Wednesday, August 8, 2007

Asosiasi menentang biaya tambahan medical check up

JAKARTA: Enam asosiasi PPTKIS dan dua badan otonomi TKI menolak pungutan tambahan pemeriksaan kesehatan oleh asosiasi pemeriksa kesehatan (Gamka) yang dikaitkan dengan penerapan Sisko TKLN (Sistem Komputerisasi Terpadu Tenaga Kerja Luar Negeri).�Keenam PPTKIS (Perusahaan Penempatan TKI Swasta) itu adalah DPP Apjati (Asosiasi Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia), Himsataki (Himpunan Pengusaha Jasa Penempatan TKI), Idea (Indonesian Employment Agencies Association), Inesa (Indonesia Employment Association), Ajaspac (Asosiasi Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Asia Pasifik) P3TKI (Perhimpunan Pelaksana Penempatan TKI).� Dua Badan Otonomi yaitu Konsorsium Gotong Royong dan Badan Otonom Ikhlas (BO Ikhlas).Menurut Ketua Umum Himsataki Yunus M. Yamani, selama ini PPTKIS langsung membayar biaya pemeriksaan kesehatan calon TKI langsung kepada Sisko TKLN. Tetapi, katanya, sejak sepekan ini perusahaan jasa tenaga kerja diharuskan melakukan pemeriksaan kesehatan via Gamka berdasarkan keputusan BNP2TKI."Jika tidak membayar melalui Gamka, akses online PPTKIS ke Sisko TKLN langsung dikunci. Ini kan sangat merugikan perusahaan jasa penempatan tenaga kerja. Kami keberatan dan menolak itu karena harus membayar biaya sampai Rp250.000 per orang," katanya dalam pernyataan bersama terkait penolakan itu, kemarin.Dia menambahkan jika praktik pungutan tambahan itu dibiarkan, nantinya mereka akan menaikkan tarif biaya pemeriksaan seenaknya, bisa Rp500.000 per orang atau bahkan Rp1 juta per orang.Padahal, katanya, sebenarnya Gamka hanya penumpang yang tidak dibutuhkan sekali kehadirannya oleh PPTKIS.Dia menuding keputusan BNP2TKI itu hanya akan menyuburkan praktik monopoli dan memberikan kesempatan kelompok tertentu mendapat keuntungan dari proses pemeriksaan kesehatan calon TKI itu.Padahal, ujar Yunus, pelayanan Sisko TKLN seharusnya gratis sesuai dengan instruksi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono agar fasilitas pemerintah digunakan secara murah, aman, dan mudah.Oleh karena itu, dia meminta agar BNP2TKI menghentikan operasional Sisko TKLN karena hanya menguntungkan pihak lain dan menghambat proses penempatan TKI ke luar negeri.Sebaliknya, kata Ketua DPP Apjati Rusdi Basalama, BNP2TKI agar tetap melakukan pelayanan dalam format manual, sehingga proses penempatan tetap berjalan jika masalah Sisko TKLN tidak dapat dibenahi."Selama ini perusahaan jasa TKI dikenai biaya Rp10.000 per simpul di Sisko TKLN, misalnya, pada Balai Latihan Kerja, asuransi, Layak Uji Kerja, dan Proses Administrasi Pekerja, dan cek kesehatan. Tetapi, dengan ketentuan baru ini biaya mencapai Rp250.000 per orang," ungkapnya.Segera tuntaskanSementara itu, Kepala BNP2TKI Moh. Jumhur Hidayat berjanji segera mencarikan solusi dan menuntaskan masalah itu secepatnya agar tidak mengganggu proses dan kelancaran penempatan dan pengiriman TKI ke luar negeri."Kami dapat memahami keberatan PPTKIS itu. Kami sedang berpikir atasi masalah pungutan itu karena memang pada dasarnya ada aturan resmi dari Dirjen TPKLN Depnakertrans dan perusahaan yang mengembangkan akses Sisko TKLN itu," ungkapnya.Dia menjelaskan penghapusan pungutan itu akan dilakukan dengan cara negosiasi ulang dengan PT Anugerah selaku perusahaan pengelola Sisko TKLN atau menunggu sampai kontrak selesai akhir 2008.Halomoan Hutapea, Ketua Bidang Hukum DPP Ajaspac, menegaskan pungutan tambahan biaya periksa kesehatan itu merupakan bentuk pemerasan kepada TKI sehingga sangat merugikan TKI.Selain itu, katanya, pungutan tersebut merupakan praktik mafia yang terorganisasi. Padahal, katanya, sistem komputerisasi itu diamanatkan dalam UU No. 39/ 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di luar negeri untuk melakukan proteksi.Menurut dia, jika pemerintah (BNP 2TKI) tidak segera menuntaskan masalah itu berarti melanggar konvensi No. 88 ILO (Organisasi Buruh Dunia) yang telah diratifikasi Pemerintah Indonesia.Konvensi itu menetapkan bahwa pemerintah dilarang melakukan pungutan untuk kepentingan pekerja. (bambang. supriyanto@bisnis.co.id)

No comments: