Wednesday, August 8, 2007

Sidang Komisi Antidiskriminasi Rasial PBBMigrant Care Akan Persoalkan Kematian 2 TKI


Jakarta, CyberNews. Kabar menyesakkan kembali datang dari jazirah Timur Tengah. Dua pembantu rumah tangga asal Indonesia tewas dianiaya oleh anak majikan, dua PRT Indonesia lainnya luka parah dan harus dirawat di rumah sakit. Kabar itu datang sehari menjelang Ketua BNP2TKI M Jumhur Hidayat menggelar ekspos publik keberhasilan program 100 hari dari institusi yang dipimpinnya.
Executive Director Migrant Care, Anis Hidayah mengungkapkan peristiwa tragis penganiayaan dan penyiksaan empat PRT migran Indonesia oleh anak majikan Saudi Arabia. Akibatnya dua PRT meninggal dan dua lainnya luka-luka. "Hingga saat ini nama dua PRT yang meninggal belum diketahui identitasnya. Peristiwa ini jelas kontradiktif dengan klaim dari Pemerintah Indonesia bahwa sekarang telah on the track dalam reformasi penempatan dan perlindungan buruh migran Indonesia," ungkap Anis dalam paparan pers kepada Suara Merdeka CyberNews, Selasa (7/8).
Pukulan telak lain yang datang dari Saudi Arabia adalah penolakan sementara pengiriman PRT migran dari Indonesia. National Commitee for Recruitment (asosiasi agen perekrut tenaga kerja Saudi Arabia), menyerukan kepada Pemerintah Saudi Arabia untuk menolak mengeluarkan visa kepada PRT migran Indonesia setelah secara sepihak Pemerintah Indonesia menetapkan upah minimum 800 riyal per bulannya seperti ditulis Arab Bussiness, 26 Juli 2007. Sedang koran Arab News (31 Juli 2007) melaporkan, pemerintah Saudi Arabia menunda pengeluaran visa untuk 50.000 calon PRT migran Indonesia yang akan bekerja ke Saudi Arabia.
"Realitas tersebut merupakan tantangan berat untuk Pemerintah Indonesia yang telah menargetkan memperoleh devisa sebesar-besarnya dari kantong buruh migran Indonesia. Tak ada yang salah dengan kebijakan penentuan upah minimum bagi buruh migran Indonesia, namun demikian kebijakan tersebut hendaklah bukan kebijakan unilateral (sepihak) tetapi merupakan bagian yang tak terpisahkan dari diplomasi perlindungan buruh migran Indonesia," tandas Anis.
"Respons negatif dari Saudi Arabia yang resisten terhadap kebijakan sepihak penetapan upah minimum bagi PRT migran Indonesia di Saudi Arabia hendaklah menjadi pelajaran berharga bagi diplomasi perlindungan buruh migran Indonesia," imbuhnya.
Berkaca dari tingginya angka kekerasan terhadap buruh migran Indonesia di Timur Tengah, khususnya Saudi Arabia, lanjut Anis, Migrant Care mendesak kepada Pemerintah Indonesia untuk mendesakkan adanya persetujuan bilateral untuk perlindungan buruh migran Indonesia.
"Pemerintah Indonesia harus berani menuntut Pemerintah Saudi Arabia sebagai anggota Dewan HAM PBB bertanggung jawab atas pelanggaran hak asasi terhadap buruh migran Indonesia."
Migrant Care diwakili Anis Hidayah mulai tanggal 8-14 Agustus 2007 akan membawa dan mempersoalkan kasus kekerasan terhadap buruh migran Indonesia di Saudi Arabia dalam mekanisme Dewan HAM PBB dan Sidang Sesi Ke-71 Komisi Penghapusan Diskriminasi Rasial (United Nations Committee on the Elimination of Racial Discrimination) di Jenewa.
"Secara khusus, Migrant Care juga akan mendesak kepada UN Special Rapporteur on the Human Rights of Migrants untuk segera melakukan investigasi meluasnya kasus kekerasan buruh migran Indonesia di Saudi Arabia," demikian Anis.( imam m djuki/cn05 )

No comments: