari dan melibatkan ratusan orang jumlahnya akan sangat banyak. Ditanya apakah masing-masing Kepala BP2TKI mengetahui adanya pungli yang terjadi, Johan mengatakan: "Mungkin mereka (Kepala BP2TKI) tahu dan mungkin juga mereka pura-pura tidak tahu." Kajian itu dilakukan melalui proses wawancara, observasi dan mengikuti alur proses normal (walkthrough test) di kantor-kantor BP2TKI di Ciracas dan Pasar Rebo, Jakarta; Bandung, Jawa Barat; Surabaya, Jawa Timur; Ditjen PPTKLN; Terminal 3 Bandara Soekarno Hatta, Cengkareng; Terminal Kedatangan TKI Bandara Djuanda, Surabaya; Dinas Sosial danTenaga Kerja Kabupaten Indramayu, Jawa Barat dan Malang, Jawa Timur; serta Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Propinsi DKI Jakarta.Salah satu temuan menyebutkan bahwa Terminal 3 Bandara Soekarno Hatta belum dapat merealisasikan konsep awal tentang diperlukan terminal tersebut sebagai bagian dari upaya perlindungan terhadap TKI. Temuan itu menggambarkan kegiatan pemanduan kepada TKI belum dilakukan secara efektif dan para TKI sering dipaksa oleh petugas bandara untuk menukarkan valasnya dengan kurs yang lebih rendah daripada market rate atau harga pasar. Selain itu, tarif angkutan darat yang disediakan di Terminal 3 jauh lebih mahal daripada tarif umum, dan tidak ada kejelasan mengenai waktu tunggu dalam proses kepulangan TKI.Pengamatan Waspada dilapangan membenarkan temuan-temuan tersebut. Seorang petugas imigrasi di Terminal 3 yang enggan disebut namanya, mengaku bahwa para TKI yang baru mendarat sering "diperas" uangnya oleh oknum-oknum yang tidak tega menyisakan hanya sebagian kecil dari apa yang telah dibawa pulang oleh para TKI tersebut. "Jumlah TKI yang pulang ke Indonesia banyak sekali, terutama dari Arab Saudi, dan mereka selalu dipersulit proses kepulangannya," katanya. Pakar hukum dan tata negara dari Universitas Gadjah Mada Denny Indrayana menilai, sistem korupsi di dalam negeri patut dipertanggjawabkan oleh pemerintah karena merupakan salah satu faktor yang menimbulkan masalah TKI baik di dalam maupun luar negeri. Karena tidak ada tindakan yang jelas dan tegas selama ini, permasalahan akan terus berlanjut termasuk praktik korupsi. Indonesia boleh marah sama Malaysia, dia melanjutkan, tapi sebenarnya bangsa Indonesia sendiri yang menimbulkan masalah. "Korupsi yang terjadi dengan TKI melibatkan petugas pemerintah yang mengisap darah orang miskin yang kelaparan. KPK harus terus mengambil langkah penindakan dan Kepala BNP2TKI Jumhur Hidayat salah satu yang bertanggungjawab langsung untuk mengatasi masalah ini," kata Denny.Sementara itu, Plt Inspektur Jenderal Depnakerstrans Tigor Sinaga mengaku bahwa pihaknya sudah menerima laporan kajian KPK tersebut. Kata dia, permasalahan yang terjadi sangat kompleks, para TKI ingin tingkatkan nasib hidupnya namun penyimpangan terjadi yang menyebabkan masalah yang tidak terkendali. KPK sudah memberikan rekomendasi kepada Depnakertrans dan BNP2TKI untuk segera merancang suatu action plan. "Jumhur Hidayat adalahorang yang tepat dipertanyakan perkembangannya dan dialah yang bertanggungjawab untuk memperbaiki dan mengatasi masalah," kepada Waspada Tigor mengatakan.Ketika Waspada menghubungi Kepala BNP2TKI Jumhur Hidayat untuk dimintai informasi perkembangan pasca laporan KPK itu dipresentasikan, Jumhur tidak bersedia untuk memberikan komentar. BNP2TKI dibentuk oleh pemerintah pada bulan Mei lalu khusus untuk fokus pada pembenahan dalam mengatasi permasalahan TKI yang terjadi karena pemerintah sudah kewalahan menghadapi maraknya kasus-kasus yang tak terkontrol. (Avian E Tumengkol)

Dikaji, Penghentian Pengiriman TKI


Rabu, 12 September 2007
buruh migran


Jakarta, Kompas - Pemerintah masih mempertimbangkan permintaan empat asosiasi pengusaha penempatan tenaga kerja Indonesia swasta untuk menghentikan sementara pengiriman tenaga kerja Indonesia ke luar negeri. Saat ini yang terus diupayakan pemerintah adalah mendesak negara penempatan agar meningkatkan perlindungan terhadap TKI yang bekerja di sana.
"Kami sudah meminta Pemerintah Malaysia agar menindak tegas warganya yang menganiaya TKI. Namun, soal penutupan sementara, saya akan berkoordinasi dulu dengan Menteri Luar Negeri dan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi," kata Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI) M Jumhur Hidayat, seusai pelantikan pejabat BNP2TKI di Jakarta, Selasa (11/9).
Ketua Pengurus Asosiasi Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (Apjati) Husein Alaydrus, Ketua Umum Indonesian Employment Agency Association (IDEA) Andrie PH Nelwan, Himpunan Pengusaha Jasa Penempatan TKI (Himsataki) Yunus Yamani, dan Asosiasi Jasa Penempatan Asia Pacific (Ajaspac) Ismail Sunaryo, pada 31 Agustus 2007 lalu sepakat mendesak pemerintah menghentikan sementara pengiriman TKI ke luar negeri. Usulan ini diajukan karena banyaknya kasus penganiayaan oleh majikan.
Selain itu, implementasi Inpres Nomor 6 Tahun 2006 tentang Kebijakan Reformasi Sistem Penempatan dan Perlindungan TKI tidak optimal. Panjangnya proses birokrasi yang menimbulkan biaya tinggi juga dikeluhkan.
Lembaga pengawasan
Selain itu, Jumhur juga mendesak Pemerintah Malaysia segera membentuk lembaga pengawasan dan penyelamatan buruh migran. Lembaga ini bertugas memantau TKI yang baru ditempatkan selama 6 bulan pertama lewat telepon.
Biaya telepon akan dibebankan kepada majikan. Apabila ada perlakuan yang tidak wajar dari majikan, maka lembaga tersebut dapat langsung menyelamatkan TKI.
Jumhur juga mengungkapkan, masih banyak TKI yang berangkat dengan memalsukan identitas diri, contohnya kasus penganiayaan yang dialami TKI asal Way Jepara, Lampung Timur, Eli Indriani (17), yang berangkat setelah usianya dipalsukan menjadi 24 tahun.
Eli dianiaya majikannya di Kuala Lumpur, Tan Kim Leng, yang kini ditahan dan terancam dipenjara 20 tahun. Eli sendiri kini sudah berada di Kedutaan Besar Republik Indonesia di Kuala Lumpur dan telah didampingi pengacara untuk mengikuti proses hukum. (ham)

Tuesday, September 11, 2007

Bekerja di JepangKisah Pilu TKI

Sumber : Kompas Cyber Media
Senin, 03 September 2007

Sumber

Richard Soesilo
Seorang pekerja magang Indonesia datang kepada saya, mengeluh, bekerja di sebuah perusahaan Jepang tidak dapat uang lembur. Bahkan, pada saat sebuah jari tangan kirinya putus, kecelakaan akibat mesin pemotong di pabrik tempat kerjanya, dia hanya diberikan obat merah dan dibalut, tanpa dibawa ke rumah sakit.
Dia sendiri pekerja ilegal di Jepang, tidak memiliki asuransi dan pemilik perusahaan tak mau ketahuan mempekerjakan tenaga kerja ilegal sehingga tak berani membawa ke rumah sakit.
Pekerja lain dari Indonesia mengeluh, paspornya ditahan lembaga penyalur tenaga kerja Jepang, IMM Japan. Hal ini, misalnya, pernah ditulis Sonoko Kawakami, aktivis lembaga swadaya masyarakat JANNI.
"Semua pemagang dipaksa menandatangani pernyataan yang meminta paspor mereka boleh ditahan IMM Japan," begitulah tulis Kawakami. Induk perusahaan lembaga penyalur tenaga kerja ini, KSD, Oktober 2000 juga terlibat skandal akunting yang tidak wajar serta skandal keterlibatan penyogokan partai politik besar di Jepang.
Bahkan, bos IMM Japan, Koseki, sempat ditahan polisi karena terlibat utang bisnis insentif yang berjumlah 30 juta yen per tahun, demikian tulis Kawakami, yang juga diberitakan berbagai media massa di Jepang.
IMM Japan sendiri hingga kini telah memasok sekitar 20.000 tenaga pemagang Indonesia ke Jepang. Lembaga ini mirip lembaga amakudari (pensiunan pejabat tinggi Pemerintah Jepang masuk ke IMM Japan). Hal ini karena KSD, induk perusahaan IMM Japan, sangat dekat dengan beberapa senior politisi Partai Demokrat Liberal.
WNI dipenjarakan
Apakah benar bekerja di Jepang sangat sulit dan seperti masuk neraka saja? Sampai saat ini semakin banyak orang Indonesia yang ingin ke Jepang. Bahkan, 400-an warga Indonesia ada di penjara Jepang saat ini.
Membicarakan tenaga kerja Indonesia ke Jepang, perlu dibagi dua antara wanita dan laki-laki. Hampir semua tenaga kerja Indonesia (TKI), khususnya wanita muda, apalagi cantik, dipastikan akhirnya memasuki dunia hitam. Awalnya dijanjikan bekerja di restoran, bekerja di spa, penari, dan lainnya. Setelah sebulan atau lebih, akan diminta mendampingi om-om dan memasuki dunia prostitusi.
Urusan dunia hitam
Apalagi kalau paspornya ditahan oleh si penjamin di Jepang, mereka dimintai satu juta yen untuk menebus paspor. Uang sedemikian besar hanya bisa segera diperoleh kalau melakukan prostitusi. Apabila mereka tetap memaksa ingin pulang, tak mendapat paspor, biasanya lari ke Kedutaan Besar Republik Indonesia dengan segala alasan.
Penjamin tempat hiburan di Jepang umumnya terkait dunia hitam. Urusan dunia hitam di Jepang tidak mudah karena sudah pasti dilindungi organisasi kejahatan Jepang (Yakuza), baik Yamaguchigumi maupun kelompok lain. Bahkan, ada wanita Indonesia yang menikah dengan anggota Yakuza tersebut.
Lalu, bagaimana pekerja lelaki Indonesia? Cukup banyak tenaga kerja lelaki Indonesia yang ilegal, saat ini sekitar 5.000 orang. Paspor mereka sudah habis, tidak diperpanjang; visa mereka sudah mati, tidak diperpanjang. Mereka ingin bekerja di Jepang, tetapi tak ada penjamin perusahaan Jepang.
Kerepotan yang mereka hadapi adalah tidak dapat berkomunikasi dengan baik dalam bahasa Jepang. Mereka juga tidak belajar budaya Jepang sehingga jalan pikiran orang Jepang tidak pas atau tidak cocok dengan orang asing.
Apabila kita dapat berbahasa Jepang dan belajar memahami serta menerapkan budaya Jepang, semua orang pasti akan membantu kita. Apalagi kalau kita berprestasi, semakin banyak dukungan, tidak peduli dia berkulit hitam putih, kuning, coklat.
Apabila kita mau melihat persoalan diskriminasi di Jepang, bukanlah pada warna kulit, tetapi pada uang yang didewakan orang Jepang. Jangan heran jika belum lama ada seorang ibu beserta putrinya yang masih berusia sekitar setahun meninggal di emperan toko di Ikebukuro, Tokyo, karena kelaparan. Tragis dan sangat ironis sekali terjadi di ibu kota industri Jepang. Peminta-minta di Jepang pasti tak akan digubris siapa pun, tak akan memperoleh uang apa pun hanya dengan minta-minta.
Diskriminasi uang di Jepang sangat kuat. Tak punya uang, kita disingkirkan. Homeless atau peminta-minta Jepang kelihatan semakin banyak di Tokyo. Diskriminasi uang akan sangat kelihatan karena manusia Negeri Sakura sangat memuja uang.
Tidak semua orang Indonesia di Jepang gagal. Tidak semua orang Eropa di Jepang gagal. Seorang Indonesia asal Medan berhasil menjadi miliuner di Jepang, menduduki posisi wakil presiden direktur sebuah perusahaan internet.
Orang Eropa yang berhasil di Jepang adalah Carlos Ghosn, orang Perancis yang memimpin Nissan Motor dan orang asing pertama dalam sejarah Jepang yang mendapat penghargaan tertinggi bidang bisnis dari Pemerintah Jepang dan Keidanren. Dia berhasil mengangkat Nissan Motor yang hampir bangkrut dalam kurun waktu satu tahun dan kini Nissan menduduki peringkat kedua setelah Toyota Motor.
Dengan demikian, pekerjaan dan kehidupan di Jepang sebenarnya kembali kepada kita sendiri. Berada dan bekerja di Jepang sudah pasti harus dapat berbahasa Jepang dan cobalah mengenal dan memahami lebih dalam lagi budaya Jepang ini.
Ketentuan hukum yang ada di Jepang sangat mudah. Apabila kita diterima di sebuah perusahaan, biasanya perusahaan itu akan menjadi penjamin kita dan akan menguruskan visa kerja orang asing.

(Penulis adalah Koordinator Forum Ekonomi Jepang-Indonesia (JIEF) dan President Office Promosi Ltd, Tokyo)

Hindari Kekerasan, TKI Diimbau Gabung Serikat Buruh Negara Setempat

Jum'at, 07 September 2007 15:25 WIB

Sumber : TEMPO Interaktif,

Bekasi:Pemerinta Indonesia mendorong sekitar 450 ribu tenaga kerja di luar negeri bergabung dengan serikat buruh di masing-masing negara tempat mereka bekerja. Dengan begitu, angka kekerasan terhadap tenaga kerja diharapkan dapat ditekan. "Yang sudah melakukan itu TKI di Johor," kata Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia, Jumhur Hidayat, di sela-sela kunjungn ke PT Megah Buana, Bekasi, salah satu lembaga penyaluran TKI, Jumat. Mereka yang sudah terlibat dengan serikat buruh, dia melanjutkan, nasibnya lebih terjamin. Baik masalah keamanan, maupun upah yang layak, hak-hak mereka dilindungi organisasi serikat pekerja secara legal. Jumhur mengakui buruknya sistem perekrutan TKI dalam negeri salah satu pemicu tingginya angka kekerasan terhadap TKI. Kedepan, kata dia, calon TKI yang hendak mengais rezeki di negera lain harus melalui Dinas Ketenagakerjaan. Jumhur mencontohkan sistem perekrutan TKI di Gresik, Jawa Timur, dan Langkat, Sumatra Utara, semua calon TKI yang dididik jasa pengerah di dua wilayah itu mengantongi rekomendasi dari Dinas Ketenagakerjaan. Pada tahun 2007 ini, kata Jumhur, pemerintah menargetkan jumlah tenaga kerja yang disalurkan mencapai 750 ribu orang. "Sekarang jumlah yang sudah tercapai separo dari total target pemerintah," katanya. Hamluddin

Jumhur Akui Adanya Suap dalam Penempatan TKI

Jumat, 31 Agustus 2007 13:50:21
Jumhur Akui Adanya Suap dalam Penempatan TKI
Kategori: Suap (5 kali dibaca)
Jum’at, 31 Agustus 2007NasionalJumhur Akui Adanya Suap dalam Penempatan TKIJAKARTA -- Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Jumhur Hidayat mengakui adanya praktek suap dalam pengurusan dokumen pekerja. Tapi pembuktian atas praktek itu tak mudah. "Video yang dibuat KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) tak menunjukkan petugas yang melakukan suap itu," katanya kepada Tempo kemarin. Menurut Jumhur, praktek suap bisa terjadi karena tak ada pemisah antara petugas dan pihak yang mengurus dokumen. Karena itu, BNP2TKI telah memisahkan petugas dari pengurus dokumen dengan membuat loket-loket. Pembuatan loket itu, kata dia, mampu meminimalkan praktek suap. Jumhur menyatakan akan menindak tegas petugas yang menerima suap dari calon pekerja. "Silakan laporkan. Kalau terbukti, petugasnya akan kami tindak," ujarnya. Sebelumnya, Ketua KPK Taufiequrachman Ruki mengungkapkan pihaknya menemukan 11 penyimpangan sistem penempatan dan perlindungan tenaga kerja Indonesia. Di antaranya indikasi korupsi melalui praktek suap dalam pengurusan dokumen calon pekerja. Jumlah uang suap yang mengalir untuk mengurus dokumen calon tenaga kerja mencapai Rp 20-40 ribu per dokumen atau berkas. Selain itu, KPK menemukan maraknya praktek percaloan dalam proses perekrutan calon TKI.Hingga tadi malam, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Erman Soeparno belum dapat dihubungi untuk dimintai klarifikasi soal laporan tersebut. Jumhur mengaku sudah melakukan perubahan atas temuan KPK. Bahkan perubahan sudah dimulai sejak enam bulan lalu, saat KPK memulai proses penyelidikan. Selain membuat sistem loket, BNP2TKI juga berusaha memberantas calo tenaga kerja yang sering mengubah dokumen calon pekerja. Caranya, mengadakan bursa kerja luar negeri hingga ke tingkat kecamatan. Selain itu, BNP2TKI akan menggiatkan sistem sambungan langsung (online) dalam pengurusan dokumen calon pekerja. Fungsinya, mencegah terjadi pemalsuan atau perubahan dokumen. Sistem ini akan mengurangi kontak antara petugas dan calon pekerja. PRAMONOKoranhttp://www.korantempo.com/korantempo/2007/08/31/Nasional/krn,20070831,3.id.html

Wednesday, August 8, 2007

BNP2TKI Naikkan Upah TKI di 8 Negara

Selasa, 07 Agustus 2007 14:11 WIBJAKARTA--MIOL: Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) berhasil menaikkan upah per bulan TKI di delapan negara.
"Di Singapura, kenaikan upah sudah diputuskan sejak sebulan lalu, dan saat ini sudah dijalankan. Sementara, di Saudi Arabia kenaikan upah diberlakukan 1 Agustus 2007, namun pihak kami memberikan tenggang waktu untuk sosialisasi," ujar Ketua BNP2TKI Moh Jumhur Hidayat di sela-sela acara Paparan Publik Capaian 100 Hari Kerja BNP2TKI, di Jakarta, Selasa (7/8).
Jumhur menjelaskan, upah TKI di Singapura telah dinaikkan dari SIN$280 menjadi SIN$350. Setelah sebulan berjalan, bidang pelayanan menyatakan sudah upah TKI telah dibayarkan SIN$350.
Di Arab Saudi, kenaikan upah dari 600RS per bulan menjadi 800RS per bulan diberlakukan terhitung 1 Agustus 2007.
Pemerintah RI akan mulai menjatuhkan sanksi jika setelah dua bulan pemberlakuan upah 800RS per bulan belum dilakukan. Kenaikan upah juga telah dilaksanakan di Uni Emirat Arab dari sebelumnya 600 dirham per bulan menjadi 800 dirham per bulan.
Selain itu, BNP2TKI juga mendorong kenaikan 30% pengupahan di lima negara Timur Tengah, yaitu Kuwait, Qatar, Oman, Jordania, dan Bahrain dari US$150 per bulan menjadi US$200 per bulan.
Namun, Jumhur mengakui selain menaikkan upah TKI, pihaknya juga mendorong penggunaan sistem perbankan untuk pembayaran upah TKI di luar negeri.
Jumhur menyatakan, pendapatan TKI di luar megeri resminya US$6,5 miliar. Namun, TKI justru lebih banyak mengirimkan uang ke tanah air dengan amplop melalui pos. Jumlahnya hingga mencapai US$9 miliar atau sekitar Rp80 triliun.
"Di kantor pos, banyak ditemukan amplop berisi mata uang dolar dan real dengan jumlah besar. Ataupun melalui jalur resmi misalnya dititipkan," tambah Jumhur.
Oleh karena itu, pembayaran gaji dengan sistem perbankan dinilai tepat untuk pendataan. Tujuan akhirnya adalah pemerintah mengetahui siapa saja yang melakukan pembayaran, sekaligus siapa agen TKI nya.
"Bunga tinggi dan banyaknya syarat yang diajukan perbankan memang menjadi bahan evaluasi. Namun, melalui sistem perbankan memungkinkan kami melakukan pengontrolan," ujarnya.
Tetapi Jumhur yakin sistem perbankan adalah salah satu aspek yang dapat mengurangi kerugian TKI tidak dibayarkan majikannya. Walaupun hingga kini belum banyak bank yang memiliki jaringan di dalam negeri.
Berdasarkan data BNP2TKI, penempatan TKI hingga Juni 2007 adalah 354.548 di 23 negara. Sebanyak 65.954 (18,32%) bekerja di sektor formal, sementara 288.594 atau (81,68%) bekerja di sekor informal. Jumlah penempatan tenaga kerja tersebut meningkat 1,71% jika dibandingkan Juni 2006 yaitu 348.573 orang. (CR-79/Ol-03)

BNP2TKI Naikkan Upah TKI di 8 Negara

Selasa, 07 Agustus 2007 14:11 WIB
JAKARTA--MIOL: Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) berhasil menaikkan upah per bulan TKI di delapan negara.
"Di Singapura, kenaikan upah sudah diputuskan sejak sebulan lalu, dan saat ini sudah dijalankan. Sementara, di Saudi Arabia kenaikan upah diberlakukan 1 Agustus 2007, namun pihak kami memberikan tenggang waktu untuk sosialisasi," ujar Ketua BNP2TKI Moh Jumhur Hidayat di sela-sela acara Paparan Publik Capaian 100 Hari Kerja BNP2TKI, di Jakarta, Selasa (7/8).
Jumhur menjelaskan, upah TKI di Singapura telah dinaikkan dari SIN$280 menjadi SIN$350. Setelah sebulan berjalan, bidang pelayanan menyatakan sudah upah TKI telah dibayarkan SIN$350.
Di Arab Saudi, kenaikan upah dari 600RS per bulan menjadi 800RS per bulan diberlakukan terhitung 1 Agustus 2007.
Pemerintah RI akan mulai menjatuhkan sanksi jika setelah dua bulan pemberlakuan upah 800RS per bulan belum dilakukan. Kenaikan upah juga telah dilaksanakan di Uni Emirat Arab dari sebelumnya 600 dirham per bulan menjadi 800 dirham per bulan.
Selain itu, BNP2TKI juga mendorong kenaikan 30% pengupahan di lima negara Timur Tengah, yaitu Kuwait, Qatar, Oman, Jordania, dan Bahrain dari US$150 per bulan menjadi US$200 per bulan.
Namun, Jumhur mengakui selain menaikkan upah TKI, pihaknya juga mendorong penggunaan sistem perbankan untuk pembayaran upah TKI di luar negeri.
Jumhur menyatakan, pendapatan TKI di luar megeri resminya US$6,5 miliar. Namun, TKI justru lebih banyak mengirimkan uang ke tanah air dengan amplop melalui pos. Jumlahnya hingga mencapai US$9 miliar atau sekitar Rp80 triliun.
"Di kantor pos, banyak ditemukan amplop berisi mata uang dolar dan real dengan jumlah besar. Ataupun melalui jalur resmi misalnya dititipkan," tambah Jumhur.
Oleh karena itu, pembayaran gaji dengan sistem perbankan dinilai tepat untuk pendataan. Tujuan akhirnya adalah pemerintah mengetahui siapa saja yang melakukan pembayaran, sekaligus siapa agen TKI nya.
"Bunga tinggi dan banyaknya syarat yang diajukan perbankan memang menjadi bahan evaluasi. Namun, melalui sistem perbankan memungkinkan kami melakukan pengontrolan," ujarnya.
Tetapi Jumhur yakin sistem perbankan adalah salah satu aspek yang dapat mengurangi kerugian TKI tidak dibayarkan majikannya. Walaupun hingga kini belum banyak bank yang memiliki jaringan di dalam negeri.
Berdasarkan data BNP2TKI, penempatan TKI hingga Juni 2007 adalah 354.548 di 23 negara. Sebanyak 65.954 (18,32%) bekerja di sektor formal, sementara 288.594 atau (81,68%) bekerja di sekor informal. Jumlah penempatan tenaga kerja tersebut meningkat 1,71% jika dibandingkan Juni 2006 yaitu 348.573 orang. (CR-79/Ol-03)

Pemerintah Diminta Setop Kirim TKI ke Arab Saudi

Selasa, 07 Agustus 2007 15:54 WIB
JAKARTA--MIOL: Pihak KJRI Riyadh meminta pemerintah mensetop pengiriman TKI ke Arab Saudi menyusul penganiayaan empat TKI asal Indonesia yang menewaskan dua orang pekan lalu.
"Mengenai masalah tewasnya dua orang TKI di Arab Saudi yang dianiaya majikannya pemerintah sudah memprotes keras. Bahkan, ada permintaan dari KJRI Riyadh untuk mensetop pengiriman TKI ke Arab Saudi," ujar Ketua Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Moh Jumhur Hidayat di sela-sela acara Paparan Publik Capaian 100 Hari Kerja BNP2TKI, di Jakarta, Selasa (7/8).
Jumhur menegaskan, kejadian tersebut adalah tindakan kriminal murni. Jumlah pelakunya sembilan orang dari satu keluarga, yang sudah ditahan karena menyebabkan dua orang tewas. Di Arab Saudi, jika terbukti pembunuhan dan tidak mendapat pengampunan, mereka bisa dihukum pancung.
Jika diampuni oleh pihak keluarga TKW minimal akan mendapatkan US$50 ribu atau sekitar Rp500 juta. Sementara TKI minimal US$100 ribu atau Rp1 miliar.
"Yang bisa dilakukan pemerintah RI adalah memastikan proses berjalan. Hingga saat ini, satu orang sudah korban sudah ada di shelter KBRI, satu orang di rumah sakit dan dua orang yang tewas akan dikirim ke tanah air," tambahnya.
Saat ditanya mengenai tingginya jumlah angka penganiayaan TKI di luar negeri, Jumhur menilai yang diumumkan di publik kasus penganiayaan. Kenyataannya, kasus penganiayaan bisa terjadi di mana saja.
Dalam ini pemerintah tidak memandang bulu untuk melindungi tenaga kerjanya. Tetapi yang bisa kita lakukan adalah mengurangi pengiriman tenaga keja di sana dan menghukum pelakunya saja.
Yang bisa pemerintah lakukan sekarang adalah mengurangi kemungkinan TKI dipancing melakukan kesalahan.
"Saat ini kami sedang memperbaiki mati-matian sistem penempatan tenaga kerja. Caranya adalah membuat pelatihan TKI yang baik, sehingga orang tidak mudah untuk memulai kekerasan," tuturnya. (CR-79/OL-06)

Dituduh Memiliki Sihir, Dua TKW Tewas Dianiaya Majikan

Jakarta, CyberNews. Empat orang tenaga kerja wanita (TKW) asal Indonesia dianiya oleh majikan mereka di Arab Saudi, dua orang diantaranya tewas. Majikan menuduh mereka melakukan sihir.
Atase Tenaga Kerja Kedutaan Besar RI di Riyadh, Arab Saudi, Sukamto Javaladi, ketika dihubungi, Selasa, menyebutkan keempatnya dianiaya oleh sembilan orang dari tiga keluarga majikan karena dituduh melakukan "sihir".
"Alasan menggunakan sihir itu adalah alasan dari majikan. Kebenarannya, kita tunggu hasil pemeriksaan nanti," kata Sukamto.
Dikatakannya, Siti Tarwiyah Binti Slamet, pemegang paspor Nomor AB 738697 dan Susmiyati binti Abdul Fulan tewas terbunuh akibat dianiaya oleh majikan.
Siti Tarwiyah bekerja pada Yahya Majeed Syagatir dan masuk ke Arab Saudi tanggal 1 November 2006, sedangkan Susmiyati, kelahiran Pati, 15 Mei 1979 dan bekerja di Saudi mulai 3 Januari 2007.
Dua lainnya yang menderita luka berat adalah Ruminih binti Surtim dan Tari binti Tarsim. Ruminih adalah pemegang paspor nomor AB 350558, bekerja pada Hammad Mubarak Syagatir, dan masuk ke Arab Saudi pada 29 Mei 2006.
Tari adalah pemegang paspor nomor AB 145535, bekerja pada Muhammad Abdullah Syagatir dan masuk ke Arab Saudi tanggal 05 April 2006.
Keduanya saat ini dirawat di Rumah Sakit Umum Aflaaj Distrik Layla Provinsi Riyadh.
Sukamto mengatakan informasi tewasnya dua orang penata laksana rumah tangga itu diperolah KBRI hari Minggu (5/8) dari seorang WNI bernama Tamsil Halimi yang berdomisili di Aflaaj, Distrik Layla, Provinsi Riyadh.
Berdasarkan informasi tersebut, KBRI melakukan konfirmasi ke Kantor Kepolisian Aflaaj. Dari polisi, KBRI mendapat informasi bahwa penganiayaan dilakukan oleh tiga keluarga yang mempekerjakan keempat WNI tersebut. Tim investigasi dari Kepolisian Aflaaj saat ini sedang melakukan penyidikan intensif. Sembilan orang tersangka pelaku penganiayaan telah ditangkap.
KBRI Riyadh telah melakukan pembicaraan via telepon dengan Tari binti Tarsim, yang masih dirawat di rumah sakit.
Tari mengatakan dia dan tiga orang temannya dianiaya oleh seluruh anggota majikan karena mereka dituduh melakukan sihir terhadap keluarga majikan.
Menurut Sukamto, Tari dipaksa mengakui perbuatannya namun ia dan tiga temannya menolak. Akibatnya seluruh anggota majikan memukul dan menganiaya keempat perempuan itu hingga Siti Tarwiyah dan Susianti Tewas.
Perusahaan pengerah penempatan TKI swasta (PPTKIS) yang mengirimkan empat TKW tersebut sudah diketahui, yakni PT Arya Duta Bersama (Tari binti Tarsim) dan PT Amri Margatama (Ruminih binti Surtim).
KBRI Riyadh akan mengoptimalkan peran penasihat hukum dan melakukan koordinasi dengan pihak terkait di Arab Saudi.
Kepala Badan Nasional Penempatan Perlindungan TKI M Jumhur Hidayat menyatakan sudah mendapat laporan tentang kasus itu dan ke-9 pelaku penganiayaan yang masih satu keluarga itu sudah ditangkap.( ant/cn09 )

Sidang Komisi Antidiskriminasi Rasial PBBMigrant Care Akan Persoalkan Kematian 2 TKI


Jakarta, CyberNews. Kabar menyesakkan kembali datang dari jazirah Timur Tengah. Dua pembantu rumah tangga asal Indonesia tewas dianiaya oleh anak majikan, dua PRT Indonesia lainnya luka parah dan harus dirawat di rumah sakit. Kabar itu datang sehari menjelang Ketua BNP2TKI M Jumhur Hidayat menggelar ekspos publik keberhasilan program 100 hari dari institusi yang dipimpinnya.
Executive Director Migrant Care, Anis Hidayah mengungkapkan peristiwa tragis penganiayaan dan penyiksaan empat PRT migran Indonesia oleh anak majikan Saudi Arabia. Akibatnya dua PRT meninggal dan dua lainnya luka-luka. "Hingga saat ini nama dua PRT yang meninggal belum diketahui identitasnya. Peristiwa ini jelas kontradiktif dengan klaim dari Pemerintah Indonesia bahwa sekarang telah on the track dalam reformasi penempatan dan perlindungan buruh migran Indonesia," ungkap Anis dalam paparan pers kepada Suara Merdeka CyberNews, Selasa (7/8).
Pukulan telak lain yang datang dari Saudi Arabia adalah penolakan sementara pengiriman PRT migran dari Indonesia. National Commitee for Recruitment (asosiasi agen perekrut tenaga kerja Saudi Arabia), menyerukan kepada Pemerintah Saudi Arabia untuk menolak mengeluarkan visa kepada PRT migran Indonesia setelah secara sepihak Pemerintah Indonesia menetapkan upah minimum 800 riyal per bulannya seperti ditulis Arab Bussiness, 26 Juli 2007. Sedang koran Arab News (31 Juli 2007) melaporkan, pemerintah Saudi Arabia menunda pengeluaran visa untuk 50.000 calon PRT migran Indonesia yang akan bekerja ke Saudi Arabia.
"Realitas tersebut merupakan tantangan berat untuk Pemerintah Indonesia yang telah menargetkan memperoleh devisa sebesar-besarnya dari kantong buruh migran Indonesia. Tak ada yang salah dengan kebijakan penentuan upah minimum bagi buruh migran Indonesia, namun demikian kebijakan tersebut hendaklah bukan kebijakan unilateral (sepihak) tetapi merupakan bagian yang tak terpisahkan dari diplomasi perlindungan buruh migran Indonesia," tandas Anis.
"Respons negatif dari Saudi Arabia yang resisten terhadap kebijakan sepihak penetapan upah minimum bagi PRT migran Indonesia di Saudi Arabia hendaklah menjadi pelajaran berharga bagi diplomasi perlindungan buruh migran Indonesia," imbuhnya.
Berkaca dari tingginya angka kekerasan terhadap buruh migran Indonesia di Timur Tengah, khususnya Saudi Arabia, lanjut Anis, Migrant Care mendesak kepada Pemerintah Indonesia untuk mendesakkan adanya persetujuan bilateral untuk perlindungan buruh migran Indonesia.
"Pemerintah Indonesia harus berani menuntut Pemerintah Saudi Arabia sebagai anggota Dewan HAM PBB bertanggung jawab atas pelanggaran hak asasi terhadap buruh migran Indonesia."
Migrant Care diwakili Anis Hidayah mulai tanggal 8-14 Agustus 2007 akan membawa dan mempersoalkan kasus kekerasan terhadap buruh migran Indonesia di Saudi Arabia dalam mekanisme Dewan HAM PBB dan Sidang Sesi Ke-71 Komisi Penghapusan Diskriminasi Rasial (United Nations Committee on the Elimination of Racial Discrimination) di Jenewa.
"Secara khusus, Migrant Care juga akan mendesak kepada UN Special Rapporteur on the Human Rights of Migrants untuk segera melakukan investigasi meluasnya kasus kekerasan buruh migran Indonesia di Saudi Arabia," demikian Anis.( imam m djuki/cn05 )

Berharap Hujan Emas di Negeri Orang

22 Mei 2007 - 19:20 WIB
Fathiyah Wardah Alatas
Ingin memperbaiki nasib. Tapi derita yang didapat. Ada yang disiksa, banyak yang tertipu.Kini Ida Maulida hanya bisa meratapi nasib. Wajah dan dua telapak kakinya masih lebam karena pukulan. Luka bekas sundutan besi panas juga menganga di kedua lengannya. Kepalanya pun kini dihiasi sejumlah jahitan. Badannya kurus, tatapannya kosong. Jika mengingat kekejaman yang mendera, Ida tak mampu berbicara. Air matanya menetes mengabarkan segala nestapa. "Saya menyesal ke sana kalau tahu bakal disiksa," katanya saat ditemui Voice of Human Rights di Rumah Sakit Polri Kramat Jati, Jakarta Timur, Selasa pekan lalu. Mimpi buruk itu berawal ketika Ida bekerja sebagai pembantu di Arab Saudi. Tugasnya sehari-hari menyapu dan mengepel lantai. Sayangnya dia bekerja pada majikan yang ringan tangan. "Kalau salah dikit saja, dipukul pakai apa saja yang ia pegang," kata gadis berumur 17 tahun asal Pekalongan ini. Ida mengalamai siksaan itu sejak pekan-pekan pertama bekerja di Negeri Petrodolar itu. Ia tak tahan hidup dalam siksaan, tapi tak kuasa kabur dari "neraka" itu. "Aku cuma bisa menangis," katanya. Setiap kali habis menyiksa, majikan itu selalu mengobati luka Ida. Mereka juga selalu membayar gaji bulanan Ida 600 riyal, setara Rp 1,2 juta. Anak kedua dari lima bersaudara ini tidak betah bekerja di rumah majikannya. Ia terus merengek minta dipulangkan. Setelah hampir enam bulan bekerja, akhirnya Ida diizinkan Ida pulang ke tanah air. Dia dibelikan tiket pesawat pulang-pergi agar mau kembali. "Saya kapok, enggak mau balik lagi. Saya mau kerja di rumah saja," ujar Ida. Kini Ida sudah di tanah air. Tapi kantongnya kosong. Gaji dari majikannya harus diserahkan kepada calo yang mengirimnya ke Arab Saudi, PT Berkayu. Berdasarkan perjanjian dengan perusahaan yang berdomisili di Yogyakarta itu, Ida harus menyerahkan gajinya selama satu setengah tahun. Katanya, uang itu merupakan pengganti ongkos perjalanan dan pendidikan. Padahal enam bulan silam, Ida berangan-angan bekerja ke luar negeri agar bisa membantu ekonomi keluarganya. "Makan sehari-hari nggak cukup," katanya.Bapaknya, Marjuk, hanya bekerja serabutan. Kadang berdagang kecil-kecilan. Kadang menjadi buruh bangunan. Sedangkan ibunya hanya ibu tumah tangga. Ida meminta restu kepada ibunya untuk mengadu nasib. Tapi kini nasi sudah menjadi bubur. Marjuk menyesali nasib putrinya. "Saya nggak kuat nahan air mata, langsung ngocor saja. Mungkin dia dipulangin karena takut mati di sana," kata Marjuk. Beda lagi nasib Wati, 27 tahun, asal Plampang, Sumbawa, Nusa Tenggara Barat. Ia ditipu calo bernama Taslim dari Sumbawa juga. "Kalau di Saudi, kerja dua tahun dapat Rp 30 juta. Kerjanya enak, ringan," Wati menirukan rayuan Taslim. Ia pun dijanjikan berangkat paling lambat satu bulan setelah berada di penampungan di Jakarta. "Kalau sampai tiga bulan, uangmu aku kembalikan," ujar Wati mengutip bujukan sang calo. Awal Januari lalu Wati bersama 19 rekannya menuju Jakarta. Ia mendaftar melalui PT Anugerah Sumber Rejeki yang berkantor juga di daerahnya. Setiap orang harus membayar Rp 2 juta kepada Taslim. Setelah sepekan menunggu keberangkatan, belum juga ada kabar kapan mereka berangkat ke Arab Saudi. Taslim pun memindahkan Wati dan teman-temannya ke rumah kontrakan di kawasan Lubang Buaya, Jakarta Timur. Dua pekan tinggal di rumah kontrakan orang yang dipanggil Ibu Nur, Wati dan teman-temannya tak diizinkan keluar rumah. Bila ada polisi atau orang dari Depnaker datang mereka disembunyikan di kamar mandi. "Kalau mau keluar, kalian harus punya Rp 50 juta untuk ganti rugi," ancam Ibu Nur seperti ditirukan Wati. Selepas dari sana rumah Bu Nur, Wati dipindahkan ke PT Duta. Karena hampir dua minggu tak ada kabar, Wati menanyakan perihal keberangkatannya kepada pegawai perusahaan itu. Kata pegawai situ, nama Wati tak tercantum dalam daftar calon buruh migran. Ia hanya berstatus sebagai penumpang. Wati pun dioper ke PT Sapta Rejeki untuk dididik sambil mengurus dokumen keberangkatan. Prosesnya lebih dari dua bulan. Tempat baru ini tidak lebih baik. Sehari ia mendapat ransum dua kali saja, siang dan malam. Kalau mau minum, harus membeli air sendiri. Uang kiriman ibunya dari kampung tak pernah sampai ke tangannya. Semua dirampas oleh Taslim dan Ibu Nur. "Kalau haus aku minum air liur saja," katanya. Mandi pun hanya sekali dalam sehari. "Kalau nggak bangun jam tiga pagi, nggak bisa mandi. Nggak ada airnya. Aku pakai sabun teman. Kalau sore aku malu meminjamnya."Setelah terkatung-katung selama empat bulan Wati menghubungi suaminya di Sumbawa lewat telepon seluler temannya. Setelah dicek, ternyata PT Anugerah Sumber Rejeki yang memberangkatkannya ke Jakarta merupakan perusahaan bodong. Dia lalu menghubungi Serikat Buruh Migran Indonesia di Jakarta. Wati bisa lolos dari mimpi buruk itu. Pengalaman buruk itu membuat Wati mengubur cita-cita bekerja di luar negeri. "Aku nggak mau lagi. Lebih baik buka toko saja di kampung," katanya. Menurut Miftah, aktivis SBMI, kasus penganiayaan dan penipuan calon tenaga kerja terjadi karena perlindungan pemerintah amat lemah. Ia juga menyalahkan minimnya peran pemerintah dalam merekrut calon tenaga kerja. "Posisi tawar mereka lemah." Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia, Muhammad Jumhur Hidayat, mengakui banyaknya kekerasan yang dialami buruh migran karena proses penempatan kurang sempurna. "Kalau mereka harus dilatih selama 21 hari, ya dilatih selama 21 beneram, jangan hanya tiga hari. Kami sedang menertibkan," kata Jumhur.Siksaan membuat buruh migran tak hanya mengalami penderitaan fisik, tapi juga psikis. Menurut data International Organization for Migration (IOM), Maret 2005 hingga Juli 2006 terdapat 1.291 orang Indonesia yang bekerja di luar negeri. Dari jumlah tersebut 24% mengalami depresi, 22% mengalami gangguan mental, dan 19% sakit jiwa. (Fathiya Wardah Alatas/E2)

BNP2TKI Diminta Ganti Aturan Hukum Produk Depnakertrans[Ekonomi dan Keuangan]

BNP2TKI Diminta Ganti Aturan Hukum Produk DepnakertransJakarta, PelitaKalangan Perusahaan Pengerah TKI Swasta (PPTKIS) mendesak Kepala Badan Nasional Penempatan TKI (BNP2TKI) Jumhur Hidayat untuk mengganti aturan hukum yang dibuat Ditjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja Luar Negeri (PPTKLN) Depnakertrans dan Menakertrans yang selama ini menjadi acuan penempatan TKI.Fahmi Bachmid SH, pengacara Yunus M Yamanid, Koordinator Asosiasi PPTKIS, dalam suratnya kepada Jumhur dan ditebuskan ke Presiden RI, di Jakarta, Minggu (29/7), mengatakan dengan dibentuknya BNP2TKI, maka produk hukum Dirjen PPTKLN dan Depnakertrans tidak berlaku lagi.Dia mengacu pada UU No.39/2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Luar Negeri yang mengamanatkan dibentuknya BNP2TKI.Dengan dibentuknya badan baru itu, maka SK Menakertrans maupun SK Dirjen PPTKLN yang mengatur Pelayanan dan Penempatan TKI ke Luar Negeri seharusnya tidak boleh diberlakukan lagi. Sebagai gantinya BNP2TKI yang harus mengeluarkan petunjuk tertulis atau petunjuk pelaksanaan dalam Penempatan dan Perlindungan TKI.Dengan kata lain, seluruh aturan yang masih menggunakan atau mengacu pada surat keputusan (SK) Menakertrans RI atau SK Dirjen PPTKLN tentang Penempatan TKI setelah berlakunya UU No.39 tahun 2004 tidak diberlakukan lagi atau wajib diganti, katanya.Fahmi, atas nama kliennya, meminta Jumhur menjelaskan dasar hukum kewajiban menggunakan Sistem Komunikasi Tenaga Kerja Luar Negeri (Sisko TKLN) yang dikelola swasta (PT Anugrah) yang memungut biaya pada setiap penginputan data.Kebijakan itu tidak mempunyai dasar hukum, dan setiap pungutan yang tidak punya dasar hukum adalah pungutan liar, kata Fahmi.Ia juga meminta agar Jumhur membubarkan Lembaga Uji Kompetensi yang dibentuk berdasarkan surat keputusan (SK) Menakertrans/SK Dirjen PPTKLN yang sudah dibubarkan. Jika, tidak, akan ada penafsiran Bapak melindungi Pungutan Liar, ujar Fahmi.Dia menuntut agar Jumhur membubarkan Balai Latihan Kerja (BLK) atau dibuat Surat Keputusan BNP2TKI tentang tata cara BLK sesuai yang telah diatur oleh UU No.39 Tahun 2004.Fahmi menyebutkan saat ini terjadi praktik, seorang calon TKI bisa latihan dan lulus dari BLK dan uji kompetensi dalam waktu satu hari saja.Pengacara itu juga mendesak agar Jumhur membubarkan lembaga sertifikasi profesi (LSP) dan lembaga sertifikasi kompetensi (LSK) yang tidak mempunyai manfaat terhadap penempatan dan perlindungan TKI. Bagaimana mungkin orang buta huruf bisa lulus uji kompetensi, tandas Fahmi.Ia juga mendesak Jumhur membubarkan program pembekalan akhir pemberangkatan (PAP) atau kembalikan PAP pada balai latihan kerja masing-masing PPTKIS atau menyerahkan PAP pada Asosiasi PPTKIS sesuai SK BNP2TKI.