Wednesday, June 13, 2007

Permasalahan Berawal dari Ketidaksiapan TKI

KEPALA BNP2 TKI MOH JUMHUR HIDAYAT:Permasalahan Berawal dari Ketidaksiapan TKI
Sabtu, 9 Juni 2007Cita-cita untuk mengubah nasib dengan bekerja di luar negeri masih menjadi pegangan tenaga kerja Indonesia (TKI). Ini demi mengejar kehidupan yang lebih baik. Bahkan segala cara dilakukan agar bisa bekerja di luar negeri, dengan satu harapan mendapatkan upah yang lebih baik dibanding bekerja di dalam negeri.
Namun, seperti halnya di dalam negeri, permasalahan TKI yang bekerja di luar negeri seakan tak kunjung berkurang. Semakin hari ada saja permasalahan yang timbul, dan TKI pastinya menjadi korban. Memang, permasalahan juga berawal dari ketidaksiapan TKI untuk bekerja di luar negeri.
Oleh karena itu, pemerintah terus berupaya melakukan pembenahan dalam penempatan dan perlindungan TKI yang bekerja di luar negeri. Ini dilakukan sejak perekrutan, pelatihan, proses penempatan, selama bekerja hingga pemulangan kembali ke Tanah Air.
Untuk mengetahui lebih jauh pembenahan-pembebahan yang dilakukan pemerintah, berikut penjelasan Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2 TKI) Moh Jumhur Hidayat kepada wartawan Suara Karya Andrian Novery dan fotografer Andry Bey, di kantornya, Lantai VI Gedung Depnakertrans, Jakarta, Kamis (7/6) malam:
Hingga saat ini permasalahan TKI masih kerap muncul, khususnya di negara-negara tujuan penempatan. Kasus-kasus tersebut melibatkan puluhan, bahkan ratusan TKI. Benarkah demikian?
Kita harus akui bahwa kasus-kasus yang terjadi di luar negeri itu refleksi dari ketidaksempurnaan proses sejak perekrutan, pelatihan, dan proses penempatan ketika masih di dalam negeri. Ini diakui oleh perwakilan-perwakilan kita di luar negeri, sehingga dari kasus-kasus yang ada terindikasi bahwa dari dalam negeri sudah tidak beres.
Misalnya, seharusnya calon TKI dilatih selama 1,5 bulan, tapi ternyata hanya 2-3 hari. Yang lebih ekstrem lagi: tidak dilatih, tapi dikasih sertifikat.
Ini terjadi bertahun-tahun dan menyebabkan timbulnya kasus-kasus TKI di sana. Ini karena mental yang kurang siap. Jadi, sering usianya dimanipulasi, tidak ada pelatihan, dan tingkat pendidikan yang rendah. Ini menjadi faktor penyebab.
Selain itu, sistem perlindungan di luar negeri juga tidak dibenahi. Dulu tidak ada pengacara, dan sistem asuransi tidak berjalan. Para TKI membayar asuransi, tapi percuma. Apalagi di luar negeri, sama sekali tidak ada asuransi yang bergerak.
Saat ini pemerintah melihat masalah-masalah tersebut seperti apa?
Sekarang, dengan adanya Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 6 Tahun 2006 tentang Percepatan Reformasi Penempatan dan Perlindungan TKI, mulai ada perubahan dan pembenahan. Presiden sebagai kepala pemerintahan sangat serius memperhatikan masalah TKI di luar negeri.
Perwakilan-perwakilan Indonesia di luar negeri saat ini hampir semua sudah punya pengacara setempat. Ini perintah Inpres. KBRI/KJRI juga memperkuat staffing (pegawai) di kantornya, khusus untuk menangani masalah-masalah TKI. Bahkan kekurangan staf bisa ditambah dengan citizen services di mana pegawai negeri sipil (PNS) akan dikirim ke sana untuk melayani. Selain itu, perwakilan yang belum punya atase tenaga kerja juga akan dibentuk.
Ini perkembangan dari keluarnya Inpres tadi. Sekarang ada BNP2 TKI, dan ini harus punya daya untuk mengintegrasikan proses ini. Memang saat ini antara tuntutan masyarakat dengan yang diberikan pemerintah masih ada jarak (belum bisa terpenuhi), karena badan ini baru. Tapi ini bukan alasan meski kita baru mulai 9 maret 2007 lalu atau baru 3 bulan. Kita sudah menginventarisi seluruh permasalahan dan merumuskan solusi-solusinya.
Misalnya, klinik uji kesehatan (klinis) bagi calon TKI. Selama ini banyak klinik yang kongkalikong dengan tidak melakukan pemeriksaan secara baik. Ternyata ini karena ada persaingan harga di antara sesama badan penyelenggara. Jadi harga standar, misalnya Rp 250.000 per TKI, tapi oleh lembaga uji klinik diturunkan hanya untuk mendapat konsumen TKI.
Akhirnya TKI menjadi korban. TKI yang kurang sehat dijadikan sehat. Setelah diperiksa beneran, dia sakit. Selanjutnya ini jadi beban: kalau dipulangkan jadi beban pemerintah, jadi masalah. Terkait ini saya terapkan sistem online di mana lembaga tidak bisa banting harga, dan standar harus dipenuhi.
Selain itu, pembenahan apa yang BNP2 TKI lakukan?
Kita juga mengupayakan kenaikan upah TKI. Selama ini upah atau gaji TKI tidak pernah naik. Kemarin saya ke Singapura dalam rangka itu. Gaji pun naik dari 280 dolar Singapura menjadi 350 dolar Singapura.
Hingga saat ini pemerintah belum pernah menetapkan kenaikan upah bagi TKI sehingga dibiarkan mengikuti mekanisme pasar. Itulah yang menjadi masalah. Untuk itu saya sudah bicara dengan agen tenaga kerja setempat, dan ternyata tidak masalah untuk menetapkan upah. Tenaga kerja Filipina saja upahnya 450 dolar AS di Singapura, sedangkan upah TKI cuma setengahnya, selama ini.
Dan untuk Arab Saudi sekarang sedang diproses dari 600 real menjadi 800 real per bulan. Kita sudah sosialisasi dan diinformasikan dengan pihak terkait. Ini juga tidak ada masalah dan saya sudah survei. Intinya, kenaikan upah juga mengurangi pasar gelap tenaga kerja, di mana upah TKI yang bekerja melalui pasar gelap bisa mencapai 1.000-1.100 real per bulan. Jadi banyak TKI secara ilegal pindah majikan.
Di dalam negeri, kita sekarang juga sedang menertibkan balai latihan kerja (BLK), karena saat ini banyak BLK yang asal-asalan, tapi masih diizinkan operasi. Saya akan buat peringkat dan standardisasi serta menerapkan sistem black list. Misalnya ke PJTKI, kalau tidak benar melatih dan menempatkan TKI, maka perusahaan itu kita black list dan tidak boleh kirim TKI ke luar negeri lagi.
Di Hong Kong, misalnya, selama ini banyak majikan yang memberi gaji TKI di bawah standar upah (underpaid) dan ini sudah terjadi bertahun-tahun. Kita sudah masukan perusahaan itu dalam black list.
Pembenahan-pembenahan tersebut apakah sudah berjalan?
Dalam proses pembenahan pasti ada resistensi atau penolakan-penolakan, karena ada orang-orang yang tidak senang. Mungkin karena mengganggu kerjanya. Tapi pembenahan yang dilakukan BNP2 TKI tujuannya benar, dan kita punya waktu. Ini kita lakukan karena semakin banyak berita tentang TKI yang bermasalah, sehingga dikhawatirkan banyak orang Indonesia yang nantinya tidak mau jadi TKI. Orang juga jadi enggan berbisnis di sektor pengerahan TKI.
Orang malas berbisnis di sektor ini karena disangka jual-jual orang. Padahal banyak PJTKI yang baik. Tapi, kalau banyak dihujat oleh masyarakat, media, bahkan pemerintah, maka tidak ada iklim yang baik buat bisnis penempatan TKI ke luar negeri.
Mungkin pembenahan ini akan menimbulkan stagnasi pengiriman TKI untuk sementara. Tapi kalau semua sudah berjalan baik dan benar, sejak proses perekrutan hingga perlindungan, maka pengiriman TKI akan meningkat tajam.
Perlindungan TKI di luar negeri seperti apa?
Kita akan terapkan kewajiban bagi pengguna TKI untuk mengasuransikan TKI-nya di negaranya masing-masing. Ini karena asuransi yang ada di sini tidak efektif. Para TKI sudah bayar 400.000 per orang, tapi tidak berjalan efektif. Uang premi entah ke mana larinya dan tidak untuk membela TKI. Padahal uang yang terkumpul selama setahun lebih ini sudah ratusan miliar.
Jadi, kalau asuransi tidak mengikuti aturan yang disepakati, maka tidak boleh melayani TKI. Selama ini asuransi mengumpulkan uang premi enak aja, kok. Tapi kalau mengurus klaim, kita seperti kayak pengemis.
Jadi, kita dorong pengguna untuk mengasuransikan TKI-nya. Di beberapa negara ini sudah diatur. Seperti Singapura, Taiwan, Malaysia, dan Korea, semua TKI diasuransikan. Jadi sebenarnya tidak perlu lagi asuransi di dalam negeri. Kalau memang perlu, paling yang pra dan purna penempatan. Sekarang dari premi Rp 400.000 itu Rp 50.000 untuk pra dan Rp 50.000 untuk purna. Jadi yang Rp 300.000 mestinya bisa digunakan selama penempatan di luar negeri.
Oleh karena itu, asuransi harus membuat jaringan di luar negeri, misalnya buat kantor cabang. Tapi sampai sekarang tidak ada asuransi yang punya perwakilan, kantor cabang atau kerja sama di luar negeri. Tidak ada asuransi di KBRI-KBRI. Saya sudah tanya di perwakilan-perwakilan Indonesia. Seharusnya uang bisa digunakan di luar negeri, dan buka kantor. Tapi saya tidak tahu uangnya itu dikemanakan.
Sekarang ini klaim asuransi masih di bawah 5 persen. Asuransi saat ini sudah melayani 1 juta TKI. Jika dikalikan 400.000, sudah 400 miliar. Sedangkan klaimnya sementara di bawah 5 persen.
Jadi saya minta asuransi turuti persyaratan yang ada, yakni buka kantor di negara penempatan, misalnya. Kalau tidak, maka saya tegaskan tidak boleh melayani TKI. Semua harus ikuti peraturan.
Masalah lain?
Saya juga membenahi Terminal III TKI di Bandara Soekarno-Hatta, di mana saya akan buat sistem dan manajemen yang baru serta model baru di tempat pemulangan TKI tersebut. Konsep manajemen baru, dan bahkan seragam pegawai juga baru. Pada 17 Juni 2007 nanti saya kumpulkan seluruh stakeholders.
Jadi, dengan konsep manajemen baru ini, kalau ada pelanggaran tidak akan ada toleransi lagi. Kita tetapkan biaya, pengawasan, dan operasional di Terminal III. Maka kalau ada yang melanggar, kami tidak mau tahu harus diberikan sanksi. TKI jangan dibebani lagi biaya-biaya yang tidak jelas ketika dia hendak pulang ke kampungnya.
Jadi, intinya banyak permasalahan pada proses penempatan dan perlindungan TKI. Tapi kami memang perlu waktu untuk membenahi masalah dan saat ini kita sudah melakukan inventarisasi masalah. Masalah TKI kita benahi secara bertahap dan yang penting kita tegakkan aturan yang ada.***

Sumber : Suara Karya Online 09-06-07

No comments: